HUKUM ACARA PERADILAN AGAMA DAN MAHKAMAH (1)

PRAKTIK HUKUM ACARA PERADILAN AGAMA & MAHKAMAH SYAR’IYAH KHAS INDONESIA

DI SUSUN OLEH: NUR MOKLIS,S.H.I.,S.Pd.

DISUSUN OLEH:

PRAKTIK HUKUM ACARA

PERADILAN AGAMA & MAHKAMAH

SYAR’IYAH KHAS INDONESIA

Nur Moklis,S.H.I.,S.Pd.

PRAKTIK HUKUM ACARA PERADILAN AGAMA & MAHKAMAH SYAR’IYAH KHAS INDONESIA

Copyright@Nur Moklis

Penyusun: Nur Moklis,S.H.I.,S.Pd.

Desain Cover: Ahmad Abdul Halim,S.H.I

Tata Letak: Sriyanto,S.H.I

Edisi I Februari 2013

Dipublikasikan secara Online Email: nurmoklis@yahoo.com

Dipersilahkan Mengutip Sebagian Atau Seluruh Isi Buku Ini, Guna Kepentingan Akademik, Karya Ilmiyah Atau Sejeninya. Dilarang Mengutipnya Baik Sebagian Atau

Seluruhnya Untuk Kepentingan Komersial Atau Sejenisnya

KATA PENGANTAR

Assalamualaikum Warrahmatullahi Wabarrakatuh

Puji Syukur kami haturkan pada Allah SWT yang telah melimpahkan taufiq hidayah dan inayahnya pada penyusun sehingga bisa menyelesaikan E-BOOK PRAKTIK HUKUM ACARA PERADILAN AGAMA & MAHKAMAH SYAR’IYAH KHAS INDONESIA, di sela- sela kesibukan Penyusun dalam melaksanakan Diklat II PPC Terpadu 2013 ini. Shalawat dan Salam semoga selalu tercurah pada beliau Nabi Muhammad SAW yang telah membimbing umat manusia guna menuju jalan tauhid.

E-BOOK PRAKTIK HUKUM ACARA PERADILAN AGAMA & MAHKAMAH SYAR’IYAH KHAS INDONESIA disusun dari berbagai makalah dan bahan ajar kuliah yang

penyusun kumpulkan saat mengikuti diklat II PPC Terpadu di Mega Mendung Bogor Jawa Barat periode akhir 2012 selama hampir 2,5 bulan.

Pasca Diklat II PPC Terpadu banyak masalah teknis yang dihadapi para Mentee khususnya di Satuan Kerja Pengadilan Agama Kudus yang harus didiskusikan lebih spesifik dalam mengaplikasikan berbagai teori ilmu yang diperoleh dari diklat terkait teknis persidangan dan lain-lainya. Oleh karena itu penyusun mengumpulkan berbagai bahan ajar kuliah saat diklat untuk dikodifikasikan menjadi sebuah E-BOOK yang diber judul PRAKTIK HUKUM ACARA PERADILAN AGAMA & MAHKAMAH SYAR’IYAH KHAS INDONESIA guna sebagai salah satu bahan diskusi.

Bila dilihat muatan E-BOOK ini sangat penting sebagai acuan teknis bagi praktisi hukum islam, praktisi hukum pada umunya, pemerhati hukum di Indonesia, mahasiswa dan masyarakat pada umumnya untuk memahami lebih lanjut tentang praktik persidangan baik di Peradilan Agama dan Mahkamah Syar’iyah khas Indonesia.

Terimakasih yang tiada tara penyusun sampaikan kepada beliau Ibu Ny. Siti Nur Jannah,SH.,MH.(Kepala Badan), Ibu Marni,SH.,MH. (Sekretaris Badan), Bapak IG. Agung Sumanthana,SH.,MH., Bapak Suwoto, S.H.,M.Pd. Bapak Firman,SH, Bapak Suhenda,

Bapak H. Moch. Amirullah Sholeh,SH.,MH. Dan seluruh Panitia yang tidak dapat kami sebutkan satupersatu.

Terimakasih yang sangat dalam kami sampaikan kepada Bapak-Bapak Dosen yang telah memberikan pencerahan luar biasa, antara lain Bapak Prof. Dr. H. Abdul Manan,SH.,S.IP.,M.Hum, Bapak Dr. H. Habiburrahman.S.H.,MH, Bapak Prof. Dr. H. Abdul Ghani Abdullah,S.H.,MH., Bapak Drs. H. Armia Ibramim,S.H.,MH., Bapak Dr. H. Mukti Arto.S.H. MH., Bapak Drs. Rum Nessa,SH.,MH. Bapak Dr. H. Qomari,MH., Bapak Dr. H. Ahmad Mujahidin MH., Bapak Drs. H. Mawardy Amien,MH., Bapak Prof. Dr.H.Hasbi Hasan,SH.,MH dan lainnya yang tidak dapat kami sebutkan satu persatu. Semoga amal beliau menjadi amal jariyah, amien.

