yang berbeda. Peneliti dengan konstruksinya masing-masing akan menghasilkan temuan yang berbeda pula Eriyanto, 2004: 33-34.
Khalayak mempunyai penafsiran tersendiri atas berita. Dalam
pandangan konstruksionis khalayak dipandang bukanlah subjek yang pasif. Ia adalah subjek yang aktif dalam menafsirkan apa yang dia baca. Dalam bahasa
Stuart Hall, makna dari suatu teks bukan terdapat dalam pesan berita yang dibaca oleh pembaca. Makna selalu potensial mempunyai banyak arti polisemi. Makna
lebih tepat dipahami bukan sebagai suatu transmisi penyebaran dari pembuat berita ke pembaca. Ia lebih tepat dipahami sebagai suatu praktik penandaan.
Karenanya, setiap orang bisa mempunyai pemaknaan yang berbeda atas teks yang sama. Kalau saja makna yang dominan atau tunggal, itu bukan berarti makna
terdapat dalam teks, tetapi begitulah praktik penandaan yang terjadi Eriyanto,
2004: 35.
II.2. Analisis Framing
Gagasan mengenai framing pertama kali dilontarkan oleh Baterson tahun 1955. Frame pada awalnya dimaknai sebagai struktur konseptual atau perangkat
kepercayaan yang mengorganisir pandangan politik, kebijakan dan wacana, yang menyediakan kategori-kategori standard untuk mengapresiasi realitas. Konsep ini
kemudian dikembangkan lebih jauh oleh Goffman 1974 yang mengandaikan frame sebagai kepingan-kepingan perilaku strips of behaviour yang
membimbing individu dalam membaca realitas Sudibyo, 2001: 219. G. J. Aditjondro dalam sudibyo 2001: 222 menyatakan bahwa framing
adalah metode penyajian realitas di mana kebenaran suatu realitas tidak diingkari
Universitas Sumatera Utara
secara total melainkan dibelokkan secara halus dengan memberikan sorotan- sorotan terhadap aspek-aspek tertentu saja dengan menggunakan istilah yang
mempunyai konotasi tertentu dan dengan bantuan foto, karikatur, dan alat ilustrasi lainnya Sudibyo, 2001: 186.
Proses framing berkaitan dengan persoalan bagaimana sebuah realitas dikemas dan disajikan dalam presentasi media. Oleh karena itu, frame sering
diidentifikasi sebagai cara bercerita story line yang menghadirkan konstruksi makna spesifik tentang objek wacana. Framing secara umum dirumuskan sebagai
proses penyeleksian dan penonjolan aspek-aspek tertentu dari realitas yang tergambar dalam teks komunikasi dengan tujuan agar aspek itu menjadi lebih
noticeable, meaningfull, dan memorable bagi khalayak. Framing juga dapat dipandang sebagai penempatan informasi-informasi dalam konteks yang khas
sehingga elemen isu tertentu mendapatkan alokasi lebih besar dalam kognisi individu, sehingga lebih besar pula kemungkinannya untuk mempengaruhi
pertimbangan individu individual judgment. Proses framing lebih dari sekedar proses rekonstruksi dan interpretasi realitas. Dalam pandangan Charlotte Ryan,
framing pada dasarnya adalah proses perekayasaan peristiwa, serta proses menandai apa yang signifikan dari peristiwa –sehari-hari Sudibyo, 2001: 221.
Framing, seperti dikatakan Todd Gitlin, adalah sebuah strategi bagaimana realitas dunia dibentuk dan disederhanakan sedemikian rupa untuk ditampilkan
kepada khalayak pembaca. Peristiwa-perisiwa ditampilkan dalam pemberitaan agar tampak menonjol dan menarik perhatian khalayak pembaca. Frame adalah
prinsip dari seleksi, penekanan, dan presentasi dari realitas. Menurut Gitlin, frame media pada dasarnya tidak berbeda jauh dengan frame dalam pengertian sehari-
Universitas Sumatera Utara
hari yang sering kali kita lakukan. Setiap hari jurnalis berhadapan dengan beragam peristiwa dengan berbagai pandangan dan kompleksitasnya. Lewat
frame, jurnalis mengemas peristiwa yang kompleks itu menjadi peristiwa yang dapat dipahami, dengan perspektif tertentu dan lebih menarik perhatian khalayak.
