TENTANG HUKUM ACARA PERDATA I

E. TENTANG HUKUM ACARA PERDATA I

126. Apa yang dimaksud dengan eksepsi ?

 Tangkisan yang dilakukan oleh Tergugat atas gugatan Penggugat.

127. Kapankah eksepsi tersebut harus diajukan oleh Tergugat ?

 Eksepsi tentang kompetensi relative harus dilakukan bersama-sama dengan jawaban Tergugat atau dalam persidangan pertama.  Sedangkan eksepsi tentang Kompetensi absolute, boleh dlakukan setiap saat.

128. Apakah eksepsi dapat diajukan dan dipertimbangkan secara tersendiri / terpisah dari pokok perkara ?

 Eksepsi yang sekiranya hendak diajukan oleh Tergugat kecuali tentang Pengadilan tidak berwenang (kompetensi), tidak dapat diajukan dan dipertimbangkan secara terpisah tetapi harus diperiksa dan diputus bersama-sama dengan pokok perkara (ps 162 R.BG/136 HIR)

129. Jika Tergugat tidak hadir dalam persidangan pertama dan tidak pula mengutus kuasanya yang sah, padahal ia telah dipanggil dengan patut, namun ia mengajukan jawaban tertulis berupa eksepsi tentang tidak berwenag mengadili, apa tindakan yang harus dilakukan oleh majelis hakim ?

 Hakim wajib memeriksa dan memberi putusan atas eksepsi tersebut, meskipun Tergugat / kuasanya tidak hadir dipersidangan.

 Jika Tergugat telah mengajukan eksepsi tentang kewenangan mengadili, walaupun ia atau kuasanya sama sekali tidak pernah hadir dipersidangan, putusan hakim harus contradiktoir bukan verstek.

130. Bagaimana jika jawaban tertulis tersebut bukan eksepsi tentang tidak berwenang mengadili melainkan menyangkut pokok perkara ?

 Jawaban tertulis tersebut harus dikesampingkan, jika ia tetap tidak hadir dalam persidangan selanjutnya, maka perkara diputus dengan verstek.

131. Jika Tergugat akan mengajukan eksepsi, kapan eksepsi tersebut harus diajukan

 Eksepsi harus diajukan dalam kesempatan awal bersama-sama dengan jawaban tergugat, kecuali eksepsi tentang absolute competency.

132. Apa yang dimaksud dengan rekonvensi ?

 Gugat rekonvensi ialah Gugat balas / gugat balik yang diajukan oleh Tergugat asal (Penggugat rekonvensi) kepada Penggugat asal (Tergugat rekonvensi) dalam perkara yang sedang berjalan.

133. Sebutkan persyaratan untuk pengajuan gugat rekonversi tersebut.

 Gugat rekonvensi harus diajukan bersama-sama dengan pengajuan jawaban oleh Tergugat. (dalam tahap jawab menjawab) (ps 158 R,BG / 132.b HIR)

 Gugat rekonvensi tidak dapat diajukan ditingkat banding / kasasi. 

Dalam pengajuan gugat rekonvensi harus dibuat sedemikian rupa yaitu setelah Tergugat menjawab gugat konvensi baru kemudian mengajukan gugat rekonvensi dengan merinci semua alasannya (posita) dan mengajukan petitum (tuntutan).

134. Apakah dalam semua perkara dapat diajukan gugat rekonvensi oleh Tergugat ?

 Pada dasarnya gugat balas dapat diajukan dalam segala perkara, kecuali 

Semula dalam perkara itu Penggugat bukan bertindak untuk dirinya, sedangkan gugat rekonvensi ditujukan kepada diri pribadi Penggugat.

 Apabila PA tidak berwenang. 

Dalam hal perselisihan tentang pelaksanaan putusan hakim (ps 157 R.GB / 132.a HIR)

135. Bila Tergugat ada mengajukan gugat rekonvensi, bagaimana tindakan saudara sebagai hakim ?

 Kedua perkara itu diperiksa bersama-sama dan diputuskan dalam satu putusan, kecuali jika Hakim berpendapat bahwa perkara yang satu dapat diselesaikan lebih dahulu daripada yang lain.

 Dalam hal ini perkara yang dapat diperiksa lebih dahulu boleh didahulukan, namun gugatan semula dan atau gugat rekonvensi yang belum diputus tetap harus diperiksa oleh hakim yang sama, hingga dijatuhkan putusan akhir (ps158 RBG / 132.b HIR).

136. Jika kedua pemeriksaan dipisahkan dan diputuskan satu persatu, apakah terhadap setiap putusan dapat diajukan banding ?