Terimaksih yang sangat tulus juga penyusun sampaikan kepada Beliau Bapak Drs. H. Wahid abidin,M.H (Ketua Pengadilan Agama Kelas 1B Kudus) Bapak Drs. Muslim,SH.,MH. (Wakil Ketua Pengadilan Agama Kelas 1B Kudus) Yang Telah mengijinkan kami menimba ilmu dan bekerja disini. Bapak Drs.H. Noor Shoofa,MH., Bapak Drs. H. Muflikh Noor,SH., MH. dan Bapak Drs.H. Jumadi,S.H. Beliau adalah para mentor yang telah membimbing kami saat melaksanakan diklat PPC Terpadu ini. Serta kepada semua pejabat dan pegawai di Pengadilan Kelas 1B kudus.

Tidak lupa kami juga mengucapkan terimakasih yang tak terhingga kepada sahabat tercinta kami, dari Pengadilan Agama Kelas 1B Kudus; Mas Iyan, mas Burhan, Mas Lesta, Mas Halim, Mas Mamat, Mas Kusnoto, Mb. Rica, Mas Dani, dan Mas Sholichin yang selalu meluangkan waktu untuk bekerja dan belajar bersama-sama.

Bahwa E-BOOK PRAKTIK HUKUM ACARA PERADILAN AGAMA & MAHKAMAH SYAR’IYAH KHAS INDONESIA ini terdiri dari lima bab yang menjelaskan tentang sejarah Peradilan Agama, alur penerimaan perkara Perdata di Pengadilan agama dan Mahkamah Syar’iyah khas Indonesia, Asas-Asas hukum acara perdata Peradilan Agama, Tanya jawab hukum acara perdata, dan praktik persidangan.

Kami sangat berharap masukan-masukan dari pembaca, apabila dalam penyusunan dan pengumpulan bahan tentang E-BOOK PRAKTIK HUKUM ACARA PERADILAN AGAMA & MAHKAMAH SYAR’IYAH KHAS INDONESIA ada kesalahan atau hal- Kami sangat berharap masukan-masukan dari pembaca, apabila dalam penyusunan dan pengumpulan bahan tentang E-BOOK PRAKTIK HUKUM ACARA PERADILAN AGAMA & MAHKAMAH SYAR’IYAH KHAS INDONESIA ada kesalahan atau hal-

Wassalamualaikum Warrahmatullahi Wabarrakatuh

Kudus, 14 Februari 2013 M

03 Robiul Akhir 1434 H

Penyusun

Nur Moklis,S.H.I.,S.Pd.

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR--4 DAFTAR ISI--7 BAB I

SEJARAH PERADILAN AGAMA--32

A. Pendahuluan--32

B. Pengadilan Agama Sebelum Pemerintahan Hindia Belanda--34

C. Peradilan Agama Pada Masa Pemerintahan Kolonial Belanda--38

D. Sejarah Peradilan Agama Pada Masa Kemerdekaan--48

E. Peradilan Agama Dalam Sistem Undang-Undang Peradilan Agama--57

BAB II

ALUR PENERIMAAN PERKARA DI PENGADILAN AGAMA--62

A. Pendahuluan--62

B. Alur Perkara Perdata Di Pengadilan Agama--62

BAB III ASAS-ASAS HUKUM ACARA PERDATA DAN PENERAPANYA DI PENGADILAN AGAMA--77

A. Pendahuluan--77

B. Terminologi Hukum--78

C. Latar Belakang Lahirnya Asas Hukum--81

D. Asas-Asas Hukum Acara Perdata Dan Penerapannya Di Pengadilan Agama--83

1. Asas Ketuhanan--84

2. Asas Personalitas Islam dan Penundukan Diri--84

3. Asas Kebiasaan--86

4. Asas Menunggu--88

5. Asas Pasif--88

6. Asas Sidang Tebuka Untuk Umum--89

7. Asas Equality (Mendengar kedua belah pihak)--90

8. Asas Ratio Decidendi/ Basic Reas (Putusan Harus Disertai

Alasan)..91

9. Asas Biaya Perkara, Prodeo dan Posbakum--92 10.Asas Fleksibelitas (Peradilan Sederhana, cepat dan biaya

ringan)..93 11.Asas Legalitas--94 12.Asas Perdamaian--94 13.Asas Aktif Memberikan Bantuan--95 14.Asas “Inter Partes” dan/atau “Erga Omnes”--97 15.Asas Nemo Judex Indoneus in Propria Causa--98 16.Asas Audi Et Alteram Partem--99 17.Asas Unus Testis Nullus Testes--101 18.Asas Lex Superior Derogat Legi Inferiori--101 19.Asas Ius Curia Novit--102 20.Asas Ultra Pertium Partem--103 21.Asas Legitima Persona Standi in Yudicio--103 22.Asas Nemo yudex Sine Actor--104 23.Speedy Admninistration of Justice--104 24.Asas Actor Squitur Farum Rei--104 25.Asas Actor Squitur Farum Rei Sita—104