Frame media dengan demikian adalah bentuk yang muncul dari pikiran kognisi, penafsiran, dan penyajian, dari seleksi, penekanan, dan pengucilan dengan
menggunakan simbol-simbol yang dilakukan secara teratur dalam wacana yang terorganisir, baik dalam bentuk verbal maupun visual. Dengan frame, jurnalis
memproses berbagai informasi yang tersedia dengan jalan mengemasnya sedemikian rupa dalam kategori kognitif tertentu dan disampaikan kepada
khalayak Eriyanto, 2004: 68-69.
Ada dua aspek dalam framing. Pertama, memilih fakta realitas. Proses
memilih fakta ini didasarkan pada asumsi, wartawan tidak mungkin memilih peristiwa tanpa perspektif. Dalam memilih fakta ini selalu terkandung dua
kemungkinan: apa yang dipilih included dan apa yang dibuang excluded. Bagian mana yang ditekankan dalam realitas? Bagian mana dari realitas yang
diberitakan dan bagian mana dari realitas ang tidak diberitakan ? penekanan aspek tertentu itu dilakukan dengan memilih angle tertentu, memilih fakta tertentu, dan
melupakan fakta yang lain, memberitakan aspek tertentu dan melupakan aspek lainnya. Intinya, peristiwa dilihat dari sisi tertentu. Akibatnya, pemahaman dan
konstruksi atas suatu peristiwa bias jadi berbeda antara satu media dengan media lain. Media yang menekankan aspek tertentu, memilih fakta tertentu akan
menghasilkan berita yang bisa jadi berbeda kalau media menekankan aspek atau peristiwa yang lain.
Universitas Sumatera Utara
Kedua, menuliskan fakta. Proses ini berhubungan dengan bagaimana
fakta yang dipilih itu disajikan kepada khalayak. Gagasan itu diungkapkan dengan kata, kalimat dan proposisi apa, dengan bantuan aksentuasi foto dan gambar apa,
dan sebagainya. Bagaimana fakta yang sudah dipilih tersebut ditekankan dengan pemakaian perangkat tertentu: penempatan yang mencolok menempatkan di
headline depan, atau bagian belakang, pengulangan, pemakaian grafis untuk mendukung dan memperkuat penonjolan, pemakaian label tertentu ketika
menggambarkan orang peristiwa yang diberitakan, asosiasi dengan simbol budaya, generalisasi, simplifikasi, dan pemakaian kata yang mencolok, gambar,
dan sebagainya. Elemen menulis fakta ini berhubungan dengan penonjolan realitas. Pemakaian kata, kalimat, atau foto itu merupakan implikasi dari memilih
aspek tertentu dari realitas. Akibatnya, aspek tertentu yang ditonjolkan menjadi menonjol, lebih mendapat alokasi dan perhatian yang besar dibandingkan aspek
yang lain. Semua aspek itu, dipakai untuk membuat dimensi tertentu dari konstruksi berita menjadi bermakna dan diingat oleh khalayak Eriyanto, 2004:
69-70. Konsep framing dalam studi media banyak mendapat pengaruh dari
lapangan psikologi dan sosiologi. Namun, secara umum teori framing dapat dilihat dalam dua tradisi yaitu psikologi dan sosiologi.
Sebuah realitas bisa jadi dibingkai dan dimaknai secara berbeda oleh media. Bahkan pemaknaan itu bisa jadi akan sangat berbeda. Realitas yang begitu
kompleks dan penuh dimensi, ketika dimuat dalam berita bisa jadi akan menjadi realitas satu dimensi. Perbedaan muncul karena realitas pada dasarnya bukan
ditangkap dan ditulis, realitas sebaliknya dikonstruksi. Dalam proses konstruksi
Universitas Sumatera Utara
tersebut ada banyak penafsiran dan pemaknaan yang berbeda-beda dalam memahami realitas. Analisis framing membantu kita untuk mengetahui bagaimana
realitas peristiwa yang sama itu dikemas secara berbeda oleh wartawan sehingga menghasilkan berita yang secara radikal berbeda.