 Terhadap masing-masing putusan dapat diajukan banding (ps 158 (5) RGB / ps 132.b.5 HIR).

137. Apa yang harus saudara lakukan terhadap gugat rekonvensi jika gugat konvensi dinyatakan tidak dapat diterima ?

 Jika gugat konvensi di NO maka gugat rekonvensi juga harus di NO.

138. Apa yang harus saudara lakukan terhadap gugat rekonvensi jika gugat konvensi ditolak ?

 Dilihat secara kasuistis, jika gugat rekonvensi adalah merupakan akibat dan atau sesuatu yang baru dapat terwujud jika telah terjadi perceraian, maka jika gugat konvensi tentang perceraian ditolak dengan sendirinya gugat rekonvensi juga harus ditolak.

139. Jika persidangan akan dimulai ternyata majelis hakim tidak lengkap, apa yang harus dilakukan ?

 Apabila ketua majelis yang ditunjuk berhalangan untuk bersidang, maka pemeriksaan perkara harus diundurkan, pengumuman tentang pengunduran persidangan tersebut disampaikan oleh salah satu dari hakim anggota majelis dengan didampingi oleh Panitera Pengganti.

 Jika yang berhalangan tersebut adalah salah satu dari hakim anggota, maka ia dapat digantikan oleh hakim anggota lainnya yang ditunjuk oleh KPA berdasarkan PMH.

140. Bagaimana jika Ketua Majelis Hakimnya berhalangan tetap ?

 Jika ketua Majelis hakim berhalangan tetap maka dilakukan penggantian Majelis dengan dibuatkan PMH baru oleh KPA.

141. Bagaimana proses pemeriksaan perkara yang telah berlangsung sementara majelis hakimnya diganti dengan PMH yang baru ?

 Majelis hakim yang baru harus melakukan pemeriksaan perkara tersebut sejak awal.

 Untuk menyingkat waktu setidak tidaknya harus dibacakan BAP terlebih dahulu, selanjutnya ketua majelis menanyakan kepada para pihak apakah ada perubahan atau penambahan keterangan dari hal-hal yang telah disampaikan sebelumnya. (SEMA No. 1 tahun 1961)

 Semua proses tersebut harus dimuat secara utuh dalam BAP.

142. Apa yang dimaksud dengan dictum putusan ?

 Diktum adalah amar putusan yang merupakan jawaban hakim atas petitum atau tuntutan Penggugat.

143. Sebelum membacakan / menentukan putusan tindakan apa yang harus dilakukan oleh majelis hakim ?

 Untuk menentukan suatu putusan atas perkara yang sedang diperiksa, majelis hakim wajib bermusyawarah untuk menentukan tentang putusan apa yang akan dijatuhkan.

144. Apakah ikhtisar / hasil permusyawaratan majelis hakim tersebut harus dimuat dalam berita acar persidangan ?

 Tidak perlu dimasukkan dalam BAP, karena musyawarah majelis hakim bersifat rahasia (ps 17 (3) UU No. 14 tahun 1970)

145. Apa yang disebut perkara perdata bagi badan Peradilan Agama?

 Perkara perdata adalah perkara yang didalamnya terkandung suatu tuntutan hak perdata antara pihak-pihak dan mengandung sengketa. Misalnya: (sesuai pasal 49 UU No.3 tahun 2006 ) - Perkawinan, - Kewarisan, - Wakaf, dan lain-lain.

146. Apa yang dimaksud azas "Tidak ada Sengketa tidak ada perkara?

 Yang dimaksud ialah istilah perkara mempunyai pengertian adanya tuntutan hak yang mengandung sengketa sehingga jika tidak terdapat sengketa diantara pihak-pihak tidak dapat disebut telah terjadi perkara.

147. Dalam hal bagaimana azas tersebut dapat disimpangi?

 Apabila ditentukan lain oleh Undang-undang

148. Peradilan yang demikian disebut apa?

 Disebut suatu proses peradilan yang bukan sebenarnya karena hanya terdiri satu pihak saja (ONEIGENLIJKE RECHTSPRAAK).

24. Sebutkan contoh-contoh yang diijinkan oleh ketentuan perundang- undangan? Antara lain:

 Dispensasi Nikah (pasal 7(2) UU No.1/1974). 

Ijin Nikah (pasal 6(5) UU No.1/1974). 

Wali Adhol (Peraturan Menteri Agama No.2/1987).

 Pencegahan perkawinan (pasal 17 UU No.1/1974). 

Penetapan ahli waris (pasal 49 UU No.3/2006)

25. Dapatkah penetapan voluntair dari Pengadilan dimintakan pembatalan oleh mereka Yang berkepentingan?

 Dapat.