E. ASAS HUKUM SPESIFIK--105

1. Asas The Binding Force of Presedent--105

2. Asas Cogatitionis Poenam Nemo Patitur--105

3. Asas Restitutio in Integrum--106

4. Asas Nullum Delictum Nulla Poena Sine Praevia Lege Poenali--106

F. ASAS HUKUM DALAM SEBUAH SISTEM PERADILAN--106

1. Sistem Peradilan Juri--108

2. Sistem Peradilan Eropa Kontinental--111

G. KESIMPULAN--112

BAB IV TANYA JAWAB HUKUM ACARA PERDATA--113

A. TENTANG PERMASALAHAN SURAT KUASA--113

1. Apa yang dimaksud dengan kuasa khusus ?

2. Kuasa insideltil termasuk kuasa apa ?

3. Sebutkan siapa saja yang dapat menjadi / penerima kuasa

insidentil ?

4. Dalam kuasa khusus juga dikenal istilah kuasa istimewa, dalam hal

apa kuasa istimewa ini diperlukan ?

5. Kuasa istimewa diatur dalam pasal 1796 BW j ops 184 RBG / 157 HIR, sebutkan persyaratan yang harus ada dalam kuasa istimewa tersebut ?

6. Orang tua bagi anak yang belum dewasa, wali atau curator, pengampu atau Direktur / pimpinan dari Badah Hukum sipil ( PT, CV Yayasan, Koperasi) dalam bertindak sebagai kuasa apa diperlukan penegasan pemberian kuasa ?

7. Apa sebab bagi mereka tersebut tidak diperlukan penegasan

pemberian kuasa?

8. Apakah kuasa khusus itu dapat diberikan secara lisan ? jelaskan.

9. Apakah kuasa yang ditunjuk dalam surat gugat masih memerlukan

surat kuasa (dalam bentuk tertulis) ?

10. Surat kuasa khusus diatur dalam pasal 147 RBG / 123 HIR kemudian formulasinya dipertegas dalam SEMA tanggal 23 Januari 1971, sebutkan syarat-syarat sahnya Surat Kuasa khusus tersebut .

11. Apa akibat hukumnya jika suatu Surat Kuasa Khusus tidak memenuhi syarat formil yang bersifat komulatip tersebut ?

12. Apakah surat khuasa kusus yang tidak menyebutkan identitas Tergugat secara formil dapat dianggap sah ?

13. Apakah kuasa untuk banding mesti dibuat khusus ?

14. Bagaimana kuasa untuk kasasi ?

15. Pemberi kuasa berdomisili diluar negeri sementara penerima kuasa berada di Indonesia, apa saja persyaratan yang harus dipenuhi dalam pembuatan suarat kuasa yang dibuat diluar negeri tersebut ?

B. TENTANG PERMASALAHAN FORMIL GUGATAN--117

1. Jika dalam suatu gugatan terabaikan salah satu syarat formal gugatan, mengakibatkan gugat tidak sah. Gugatan seperti itu harus dinyatakan tidak dapat diterima (niet-onvanklijk) atau Pengadilan menyatakan tidak berwenang mengadili, kapan hakim harus memutus dengan menyatakan tidak berwenang mengadili ?

2. Dalam istilah hukum acara perdata dikenal istilah absolute competenscy dan relative competency, apa yang dimaksud dengan istilah absolute competency ?

3. Apa pula yang dimaksud dengan relative competency ?

4. Dalam relative competency dikenal istilah ACTOR SEQUATUR FORUM REI = FORUM DOMICILI yaitu kewenangan Pengadilan untuk mengadili berdasarkan domisili / wilayah hukum, dalam hal ini domisili siapa yang dimaksud ?

5. Jelaskan apa yang dimaksud dengan tempat tinggal Tergugat ?

6. Dalam gugat waris yang pewarisnya beragama Islam, sementara Tergugatnya lebih dari satu orang yang tempat tinggalnya berbeda, PA mana yang berwenang mengadilinya ?

7. Dalam perkara cerai gugat yang para pihaknya berbeda domisili, PA

mana yang berwenang mengadilinya ?

