sebagaimana yang sudah diketahui bahwa BA merupakan bahasa kasus yang artinya bahwa keberadaan fungsi gramatikal dalam BA tidak ditentukan oleh
keberadaan konstituen KBA dalam sistem tata urut kata, tetapi berdasarkan pada pemarkah kasus yang menandainya. Dengan demikian, KBA ini tentunya
memiliki perilaku yang berbeda dalam penentuan fungsi gramatikalnya dengan bahasa-bahasa nonkasus seperti bahasa Indonesia atau bahasa Inggris.
Di samping itu, keberadaan pemaparan fungsi gramatikal FG ini juga memiliki kepentingan lain, yakni bahwa FG ini dalam TLF merupakan motifasi
utama adanya str-f, sehingga dengan realitas ini saya merasa penting untuk menyampaikan FG yang terlibat dalam struktur KBA b-A, khususnya fungsi
ABA.
4.6.1 Fungsi Gramatikal Penyusun Kalimat Bahasa Arab Ber-Adjung
4.6.1.1 Subjek dan Objek
Subjek SUBJ dan objek OBJ BA merupakan FG terpenting penyusun kalimat BA beradjung KBA b-A. Hal ini jelas pastinya, karena kedua FG ini
merupakan FG inti argumen yang keberadaannya bersifat wajib dalam sebuah KBA sebagaimana bahasa-bahasa lain di dunia.
Sebagai bagian dari tipologi bahasa kasus, SUBJ dan OBJ BA diidentifikasi keberadaannya dalam kalimat melalui pemarkah kasus
8
. SUBJ diidentifikasi dengan kasus nominatif yang ditandai secara morfologis dengan
sufik –u pada nomina tentu definite dan –un pada nomina taktentu. Adapun OBJ
diidentifikasi dengan kasus akusatif yang secara mendasar teoritis ditandai oleh
sufiks –a pada nomina tentu dan –an pada nomina taktentu. Di samping itu, OBJ
dalam BA, khususnya dalam KBA b-A, dapat juga dimarkahi dengan kasus genitif. Fenomena ini tergambar dalam data berikut yang merupakan data KBA b-
A yang sudah dipaparkan sebelumnya. 81
washala ahmad-u
ila berlin amsi
Sampai PAST Ahmad-NOM ke Berlin kemarin
„Ahmad sampai di Berlin kemarin‟
ABA FAdv
Pada klausa 81 di atas, SUBJ kalimat berupa nomina nama diri ahmad yang dimarkahi dengan kasus nominatif berupa pemarkah sufiks
–u. Adapun OBJ dalam KBA b-A ini adalah frasa preposisi FP ila berlin. Dalam konteks tata
bahasa Arab, FP ini merupakan OBJ. Karena verba washala merupakan verba transitif berpreposisi, artinya bahwa verba ini membutuhkan kehadiran fungsi
OBJ untuk melengkapi kebutuhannya terhadap argumen, namun argumen verba ini harus diawali dengan preposisi. Ketidakhadiran argumen OBJ dalam kalimat
berverba seperti washala ini akan mengakibatkan ketidakgramatikalan kalimat karena verba ini, sebagaimana saya sampaikan, merupakan verba transitif.
Dengan demikian, saya simpulkan bahwa SUBJ dalam KBA b-A selalu berkasus nominatif. Adapun OBJ dapat berkasus akusatif dan juga genitif
tergantung dari verba yang berkontribusi dalam KBA b-A tersebut. Sebagai bagian dari kajian TLF, penggambaran fenomena kasus pada dua
FG ini SUBJ dan OBJ dapat kita realisasikan dalam bentuk tipe kondisi kasus Bresnan dan Nordlinger, 2011:17 sebagai berikut.
82 ↓ CASE = NOε ↑ SUBJ = ↓, artinya bahwa kasus nominatif
NOM merupakan penanda kasus bagi SUBJ.
83 ↓ CASE = AKUS ↑ OBJ = ↓, artinya bahwa kasus akusatif
AKUS merupakan penanda kasus bagi OBJ. 84
↓ CASE = GEN
↑ OBJ FP = ↓, artinya bahwa OBJ dapat berkasus genitif GEN jika OBJ berupa frasa preposisi.
4.6.1.2 Adjung Bahasa Arab