26. Bagaimana caranya?

 Dengan cara mengajukan surat permohonan pembatalan atas penetapan yang bersangkutan kepada Mahkamah Agung atau Ketua Pengadilan Tinggi/Ketua Pengadilan Agama yang mengeluarkan penetapan tersebut.

27. Bagaimana petunjuk Mahkamah Agung tentang hal ini?

 Lihat surat TUADA Mahkamah Agung ULDILAG kepada KPTA dan KPA seluruh Indonesia Nomor MA/KUMDIL/264/ IX/K/1991. Lihat surat TUADA Mahakamah Agung ULDILAG kepada KPA Tabanan No.MA/KUMDIL/22INII/K/1991.

28. Apa yang menjadi dasar atas surat dari Mahkamah Agung tersebut?

 Ketetapan Mahkamah Agung – RI tanggal Juni 1973 No.5 Pen/Sip/1975.

29. Apakah ketentuan yang tersebut dalam pasal 236a HIR dapat disebut sebagai perkara voluntair?

 Hal itu tidak dapat disebut sebagai perkara voluntair karena tindakan pengadilan sesuai pasal 236a HIR bukan suatu perkara dalam suatu persidangan, melainkan hanya bersifat jasa administrasi saja (seperti akte notaris/diluar persidangan).

30. Ketentuan mana yang memberlakukan pasal 236a HIR tersebut bagi Pengadilan Agama diseluruh Indonesia?

 Pasal 107 ayat 2 UU No.7/1989.

31. Bagaimana caranya membuat penetapan ahli waris dan pembagian waris yang dimaksudkan pasal 236a HIR itu?

 Para ahli waris datang dan sepakat mengajukan permohonan pada pengadilan agar dibuatkan akta pembagian waris atau disebut Akta Comparitie.

32. Bagaimana apabila ternyata kemudian yang telah . menghadap tidak menyetujui bantuan yang diberikan oleh Pengadilan?

 Para pihak dapat mencabut permohonan bantuan tersebut dan mengajukanya dalam bentuk gugatan waris.

33. Dalam hal salah satu dari mereka yang telah menyetujui penetapan dan pembagian waris tersebut kemudian mengingkari yang telah disetujui bersama itu, apakah dapat minta bantuan Pengadilan untuk melaksanakan pembagian/eksekusi?

 Para pihak tidak dapat memohon eksekusi atas akta pembagian waris tersebut karena akta tersebut tidak dapat dieksekusi atau tidak mempunyai titel eksekutorial.

34. Dapatkah seorang ahli waris tunggal meminta bantuan pengadilan untuk menetapkan tentang penetapan dan pembagian waris dan penetapan ahli waris?

 Seseorang dapat mengajukan permohonan penetapan ahli waris  Seseorang dapat mengajukan permohonan penetapan ahli waris

35. Jelaskan tata cara pengajuan gugatan pada Pengadilan Agama ?

 Dengan cara mengajukan surat gugatan (atau secara tertulis) pada Ketua Pengadilan Agama dimana tergugat bertempat tinggal.

36. Sebutkan . dasar hukumnya?

 Pasal 118 ayat I HIR/pasal 142 ayat1 RBg.

37. Dapatkah gugatan diajukan secara lisan?

 Gugatan dapat diajukan secara lisan.

38. Dimana hal itu diatur?

 Diatur dalam pasal 120 HIR/pasal 144 ayat 1 RBg.

39. Jelaskan prosedurnya secara lengkap?

 Tuntutan disampaikan secara lisan kepada Ketua Pengadilan Agama/ Hakim yang ditunjuk.

 KPA mencatat atau menyuruh mencatat tuntutan penggugat kepada hakim yang ditunjuk.

 Gugatan yang telah dibuat, dibacakan kepada penggugat, apakah telah sesuai dengan tuntutannya.

 Surat gugatan ditandatangani oleh Ketua Pengadilan Agama/Hakim yang membuatkan surat gugatan.

40. Dapatkah gugat yang diajukan secara lisan, dalam persidangan kemudian 40. Dapatkah gugat yang diajukan secara lisan, dalam persidangan kemudian

 Dapat, penunjukkan ini cukup dicatat dalam, berita acara persidangan.

41. Dapatkah pengajuan surat gugat secara lisan itu sekaligus dengan menunjuk kuasanya?

 Dapat, dengan cara sipenerima kuasa ikut hadir pada saat gugatan lisan diucapkan dan sekaligus menguasakannya pada sipenerima kuasa di depan KPA/Hakim yang mencatatnya.

42. Apa yang dimaksud gugat cuma-cuma?

 Gugat cuma-cuma ialah gugatan yang dilakukan oleh pihak-pihak yang tidak mampu membayar biaya-biaya perkara.

