IV.2.2. Frame 2: Insiden Universitas Nasional
Aksi unjuk rasa mahasiswa menolak kenaikan harga BBM yang paling mendapat sorotan media Indonesia adalah aksi mahasiswa Universitas Nasional
Unas. Aksi penolakan tersebut berubah menjadi ricuh dan bentrok antara mahasiswa dan aparat kepolisian. Isu ini semakin mencuat ketika timbul korban
meninggal dari pihak mahasiswa yang diduga akibat bentrok dengan aparat. Isu yang banyak diangkat media dari peristiwa ini adalah anarkisme dan pelanggaran
hukum penyelesaian secara hukum.
IV.2.2.1. Analisis Framing terhadap Harian Waspada
Waspada menampilkan beragam pemaknaan atas berita-berita seputar isu Insiden Unas yang diturunkannya. Berita pertama tanggal 25 Mei berjudul
“Penyerangan Polisi ke Kampus Unas Langgar HAM”. Secara sintaksis kalimat judul tersebut sudah merupakan pemaknaan Waspada sendiri tentang posisi polisi
sebagai pihak yang bersalah. Dalam tubuh berita, judul ini didukung oleh kutipan pernyataan Ridha Saleh, Wakil Ketua Komnas HAM.
“Dengan melakukan pemukulan dan penangkapan saat mahasiswa sedang berdemo menolak kenaikan BBM oleh polisi,
itu pelanggaaran HAM,” katanya, di Jakarta, Sabtu 245 siang.
Makna lain yang dimunculkan Waspada terlihat dari berita tanggal 27 Mei. Insiden Unas menimbulkan citra yang sangat buruk terhadap kampus
tersebut, di samping kerusuhan yang mengakibatkan kerusakan fasilitas kampus, penangkapan sejumlah mahasiswa, juga penemuan barang-barang terlarang, dan
bahan peledak di areal kampus. Dalam berita yang berjudul “Rektor: Demo Unas Disusupi Orang Bukan Mahasiswa” ini, Waspada menunjukkan perhatian
Universitas Sumatera Utara
pimpinan Unas Rektor dengan membela mahasiswa dan nama kampus itu. Skema ini terlihat di awal paragraf. Waspada menempatkan pernyataan tegas
Rektor itu sebagai informasi yang sangat penting. Pernyataan itu dimaknai sebagai pembelaan usaha pengembalian nama baik kampus.
JAKARTA Antara: Rektor Unas menegaskan, aksi mahasiswa Universitas Nasional Unas, Jumat 235 pagi yang
berakhir bentrok dan penyerbuan aparat kepolisian diduga kuat disusupi oleh kelompok atau orang bukan berstatus mahasiswa
Unas.
Waspada juga memaknai isu pro-kontra penyebab kematian salah seorang mahasiswa Unas. Secara sintaksis, Waspada memahami peristiwa meninggalnya
mahasiswa Unas sebagai kasus yang belum terpecahkan. Judul “Kematian Mahasiswa Unas Masih Misteri” ini memperlihatkan makna tersebut. Jika
sebelumnya citra Unas yang menjadi buruk, peristiwa ini mendorong pemikiran khalayak bahwa mahasiswa tersebut meninggal akibat dianiaya polisi. Dalam
berita yang sama Waspada memuat pernyataan Kadiv Humas Polri sebagai pembelaan dan bantahan atas tuduhan tersebut. Terkait isu ini Waspada juga
memuat pernyataan Wapres RI di berita yang lain 23 Juni. Pernyataan tersebut menjadi penting karena dikeluarkan oleh Wakil Presiden, di samping itu
pernyataan ini dimuat untuk menertibkan pro-kontra yang terjadi. “Persoalan kematian mahasiswa Unas itu kita
percayakanlah pada ahlinya dan yang berwenang,” jawabnya singkat kepada sejumlah wartawan….