Salah satu efek framing yang paling mendasar adalah realitas sosial yang kompleks, penuh dimensi, dan tidak beraturan disajikan dalam berita sebagai
sesuatu yang sederhana beraturan dan memenuhi logika tertentu. Framing menyediakan alat bagaimana peristiwa dibentuk dan dikemas dalam kategori yang
dikenal khalayak. Karena itu, framing menolong khalayak untuk memproses informasi ke dalam kategori yang dikenal, kata-kata kunci dan citra tertentu.
Khalayak bukan disediakan informasi yang rumit, melainkan informasi yang tinggal ambil, kontekstual, berarti bagi dirinya dan dikenal dalam benak mereka.
Teori framing menunjukkan bagaimana jurnalis membuat simplifikasi, prioritas, dan struktur tertentu dari peristiwa. Karenanya framing menyediakan kunci
bagaimana peristiwa dipahami oleh media dan ditafsirkan ke dalam bentuk berita. Karena media melihat peristiwa dari kacamata tertentu maka realitas setelah
dilihat khalayak adalah realitas yang sudah terbentuk oleh bingkai media. Di sini media cenderung melihat realitas sebagai sesuatu yang sederhana. Misalnya,
liputan terorisme yang kompleks disederhanakan sebagai tindakan tidak bermoral. Konflik etnis, rasial, diberitakan semata sebagai konflik atau kerusuhan Eriyanto,
2004: 140.
Ada beberapa hal yang menjadi ciri suatu frame antara lain, menonjolkan aspek tertentu-mengaburkan aspek lain. Framing umumnya ditandai dengan
mnonjolkan aspek tertentu dari realitas. Dalam penulisan sering disebut sebagai
Universitas Sumatera Utara
fokus. Berita secara sadar atau tidak diarahkan pada aspek tertentu. Akibatnya, ada aspek lainnya yang tidak mendapatkan perhatian yang memadai. Pemberitaan
suatu peristiwa dari perspektif politik misalnya, mengabaikan aspek lain: ekonomi, sosial, dan sebagainya.
Menampilkan sisi tertentu-melupakan sisi lain. Sebut misalnya
pemberitaan media mengenai aksi mahasiswa. Berita misalnya, banyak menampilkan bagaimana demonstrasi akhirnya diwarnai dengan bentrokan. Berita
secara panjang lebar menggambarkan proses bentrokan, mahasiswa yang nekad menembus barikade, dan akhirnya diwarnai dengan puluhan mahasiswa yang
luka-luka. Dengan menampilkan sisi seperti ini dalam berita, ada sisi lain yang dilupakan. Yakni, apa tuntutan dari mahasiswa tersebut? Seolah dengan
menggambarkan berita seperti itu, demonstrasi tersebut tidak ada gunanya. Mahasiswa hanya bermaksud mencari sensasi dan berusaha membuat keributan
saja di tengah masyarakat. Berita misalnya, ditandai dengan gerutuan sopir angkutan yang tidak suka dengan demonstrasi karena menyebabkan kemacetan,
dan sebagainya. Di sini, menampilkan aspek terterntu menyebabkan aspek lain yang penting dalam memahami relaitas tidak mendapatkan liputan yang memadai
dalam berita.
Menampilkan aktor tertentu-menyembunyikan aktor lainnya. Berita
sering kali juga memfokuskan pemberitaan pada aktor tertentu. Ini tentu saja tidak salah. Tetapi efek yang segera terlihat adalah memfokuskan pada satu pihak atau
aktor tertentu menyebabkan aktor lain yang mungkin relevan dan penting dalam
pemberitaan menjadi tersembunyi Eriyanto, 2004: 141-142.
Universitas Sumatera Utara
Sasaran dari analisis framing, sebagai salah satu metode analisis wacana, adalah menemukan “aturan dan norma” yang tersembunyi di balik sebuah teks.
Teknik ini dipergunakan untuk mengetahui perspektif atau pendekatan yang dipergunakan oleh sebuah media dalam mengkonstruksikan sebuah peristiwa.
Analisis ini membantu kita melihat secara lebih mendalam bagaimana pesan diorganisir, digunakan, dan dipahami Hamad, 2004: 2003
II.2. Analisis Framing Model Zhongdang Pan dan Gerald M. Kosicki