43. Bagaimana prosedur gugatan cuma-cuma? 

Permohonan gugatan cuma-cuma diajukan kepada Ketua Pengadilan Agarna. dan Keteua Pengadilan Agama menetapan Majelis Hakimnya serta hari sidang untuk memeriksa tentang ketidak mampuannya tersebut. Bila ditolak maka pemohon harus membayar biaya perkara dan bila dikabulkan maka pemeriksaan terhadap pokok perkara dilanjutkan secara cuma-cuma.

44. Bagaimana pelaksanaan pemanggilan pihak berpekara baik penggugat maupun tergugat, dalam gugat cuma-cuma?

 Pemanggilan tetap dilakukan seperti biasa tanpa biaya.

45. Bagaimana pula cara pemanggilannya, bila diperlukan pemanggilan dengan perantara pengadilan lain?

 Surat permohonan bantuan pemanggilan disampaikan pada pengadilan lain tersebut dengan dilampirkan salinan putusan sela tentang berperkara secara cuma-cuma tersebut.

46. Bagaimana prosedur pemeriksaan persidangan dalam perkara cuma- cuma?

 Terlebih dahulu hakim memeriksa permohonan gugatan cuma-cuma tersebut sesuai syarat-syaratnya dan hasil pemeriksaannya tersebut diputus dalam putusan sela / penetapan biasa. (pasal 239 ayat 1 HIR/ps 275 RBg).

47. Bagaimana bila pengadilan tidak dapat mengabulkan permohonan untuk berperkara secara cuma-cuma?

 Apabila

dikabulkan, maka penggugat/pemohon wajib membayar biaya perkara terlebih dahulu untuk kemudian dapat dilanjutkan pemeriksaan atas pokok perkara.

48. Bagaimana pula apabila tergugat yang berkehendak berperkara secara cuma-cuma?

 Tergugat dapat pula mengajukan permohonan untuk berperkara secara cuma-cuma pada saat memasukkan jawaban gugatan.

49. Apakah putusan dalam perkara tersebut perlu dibubuhi materai? 

Pada azasnya putusan pengadilan harus bermeterai.

50. Siapa yang menanggung biaya materai tersebut?

 Biaya materai ditanggung oleh pihak yang dikalahkan dengan kata lain untuk biaya materai tidak tercakup pengertian perkara cuma-cuma.

51. Bagaimana prosedur pengajuan perkara Cuma-cuma dalam tingkat banding, kasasi dan PK?

 Permohonan berperkara secara cuma-cuma pada tingkat banding, kasasi dan PK dapat' diajukan dengan lisan atau tertulis kepada panitera pengadilan tingkat pertama.

 Ketua menunjuk majelis hakim untuk memeriksa ketidak mampuannya kemudian berita acara pemeriksaan dikirimkan pada pengadilan tingkat banding untuk banding dan pada Mahkamah Agung untuk kasasi dan PK bersama-sama dengan bundel A dan salinan putusan.

 Putusan pengadilan tingkat banding dan MA atas permohonan tersebut berupa penetapan dikirim kembali ke Pengadilan tingkat pertama untuk disampaikan pada para pihak.

52. Syarat apa yang harus dipenuhi sehingga suatu gugatan dianggap memenuhi syarat? sesuai pasal 118 HIR/pasal 142 RBg).

 Merupakan tuntutan hak. 

Adanya kepentingan hukum. 

Merupakan suatu sengketa. 

Dibuat secara cermat dan jelas,

53. Apa yang dimaksud dengan identitas dan apa saja yang dimuat dalam surat gugatan?

 Identitas adalah keterangan dari diri sendiri dari para pihak berperkara yang dibuat secara jelas, yaitu nama, umur, pekerjaan, tempat tinggal dan kedudukan sebagai pihak.

Suatu surat gugat terdiri atas: 

Identitas dan kedudukan pihak-pihak berperkara. 

Posita. 

petitum.

54. Apa yang dimaksud dengan posita, dan apa yang harus dimuat ?

 Posita adalah dalil-dalil konkrit tentang adanya hubungan hukum yang merupakan dasar serta alasan dari pada tuntutan (Fundamentum Petendi) Posita terdiri atas:

 Bagian-bagian yang menguraikan tentang kejadian-kejadian atau peristiwa-peristiwa. Bagian ini merupakan penjelasan duduknya perkara.

 Bagian yang menguraikan tentang hukum, menguraikan tentang adanya hak atau hubungan hukum yang menjadi dasar yuridis dari tuntutan.