Pemaknaan yang muncul lewat struktur sintaksis juga dapat dilihat dari strategi pengisahan skrip Waspada. Usaha pembelaan terhadap mahasiswa dan
kampus oleh Rektor Unas diceritakan secara berkesinambungan di tiap
Universitas Sumatera Utara
paragrafnya. Usaha pembelaan itu ditunjukkan melalui bukti yang didapat melalui investigasi pihak Unas. Dari hasil investigasi tersebut diketahui bahwa sebagian
orang yang ditangkap polisi bukanlah mahasiswa Unas. Di balik cerita tersebut, dapat dilihat bagaimana usaha pihak Unas dalam memperbaiki nama baik kampus
dan membebaskan mahasiswa. Pembelaan kuat tersebut juga ditunjukkan Waspada melalui pengisahan pandangan-pandangan Rektor Unas atas bukti yang
ditemukan pihak kepolisian di areal kampus. Berkaitan dengan ditemukannya dua buah granat tangan
nanas di Kampus Unas, Rektor Unas menduga ada upaya pihak tertentu untuk mendeskriditkan Unas. Karena itu, pihak Unas
mendesak Polri agar mengusut masalah tersebut sampai tuntas. ……………………………………………………………………...
Mengenai ditemukannya ganja di kampus itu, Rektor Unas menjelaskan, hal itu harus diselidiki. Unas sejak 1980-an
menerapkan larangan bagi civitas akademika membawa ganja dan Narkoba ke kampus. Jika terbukti membawa Narkoba ke kampus
diberhentikan dipecat.
Pro-kontra penyebab kematian mahasiswa Unas terlihat dari cara penceritaan Waspada. Tanggal 21 Juni Waspada menampilkan judul pro-kontra
tersebut. Awal pemberitaan mengisahkan bantahan Abubakar tentang penganiayaan sebagai penyebab kematian Maftuh. Sedangkan pro-kontra
dihadiran dalam 1 sub-judul “AIDS”. Pola pengisahan berita seperti ini memperlihatkan kemungkinan besar bantahan Abubakar adalah benar. Pernyataan
pihak kedokteran sebagai yang ahli di bidang medis mendukung pernyataan Abubakar.
Pengisahan pernyataan mahasiswa yang kontra dengan hasil otopsi tersebut sepertinya hanya dijadikan sebagai penyeimbang berita. Dari berita
selanjutnya Waspada mengisahkan hasil otopsi yang mencirikan penyakit yang
Universitas Sumatera Utara
diderita mahasiswa tersebut. Stategi pengisahan seperti ini menunjukkan pembenaran akan keyakinan Abubakar.
Citra kepolisian Indonesia menjadi negatif dengan berita “Enam Polisi Tersangka Insiden Unas”. Dalam berita ini, Waspada menuturkan pelanggaran
polisi dalam mengamankan aksi. Dia menuturkan, kesalahan enam orang dari Satuan
Pengendali Massa Dalmas Polres Jaksel itu melakukan pelanggaran dengan memukul mahasiswa sewaktu melakukan
penangkapan di Unas.
Berdasarkan unsur tematik, ada dua tema dominan yang diusung Waspada. Pertama, polisi melanggar peraturan dalam mengamankan aksi mahasiswa. Tema
ini muncul dan ditekankan lewat pernyataan Komnas HAM. Judul berita tanggal 25 Mei misalnya mewakili makna yang dibawa. Tema yang sama muncul kembali
pada berita tanggal 31 Mei. Dalam tubuh berita dituliskan fakta pemeriksaan dan penetapan status tersangka pada sejumlah polisi. Pelanggaran polisi tersebut
ditekankan dalam kalimat di sub-judul sebagai berikut: JAKARTA Antara: Pihak kepolisian berdasarkan hasil
pemeriksaan awal telah menetapkan enam petugas kepolisian sebagai tersangka insiden penyerbuan ke Kampus Universitas
Nasional Unas di Jakarta Selatan, Sabtu 245 pagi.