55. Apa yang dimaksud dengan petitum?

 Petitum ialah apa yang oleh penggugat/pemohon minta atau diharapkan 'agar diputuskan oleh hakim.

56. Bagaimanakah apabila posita yang diajukan, yang merupakan hal-

hal relevan bagi hukum, sama sekali tidak membenarkan atau

mendukung petitum yang diminta? 

Maka gugatan dinyatakan tidak dapat diferima.

57. Berikan contoh?

 Misalnya: yang dikemukakan secara jelas dalam posita adalah adanya jual beli tanah, akan tetapi yang dituntut dalam petitum adalah penghukum kepada tergugat untuk membayar uang tebusan.

58. Bagaimana pula apabila tidak diajukan posita yang menyokong atau membenarkan petitum?

 Maka gugatan ditolak

59. Berikan contoh?

 Misalnya: penggugat menuntut supaya tergugat dihukum untuk membayar harga barang yang dibeli akan tetapi dalam posita sama sekali tidak digambarkan adanya perjanjian jual beli antara penggugat dengan tergugat.

60. Sejauh mana kewenangan hakim dalam memberikan nasehat dan petunjuk hukum kepada pihak-pihak berperkara berdasarkan pasal 119 HIR/143 RBg dan pasal 132 HIR/156 RBg?

 Membuat gugatan bagi yang buta huruf. Memberi pengarahan tatacara izin prodeo.

 Menyarankan penyempumaan surat kuasa.Menganjurkan perbaikan surat gugat.

 Memberi penjelasan alat bukti yang sah. 

Memberi penjelasan cars mengajukan bantahan dan jawaban. 

Bantuan memanggil saksi secara resmi.Memberi bantuan upaya hukum. 

Memberi penjelasan tatacara verzet dan rekonpensi. 

Mengarahkan dan membantu memformulasikan perdamaian.

61. Apa perbedaan pokok pemberian nasehat dan petunjuk hukum

sebagaimana yang ditentukan dalam pasal 119 HIR/143 RBg dan

sebagaimana yang ditentukan dalam pasal 132 HIR/156 RBg? Perbedaan pokoknya: 

Pemberian nasehat menurut pasal 119 HIR/143 RBg hanya pada saat mengajukan gugatan.

Sedangkan: 

Pemberian nasehat menurut pasal 132 HW156 RBg terjadi pada saat pe- meriksaan yaitu tentang alat bukti * yang dapat diajukan dan upaya- upaya hukum yang dapat ditempuh setelah pemeriksaan persidangan selesai.

62. Apa pengertian saudara mengenai masalah-masalah pemanggil pihak- pihak berperkara?

 Pemanggilan pihak berperkara merupakan salah satu tugas jurusita/jurusita pengganti untuk menghadirkan pars pihak yang berperkara dalam suatu persidangan atas perintah hakim yang memeriksa perkara tersebut.

63. Apakah Relaas panggilan itu merupakan Akta autentik?

 Relaas panggilan dapat dikategorikan sebagai suatu akta otentik.

64. Apa tujuan dari pada tugas pemanggilan?

 Tujuannya ialah menghadirkan para pihak yang berkepentingan dalam suatu proses pemeriksaan dan penyelesaian suatu perkara di pengadilan.

65. Jelaskan mengenai tata cara pemanggilan?

 Pemanggilan pada prinsipnya harus disampaikan langsung kepada pribadi di tempat orang yang dipanggil, artinya:

 langsung kepada pribadi orang yang dipanggil. 

langsung disampaikan ditempat kediaman orang yang dipanggil.

66. Bagaimana bila pihak-pihak yang dipanggil bertempat tinggal diluar negeri? (sesuai PP No.9/1975/pasal 140 KHI).

 Pemanggilan dilakukan melalui Dirjen protokol dan konsuler Deplu RI untuk selanjutnya disampaikan pada perwakilan RI/Kedutaan Besar RI dinegara dimana pihak yang dipanggil bertempat tinggal serta selanjutnya disampaikan pada pihak yang dipanggil.

67. Bagaimana bila salah satu pihak berperkara bertempat tinggal didaerah hukum pengadilan lain?

 Pengadilan yang memeriksa mengirim surat permohonan bantuan untuk memanggil pihak-pihak kepada pengadilan lain dimana pihak-pihak tersebut bertempat tinggal dengan dilampiri surat gugatan penggugat/pemohon.

68. Apa yang dimaksud dengan panggilan resmi dan patut? 

Panggilan yang resmi ialah panggilan yang disampaikan secara tertulis oleh jurusita / jsp kepada para pihak yang disampaikan langsung kealamat / tempat tinggal senyatanya, jika tidak bertemu maka panggilan disampiakan kepada lurah setempat, atau jika ghaib disampaikan sesuai dengan aturan perundang-undangan yang berlaku.