Kedua, mahasiswa Unas, Maftuh Fauzi meninggal bukan karena penganiayaan. Penyebab kematian Maftuh disajikan lewat penulisan detail hasil
pemeriksaan yang tidak sama oleh beberapa rumah sakit. Namun, di awal teks Waspada memuat pernyataan tegas Kadiv Humas Polri bahwa Maftuh meninggal
bukan karena penganiayaan 21 Juni. “….Tapi saya dapat memastikan, penyebab kematian bukan
karena penganiayaan,” katanya.
Universitas Sumatera Utara
Pada berita tanggal 23 Juni, Waspada lebih jelas memuat perbedaan hasil pemeriksaan tim medis. Jika dalam berita tanggal 21 Juni Waspada menyatakan
“Kematian Mahasiswa Unas Masih Misteri”, dalam berita ini Waspada memuat beberapa versi tim medis tersebut. Informasi terkait ditulis dalam paragraf yang
berurutan untuk menunjukkan lebih jelas hasil pemeriksaan yang berlawanan itu. Sementara kasus kematian Maftuh penyebabnya masih ada
beberapa versi, yaitu berdasarkan Rumah Sakit Pusat Pertamina RSPP Jalarta, almarhum terkena virus HIV AIDS, dan dari
Rumah Sakit RS UKI menerangkan terdapat dua luka di kepala mahasiswa Unas itu.
Proposisi yang berlawanan ditunjukkan di akhir paragraf tentang hasil pemeriksaan RS UKI. Paragraf berikutnya Waspada menulis fakta tentang hasil
otopsi tim medis. Sedangkan keterangan RS Margono, Kabupaten Kebumen
dan Universitas Diponegoro Semarang, Jawa Tengah, ditemukan dua luka memar di kepala, luka jahit di dada, infeksi akut dan
pembengkakan hati.
Kata “sementara” menunjukkan koherensi pembeda dengan paragraf sebelumnya. Gabungan hasil pemeriksaan RSPP dan RS UKI yang berbeda
ternyata menjadi hasil otopsi tim medis. Walaupun tidak disebutkan dalam hasil otopsi Maftuh menderita AIDS, penulisan ditemukannya organ-organ tubuh
Maftuh yang tidak normal infeksi dan pembengkakan hati memaknai bahwa Maftuh menderita suatu penyakit. Pro-kontra penyebab kematian mahasiswa Unas
apakah dianiaya atau karena penyakit secara tidak langsung dijawab di akhir berita.
Terkait hasil otopsi, ketua tim forensik RSUD Margono Soekarjo, dr. M. Zaenuri Samsul Hidayat mengatakan, adanya luka
memar akibat bersentuhan dengan benda tumpul.
Universitas Sumatera Utara
Menurut dia, luka ini telah mengalami kesembuhan, sedangkan di bagian rongga kepala tidak ditemukan tanda-tanda
pendarahan atau kerusakan. Dia mengatakan, tim juga menemukan adanya luka yang telah dijahit dan mengalami penyembuhan di
dada kiri bagian atas. Namun kata dia, pada pemeriksaan rongga dada terdapat tanda-tanda infeksi akut pada kedua paru-paru.
“Bahkan, kita juga dapat melihat dengan mata telanjang adanya pembesaran hati dan limpa yang akut dan menahun,” katanya.
Secara retoris, penekanan fakta bahwa Maftuh meninggal karena sakit ditunjukkan pada kalimat terakhir “Bahkan, kita juga dapat melihat dengan mata
telanjang adanya pembesaran hati dan limpa yang akut dan menahun”. Kata “akut dan menahun” mengartikan organ yang disebut sudah rusak parah dan menahun.
Waspada menyatakan secara tidak langsung penyebab kematian Maftuh karena penyakit.
Dari segi gambar, Waspada memberi penekanan dengan memuat gambar orang tua dan wali mahasiswa Unas. Ekspresi yang ditunjukkan para orang tua
dan wali tersebut menunjukkan perasaan sedih karena penangkapan mahasiswa. Judul caption foto tanggal 28 Mei “Mengadu ke Komnas” ditambah dengan
ekspresi tangis para orang tua tersebut menekankan perasaan sedih mereka atas penangkapan anak-anaknya sehingga mengadu meminta pihak Komnas HAM
membela hak dan memperjuangkan kebebasan mahasiswa tersebut. Dalam teks berita, ekspresi kesedihan itu ditunjang dengan pernyataan orang tua yang merasa
penangkapan mahasiswa-mahasiswa itu tidak adil, misalnya dari perlakuan polisi terhadap mahasiswa yang tidak baik dan salah tangkap terhadap mahasiswa.
Universitas Sumatera Utara
Tabel 10. Perangkat Penanda Frame Insiden Unas di Harian Waspada.
Frame: Polisi melanggar HAM, mahasiswa Unas meninggal bukan karena penganiayaan.
Elemen Strategi Penulisan
Sintaksis 1 Polisi melanggar peraturan dalam menangani kasus
Insiden Unas, 2 Rektor Unas menunjukkan perhatian pada demo yang berakhir ricuh di Unas, 3 Pro-kontra
kematian mahasiswa Unas. Skrip
1 Pengisahan pandangan Rektor terhadap bukti-bukti temuan polisi, 2 Pengisahan pernyataan medis dan hasil
otopsi Maftuh. Tematik
1 Polisi melanggar peraturan dalam mengamankan aksi mahasiswa, 2 Penyebab kematian mahasiswa Unas
adalah penyakit bkan penganiayaan. Retoris
1 Gambar: ekspresi kesedihan keluarga mahasiswa Unas yang ditangkap polisi yang menekankan permintaan
pembebasan mahasiswa Unas, 2 Penekanan pada pernyataan hasil otopsi tim medis menekankan Maftuh
meninggal karena penyakit.
Universitas Sumatera Utara
IV.2.2.2. Analisis Framing terhadap Harian Analisa
Peristiwa Insiden Unas pertama kali diberitakan Analisa dalam edisi 25 Mei 2008 dengan judul “Penyerangan Polisi ke Kampus Unas Langgar HAM”.
Pada berita ini, Analisa memandang tindakan polisi memasuki wilayah kampus untuk mengejar mahasiswa sebagai tindakan penyerangan dan melanggar HAM.
Secara sintaksis, judul tersebut secara tegas membingkai pengejaran mahasiswa oleh polisi sampai kea real kampus sebagai pelanggaran, frame ini dapat dilihat
dari cara penulisan Analisa. Latar yang dibangun dalam berita ini adalah tindakan anarkis aparat
kepolisian dalam mengamankan aksi. Analisa memakai pernyataan Ridha Saleh Wakil Ketua Komnas HAM sebagai pembuka paragraf berita tentang tindakan
polisi tersebut. Dalam berita juga dikutip pernyataan Ridha Saleh terkait pelanggaran apa saja yang dilakukan aparat.
JAKARTA Analisa Wakil Ketua Komisi Nasional Hak Asasi Manusia
Komnas HAM, Ridha Saleh menyatakan, tindakan polisi menyerang kampus Universitas Nasional Unas dengan memukuli
mahasiswa, melanggar HAM dan pimpinan kepolisian harus menindak anak buahnya yang berlaku brutal itu.
“Dengan melakukan pemukulan dan penangkapan saat mahasiswa sedang berdemo menolak kenaikan BBM oleh polisi,
itu pelanggaran HAM,” katanya, di Jakarta, Sabtu. ………………………………………………………………………
“Bahkan laporan dari mahasiswa, aparat polisi itu menggunakan kata-kata kasar kepada mahasiswa, seperti, “bunuh”,
atau “habisi saja”. Itu sudah melanggar HAM,” katanya.