 Panggilan yang patut artinya pemanggilan dilakukan dalam tenggang  Panggilan yang patut artinya pemanggilan dilakukan dalam tenggang

69. Bagaimana tatacara pemanggilan tergugat yang tidak diketahui tempat tinggalnya?

 Pemanggilan dilakukan melalui walikota/bupati dalam wilayah tempat tinggal penggugat/pemohon, dengan cara menempelkan panggilan tersebut pada papan pengumuman di pengadilan yang bersangkutan didepan pintu utama. (sesuai pasal 390 ayat 3 HIR/pasal 718 ayat 3 RBg).

70. Bagaimana jika perkaranya berkaitan dengan bidang perkawinan.

Dengan cara sesuai pasal 27 PP No. 9/1975. 

Menempel surat gugatan pada papan pengmuman di pengadilan yang bersangkutan.

 Kemudian mengumumkan penempelan tersebut melalui suatu atau beberapa surat kabar atau media masa lain.

 Pengumuman tersebut harus dilakukan sebanyak 2 kali dengan tenggang waktu satu bulan antara pengumuman pertama dengan pengumuman kedua.

 Tenggang waktu antara pengumuman terakhir dengan penetapan hari sidang sekurang-kurangnya 3 bulan.

 Bila tergugat tidak memenuhi panggilan gugatan dapat dikabulkan kecuali gugatan tanpa hak atau tanpa dasar hukum.

71. Bagaimana tatacara pemanggilan melalui media masa?

 Dengan cara menyiarkan relaas tersebut pada media masa dengan kata lain disebut pemanggilan umum, hal ini dilakukan sebanyak 2 kali pemanggilan tersebut.

72. Berapa tenggang waktu antara pemanggilan pertama dan kedua?

 Tenggang waktunya adalah 1 bulan.

73. Apa saja yang harus dimuat pada pengumuman pertama?

Yang harus dimuat adalah: 

Nama pihak yang dipanggil. 

Alamat terakhir yang diketahui, Kecamatan, Kabupaten/Kodya dan sekarang tidak diketahui alamatnya yang pasti diwilayah Indonesia.

 Dalam perkara perdata No .... /Pdt ... /I 9../PA 

Nama pihak lawan. 

Untuk datang menghadap dimuka , sidang tanggal, hari, tahun, jam di PA, jalan

74. Berapakah tenggang waktu hari sidang yang harus dimuat dalam pengumuman yang kedua?

 Tenggang waktunya ialah sekurang-kurangnya 3 bulan sebelum hari sidang yang telah ditetapkan (pasal 27 huruf d PP No.9/1975).

75. Dalam hal termohon/tergugat ternyata datang ke pengadilan sebelum waktu sidang yang telah ditentukan dengan memberitahukan tempat tingggal yang sebenarnya, tindakan apa yang harus dilakukan oleh Pengadilan?

 Hakim/Ketua Pengadilan Agama memanggil pihak penggugat/pemohon  Hakim/Ketua Pengadilan Agama memanggil pihak penggugat/pemohon

76. Apabila kemudian ternyata dengan pemberitahuan tersebut, tempat tinggal tergugat menjadi jelas, apakah masih diperlukan pemanggilan melalui media masa, atau pemanggilan tersebut harus diulangi pada tempat tinggal yang diberitahukan?

 Oleh karena sekarang pihak tergugat/termohon sudah diketahui tempat tinggalnya yang jelas, maka pemanggilan diulangi sesuai

dengan tempat tinggal yang diberitahu tersebut dengan cara pemanggilan biasa.

77. Bagaimana apabila ternyata termohon atau tergugat memberitahukan tempat tinggalnya diluar daerah hukum pengadilan tersebut?

 Maka Ketua p engadilan Agama/Hakim menyarankan pada penggugat/ pemohon untuk mencabut gugatannya dan mengajukan kembali pada pengadilan dalam wilayah tempat, tinggal tergugat/termohon (sesuai pasal 118 HIR/142 RBg) kecuali tempat mengajukan gugatan telah sesuai dengan pasal 118 ayat 1 HIR/pasal 142 ayat 1 RBg.

Misalnya: Dalam perkara gugat cerai.

78. Bagaimana tatacara penyampaian pemberitahuan bunyi putusan terhadap pihak yang tidak diketahui tempat tinggalnya?

 Tatacara penyampaian/pemberitahuan putusan terhadap pihak  Tatacara penyampaian/pemberitahuan putusan terhadap pihak

79. Apa ada perbedaan mengenai tata cara penyampaian/ pemberitahuan putusan pengadilan dalam perkara yang berkenaan dengan perkawinan dengan perkara lainnya?

 Oleh karena penyampaian, tersebut tidak diatur secara khusus dalam UU No. I tahun 1974 Jo. PP No.9 tahun 1975, juga dalam UU No.7 tahun 1989, maka penyampaian keputusan tersebut cukup dilakukan dengan cara yang diatur dalam HIR dan RBg.

80. Kepada siapa pemanggilan tersebut harus disampaikan, apabila temyata pihak yang dipanggil meninggal dunia?

 Dalam sengketa kebendaan pemanggilan disampaikan kepada ahli warisnya sesuai pasal 390 ayat 2 HIR/718 ayat 2 RBg

 Dalam perkara yang berkenaan dengan masalah perceraian, maka jika Penggugat / Pemohon atau tergugat/termohon meninggal dunia maka gugatan dinyatakan gugur.

81. Tindakan apa yang harus dilakukan oleh pengadilan, apabila terjadi seperti tersebut di atas?

 Dalam hal sengketa kebendaan / waris, Jika Penggugat yang meninggal dunia, maka hakim harus menjelaskan kepada ahli waris Penggugat bahwa jika ia mau gugatan dapat dilanjutnya  Dalam hal sengketa kebendaan / waris, Jika Penggugat yang meninggal dunia, maka hakim harus menjelaskan kepada ahli waris Penggugat bahwa jika ia mau gugatan dapat dilanjutnya

Jika Tergugat yang meninggal dunia, maka Penggugat disarankan untuk mencabut gugatannya, dan Penggugat dapat mengajukan gugatan baru terhadap ahli waris Tergugat

82. Dalam hal pihak berperkara telah menunjuk kuasa hukumnya kepada siapa pemanggilan tersebut harus disampaikan?

 Dalam hal telah ditunjuk kuasa hukumnya, maka pemanggilan disampaikan pada kuasa hukumnya.

83. Bagaimana sifat acara perdata dimuka pengadilan menurut HIR/RBg?

Sifat acara perdata dimuka pengadilan adalah: 

Proses acaranya bersifat langsung dan lisan

84. Apa yang dimaksud acara dimuka persidangan dilakukan secara lisan?

 Secara lisan artinya: pada prinsipnya pemeriksaan perkara dalam sidang pengadilan diantara pihak-pihak berlangsung secara "tanya jawab" dengan lisan.

85. Apa pula yang dimaksud dengan acara dimuka persidangan dilaksanakan secara langsung?

 Secara langsung artinya antara hakim dan para pihak terjadi hubungan yang langsung dan hidup, langsung berhadapan dan mendengar serta mencatat semua jawab jinawab dan keterangan yang disampaikan para pihak dan para saksi yang diajukan dan dituangkan dalam BAP.

86. Bagaimana sifat pemeriksaan dimuka persidangan?

Sifatnya ialah terbuka untuk umum. 

Dasar hukumnya? 

pasal 17 dan 18 UU No.14/1970. yang diamandemen oleh UU No. 4 tahun 2004

 pasal 179 (1) HIR/190 (1) RBg.

87. Dalam hal apa sifat umum pemeriksaan dimuka persidangan harus disimpangi?

 Jika ada ketentuan khusus, misalnya perkara perceraian. (pasal 80 ayat 2 UU No.7/1989).

 Pertimbangan majelis hakim.

88. Sebutkan dasar hukumnya?

 pasal 17 (1) UU No.14/1970. yang diamandemen oleh UU No. 4 tahun 2004  pasal 33 PP No.9/1975.  pasal 161HIR 188 RBg.

89. Kepada pengadilan mana gugatan harus diajukan, apabila obyek sengketa berupa benda tetap?

 Gugatan diajukan kepada pengadilan dalam wilayah hukum terletak benda tetap tersebut.

 Jika benda tetap itu terletak didalam wilayah hukum lebih dari satu pengadilan, maka gugatan diajukan pada pengadilan, yang dipilih pihak penggugat/pemohon (pasal 142 ayat 5 RBg).

90. Dalam hal suami-istri berdiam diluar negeri, gugatan perceraian harus diajukan dimana?

 Gugatan harus diajukan pada pengadilan Agama dalam wilayah dimana perkawinan tersebut dilangsungkan, atau kepada Pengadilan Agama Jakarta Pusat (sesuai pasal 66 ayat 4 UU No.7/1989).

91. Dalam hal penggugat/pemohon berdiam diluar negeri gugatan harus diajukan dimana?

 Gugatan harus diajukan Pengadilan Agama ditempat kediaman tergugat/ termohon (pasal 142 ayat 1 RBg/pasal 118 ayat I HIR).