Selain Ridha Saleh, Analisa juga memuat narasumber Alysius Rebong Ketua Umum Perhimpunan Alumni Aktivis Universitas Nasional dan Andi
Gembul Sekretaris Perhimpunan Alumni Aktivis Universitas Nasional. Pernyataan-pernyataan mereka juga mendukung pembingkaian pelanggaran HAM
Universitas Sumatera Utara
oleh aparat. Berita ini tidak memuat pernyataan dari pihak kepolisian sebagai penyeimbang sehingga semakin menonjolkan tindak kekerasan aparat dalam
mengamankan aksi. Dari struktur skrip, cara pengisahan berita ini menonjolkan fakta melalui
pernyataan-pernyataan narasumber. Dari awal sampai akhir pemberitaan, Analisa mengisahkan tindakan kepolisian yang disebut melanggar HAM tersebut.
Misalnya menyerang kampus, pemukulan dan penangkapan, dan pengrusakan fasilitas kampus.
Sehari berikutnya, Analisa memuat berita lain dari sisi yang berlawanan yaitu kepolisian 26 Mei dengan judul “Polri: Mahasiswa Serang Polisi dengan
Batu dan Molotov”, dengan judul kecil “Mahasiswa Unas Ancam Serbu Polres Jaksel Senin”. Berita ini merupakan follow-up news dan bisa disebut sebagai
berita pembelaan diri polisi terhadap isu yang dituduhkan pada mereka. Secara sintaksis, seperti judul, di awal paragraf Analisa memuat pernyataan dari pihak
kepolisian sebagai pembelaannya. Jakarta, Analisa
Kepala Divisi Humas Polri, Irjen Pol Abubakar Nataprawira mengatakan, ratusan mahasiswa telah terlebih dahulu
menyerang polisi sehingga membuat persediaan polisi menanggapi para mahasiswa di depan kampus Universitas Nasional Unas,
Jakarta Sabtu 245 saat unjuk rasa menolak kenaiakan bahan baker minyak BBM.
Pada teks berita selanjutnya merupakan bantahan pihak kepolisian atas tuduhan penyerangan polisi ke dalam kampus. Narasumber yang dimuat adalah
Abubakar Nataprawira. Pernyataan Abubakar yang dikutip Analisa memaknai bahwa penyerangan mahasiswa tersebut merupakan tindak pidana yang harus
ditangkap walau ke areal kampus sekalipun.
Universitas Sumatera Utara
Berdasarkan skema berita, makna yang dibangun adalah pelaku anarkis yang sebenarnya adalah mahasiswa karena menyerang polisi lebih dahulu. Sejalan
dengan berita tersebut, tanggal 27 Mei Analisa memuat kembali pembelaan aparat kepolisian dengan memakai narasumber pihak kepolisian yang jabatannya lebih
tinggi yaitu Kapolri Sutanto. Judul berita “Kapolri: Tidak Ada Pelanggaran HAM tapi Penindakan Secara Hukumi” menegaskan makna bahwa aparat tidak bersalah
atas Insiden Unas. Secara sintaksis, pernyataan Kapolri sebagai judul berita dinilai cukup penting, dalam teks berita ditunjukkan kesalahan-kesalahan mahasiswa
dalam berunjuk rasa sehingga patut ditindak secara hukum. Dalam tubuh berita, Analisa juga memuat kembali kutipan pernyataan
Ridha Saleh yang menyatakan polisi melanggar HAM. Dilanjutkan dengan penjelasan Kapolri yang memaknai aksi polisi adalah untuk menjaga kenyamanan
dan keamanan masyarakat sekitar. Strategi penyusunan berita seperti ini memposisikan pernyataan Ridha
Saleh sebagai berita yang tidak lengkap karena tidak memuat alasan aparat mengejar mahasiswa. Posisi pernyataan Ridha Saleh dinilai cukup penting
ditempatkan di paragraf awal namun menunjukkan nilai negatif karena diapit oleh pernyataan panjang dari pihak kepolisian yang membantah pernyataan
Komnas HAM tersebut. Dari segi struktur skrip, kedua berita tersebut 26 dan 27 Mei
mengisahkan secara detail kronologis latar belakang masuknya aparat ke kampus Unas untuk menangkap mahasiswa. Pada berita tanggal 26 Mei, penonjolan
klimaks cerita terlihat dari pengisahan terjadinya pengejaran mahasiswa oleh polisi.
Universitas Sumatera Utara
Aksi serangan mahasiswa kepada polisi itu terjadi pada pukul 04.30 WIB. Malam harinya, Jumat 235, sekitar pukul
20.00 WIB, polisi sempat diserang dengan bom molotov namun aksi ini mereda pada pukul 22.00 WIB.
“Antara pukul 22.00 WIB hingga 04.30 WIB, situasi tertib. Mahasiswa masuk ke dalam kampus, polisi di luar. Karena itulah,
polisi santai-santai di luar kampus untuk istirahat. Tidak diduga, pagi hari pada pukul 04.30 WIB, polisi diserang ratusan
mahasiswa,” katanya.
Setelah memberitakan tuduhan dan bantahan kepolisian terkait penangkapan mahasiswa sampai masuk ke areal kampus Unas, Analisa memuat
berita lain dengan makna yang berbeda dari sebelumnya. Pihak Polda Metro Jaya memutuskan melakukan pemeriksaan terhadap sejumlah petugas kepolisian terkait
Insiden Unas. Berita tanggal 29 Mei, dengan judul “Polda Metro Jaya Periksa 78 Petugas Kepolisian terkait Insiden Unas” ini, khalayak digiring pada pemaknaan
bahwa tindakan tersebut mengikuti permintaan Komnas HAM dan mengabaikan pernyataan Kapolri sendiri. Walau tidak memuat latar alasan kenapa akhirnya
dilakukan pemeriksaan terhadap 78 petugas kepolisian tersebut, dalam teks Analisa kembali memuat 1-2 paragraf berita tentang pernyataan Kapolri dan
Ridha Saleh. Sebelumnya, Kapolri Jenderal Pol Sutanto pada Senin
265 mengatakan, tidak ada pelanggaran hak asasi manusia HAM saat polisi menangkap para pengunjuk rasa di depan
Universitas Nasional Unas, Sabtu 245 tapi yang terjadi adalah penindakan secara hukum.
“Kalau tidak ditindak, maka keamanan masyarakat bisa terganggu,” kata Kapolri.
Sementara itu, Wakil Ketua Komisi Nasional Hak Asasi Manusia Komnas HAM, Ridha Saleh mengatakan, tindakan
polisi untuk menangkap para pengunjuk rasa itu melanggar HAM dan pimpinan kepolisian harus menindak anak buahnya yang
berlaku brutal itu.
Universitas Sumatera Utara
Secara tidak langsung dimuatnya kembali penggalan berita tersebut memunculkan perbandingan oleh khalayak. Tindakan yang diambil Polda Metro
Jaya ini memunculkan makna seperti yang muncul pada berita tanggal 25 Mei: aksi penyerangan polisi ke kampus Unas melanggar HAM. pemaknaan ini
semakin menonjol dengan adanya follow-up lagi yaitu berita tanggal 31 Mei tentang ditetapkannya 6 polisi sebagai tersangka dalam Insiden Unas. Isu yang
dibawa berita ini secara tidak langsung membenarkan pernyataan Komnas HAM tentang pemukulan dan penangkapan mahasiswa oleh polisi merupakan
pelanggaran HAM. Berdasarkan struktur tematik, terdapat dua tema yang ditampilkan Analisa
lewat berita yang memuat isu Insiden Unas ini. Pertama, penangkapan mahasiswa oleh aparat sampai ke areal kampus dinilai melanggar HAM. makna ini
diperlihatkan dengan jelas oleh Analisa melalui judul berita tanggal 25 Mei. Sebenarnya Analisa lebih banyak memuat berita yang berisi pernyataan
narasumber dari pihak kepolisian, misalnya Kapolri atau Humas Polri. Hal ini menunjukkan makna bahwa aparat berusaha membela anak buahnya dan nama
baik kepolisian. Namun, berita pemeriksaan dan penetapan sejumlah aparat sebagai tersangka menunjukkan polisi bersalah dan memunculkan tema
pelanggaran HAM oleh polisi sebagai tema yang lebih dominan. Kedua, kematian mahasiswa Unas bukan akibat penganiayaan. Tema ini
muncul pada berita Analisa tanggal 21 Juni 2008. Dalam teks berita, Analisa menekankan tema tersebut melalui penulisan kalimat langsung pernyataan Humas
Polri.