92. Apa yang saudara ketahui tentang kompetensi?

 Kompetensi ialah kewenangan suatu pengadilan untuk menerima, memeriksa dan mengadili serta, menyelesaikan suatu perkara.

93. Apa yang dimaksud dengan kompetensi absolut?

 Kompetensi absolut ialah wewenang badan pengadilan dalam memeriksa dan mengadili suatu jenis perkara yang secara mutlak tidak dapat diperiksa oleh badan pengadilan lain dalam lingkungan peradilan yang berbeda.

94. Apa yang dimaksud dengan kompetensi relatif?

 Kompetensi relatif ialah wewenang pengadilan dalam memeriksa dan mengadili suatu perkara tertentu yang secara relatif tidak dapat diperiksa oleh badan pengadilan dalam lingkungan peradilan yang sama.

95. Dimana letak perbedaan hakiki tentang kedua kompetensi itu?

 Kompetensi absolute : terjadi antara 2 pengadilan dalam lingkungan peradilan yang berbeda. Misalnya: PA dan PN.

 Kompetensi relative : terjadi antara 2 pengadilan dalam lingkungan peradilan yang sama. Misalnya: PA Jakarta Selatan dengan PA Jakarta Utara.

96. Dimana diatur ketentuan mengenai masalah kompetensi itu? Kompetensi absolut diatur dalam:

 pasal 136 HIR/162 RBg. 

pasal 125 HIW149 (2) RBg. 

pasal 134 HIR/160 RBg. o Kompetensi Relatif diatur dalam: 

pasal 118 HIR/142 RBg. 

pasal 133 HIR/159 RBg.

97. Apakah yang dimaksud dengan eksepsi?

 Eksepsi ialah sanggahan atau tangkisan oleh tergugat/termohon terhadap suatu gugatan atau perlawanan yang tidak mengenai pokok perkara (pasal 136 HIR. 162 RBg).

98. Sebutkan macam-macam eksepsi?

Eksepsi terhadap kewenangan/kompetensi meliputi: 

Eksepsi terhadap kompetensi absolut. 

Eksepsi terhadap kompetensi relatif.

Eksepsi relatif terhadap: 

Hukum materfil (materiels exceptis) meliputi: o Dilatoire exceptie. o Premptoire exceptie.

 Hukum formil (processule exceptie) meliputi: exceptie, vangewijsdezaak.  exceptie terhadap gugatan yang kabur (obscuur libel)  disqualificatoire exceptie.

99. Kapan eksepsi terhadap kompetensi absolut harus diajukan?

 Eksepsi terhadap kompetensi absolut dapat diajukan setiap saat dan pada setiap tahap pemeriksaan (pasal 134 HIR/160 RBg).

100. Apabila hal tersebut tidak diajukan oleh tergugat, apakah secara jabatan dapat menyatakan diri bahwa pengadilan tidak berwenang mengadili perkara tersebut?

 Dalam hal tersebut hakim wajib secara jabatan menyatakan dirinya tidak berwenang. (pasal 134 HIR/160 RBg).

101. Kapan eksepsi terhadap kompetensi relatif harus diajukan?

 Eksepsi terhadap kompetensi relatif harus diajukan pada sidang pertama atau pada kesempatan jawaban pertama). (pasal 133 HIR/159 RBg).

102. Apabila hal tersebut diajukan oleh tergugat, apakah hakim secara jabatan dapat menyatakan diri tidak berwenang atau tidak dapat menerima gugatan itu?

 Pada prinsipnya bila tergugat mengajukan eksepsi terhadap kompe- tensi relatif, maka hakim harus menyatakan pA tidak berwenang.

103. Berkenaan dengan kompetensi relatif, bilamana hakim menyatakan diri tidak berwenang, dan bilamana hakim menyatakan gugatan itu tidak dapat 103. Berkenaan dengan kompetensi relatif, bilamana hakim menyatakan diri tidak berwenang, dan bilamana hakim menyatakan gugatan itu tidak dapat

Hakim menyatakan diri tidak berwenang: 

Dalam hal ada eksepsi terhadap kompetensi relatif oleh tergugat/termohon atau hakim secara factual menemukan kesalahan dalam hal kompetensi relatif tersebut.

Hakim menyatakan gugatan tidak dapat diterima: 

Dalam hal ada eksepsi relatif terhadap hukum materiil atau formil atau bilamana hakim secara factual menemukan kesalahan-kesalahan dalam hal yang berkaitan dengan eksepsi relatif terhadap hukum materiil dan formil tersebut, misalnya gugatan kabur.