Universitas Sumatera Utara
“Biar lebih objektif, dokter saja yang menjelaskan masalah ini. Tapi saya dapat memastikan, penyebab kematian bukan karena
penganiayaan,” katanya.
Penulisan fakta seperti itu, memberikan pemaknaan polisi tidak bersalah atas kematian salah satu tersangka kasus Insiden Unas tersebut.
Berdasarkan struktur retoris, makna pelanggaran HAM oleh polisi ditekankan dalam judul berita tanggal 25 Mei yang juga merupakan pembingkaian
Analisa. Berbeda dengan berita semisal tanggal 26 atau 27 Mei, judul berita tersebut menggunakan tanda baca “:” baca: titik dua yang menandakan kalimat
judul adalah pernyataan dari kata sebelum tanda “:” yaitu Polri dan Kapolri. Dari judul berita, dapat dimaknai kalimat judul bukan pernyataan Analisa tapi
pernyataan pihak kepolisian yang dijadikan judul. Pada berita 26 Mei, judul kecil “Bantah Isu Penjarahan”, penekanan fakta
polisi karena ruang yang diberikan sedikit. Penekanan terlihat pada proses hukum bagi mahasiswa yang ditangkap saat Insiden Unas. Fakta tentang pelanggaran
hukum oleh mahasiswa ditekankan lewat pernyataan Polri. Pernyataan tersebut merinci aspek yuridis yang dilanggar mahasiswa. Kutipan pernyataan itu
menunjukkan citra buruk mahasiswa sebagai pemuda karena terlibat narkoba dan aksi mahasiswa anarkis keroyokan.
Setelah diperiksa, Polres Metro Jakarta Selatan menetapkan 55 mahasiswa sebagai tersangka kasus narkoba sebab mereka
kedapatan mengedarkan, menyimpan, memiliki dan memakai ganja.
Dari jumlah itu, 39 mahasiswa tidak ditahan karena hanya memakai ganja namun proses hukum tetap jalan terus. “16
mahasiswa lainnya ditahan karena melanggar UU No.22 Tahun 1997 tentang narkotika,” katanya.
Selain itu, ada 18 mahasiswa ditahan dengan tuduhan melanggar pasal 160 KUHP tentang menggerakkan orang lain
berbuat tindak pidana, 170 KUHP tentang pengeroyokan, pasal
Universitas Sumatera Utara
212 KUHP tentang melawan petugas dan pasal 214 KUHP tentang secara bersama-sama melawan petugas hingga luka-luka.
Tabel 11. Perangkat Penanda Frame Insiden Unas di Harian Analisa.
Frame: Polisi Melanggar HAM dalam Menertibkan Demo Mahasiswa Unas.
Elemen Strategi Penulisan
Sintaksis Pernyataan Wakil Ketua Komnas HAM menekankan
tindakan anarkis aparat kepolisian dalam mengamankan menertibkan aksi mahasiswa Unas. Kutipan pernyataan
Kapolri sebagai judul menekankan bantahan polisi atas tuduhan Komnas HAM tersebut.
Skrip Strategi bercerita pelanggaran peraturan oleh mahasiswa
dan penetapan sejumlah aparat sebagai tersangka atas pemukulan mahasiswa.
Tematik 1 Penekanan pada judul aparat melanggar HAM, 2
Kematian mahasiswa Unas bukan akibat penganiayaan. Retoris
Pemaparan aspek-aspek yuridis peraturan yang dilanggar oleh mahasiswa
Universitas Sumatera Utara
IV.2.3. Frame 3: Respon Pemerintah Polisi terhadap Demo