8. Bagaimana jika permohonan ikrar thalak diajukan oleh Pemohon ke PA ditempat kediamannya / bukan ditempat kediaman Termohon ?

9. Termohon pergi meninggalkan tempat kediaman bersama atas ijin Pemohon, namun ketika Pemohon mengajukan Permohonan cerai 9. Termohon pergi meninggalkan tempat kediaman bersama atas ijin Pemohon, namun ketika Pemohon mengajukan Permohonan cerai

10. Jika dalam hal gugatan yang diajukan di PA yang tidak berwenang untuk mengadilinya (Absulute / relative competency) maka putusannya harus menyatakan tidak berwenang mengadili, bagaimana jika terjadi salah gugat, (error in persona) apa putusan yang harus dijatuhkan oleh seorang hakim ?

11. Dalam hal apa saja suatu gugat dapat dinyatakan Error in persona ?

12. Apa yang dimaksud dengan obscur libel ?

13. Dalam hal apa saja gugatan dinyatakan obcur libel ?

14. Selain Error in persona dan obcur libel, kapan hakim harus memutus suatu perkara itu dengan menyatakan tidak dapat diterima (NO) ?

15. Apa yang dimaksud dengan nebis in idem ?

16. Kapan suatu gugatan dinyatakan sebagai gugat prematur ?

17. Apa yang dimaksud dengan Rei judicata deduktae ?

C. TENTANG PERMASALAHAN UPAYA HUKUM--122

1. Sebutkan upaya hukum yang dapat dilakukan oleh pihak yang merasa tidak puas atas putusan contradiktoir yang telah dijatuhkan?

2. Selain upaya hukum yang dapat dilakukan oleh pihak yang merasa tidak puas atas suatu putusan contradiktoir tersebut, upaya hukum apa lagi yang dapat dilakukan seseorang untuk membela kepentingannya, termasuk upaya hukum selama proses pemeriksaan di Pengadilan tingkat pertama ?

3. Apa yang dimaksud dengan putusan verstek ?

4. Upaya hukum apa yang dapat dilakukan atas putusan verstek

tersebut ?

5. Jika Tergugat mengajukan perlawanan (verzet), kedudukan Tergugat asal tersebut disebut apa, dan apa pula sebutan untuk kedudukan Penggugat asal ?

6. Dalam pemeriksaan verzet apakah diberikan nomor tersendiri?

7. Dalam pemeriksaan verzet tersebut apa yang harus diperiksa oleh

Majelis Hakim

8. Jika perlawanan (verzet) ditolak bagaimana bentuk amar / dictum

putusannya ?

9. Bagaimana pula amar putusannya jika perlawanan (verzet)

tersebut diterima ?

10. Berapa lama tenggang waktu untuk mengajukan verzet ?

11. Jika Penggugat mengajukan banding atas putusan verstek, upaya apa yang dapat dilakukan oleh Tergugat untuk melakukan perlawanannya ?

12. Bagaimana jika Tergugat telah mangajukan perlawanan / verzet, kemudian Penggugat mengajukan banding tindakan apa yanga harus dilakukan oleh Pengadilan ?

13. Upaya hukum apa yang dapat dilakukan oleh Tergugat atas putusan

diluar hadirnya yang kedua kali tersebut ?

14. Apa yanag dimaksud dengan Derden Verzet ?

15. Derden Verzet termasuk upaya hukum apa ?

16. Kapan Derden verzet dapat diajukan ?

17. Berapa lama tenggang waktu / sampai kapan waktunya bagi pihak ketiga untuk mengajukan Derden Verzet tersebut ?

18. Bagaimana jika eksekusi telah dilaksanakan ? upaya apa yang dapat dilakukan oleh pihak ketiga tersebut untuk membela kepentingannya ?

19. Siapa saja yang berhak untuk mengajukan Derden Verzet tersebut ?

20. Apakah Pengadilan Agama berwenang untuk memeriksa /

mengadili perkara Derden Verzet ?

21. Apakah Derden Verzet tersebut diberi nomor perkara baru atau

menggunakan nomor perkara lama (semula) ?

22. Jika Gugatan diajukan di PA Padang, sementara salah satu objek yang akan dieksekusi terletak di PA Bukittinggi, di PA manakah Derden Verzet itu harus diajukan ?

23. Jika Derden verzet diajukan pihak ketiga ke PA yang akan melaksanakan eksekusi, tindakan apa saja yang harus dilakukan oleh PA yang menerima pendelegasian eksekusi tersebut ?

24. Apa yang dimaksud dengan intervensi ?

25. Kapan intervensi itu dapat diajukan ?

26. Apa yang dimaksud dengan Voeging ?

27. Apa yang dimaksud dengan Tussenkomst ?

28. Apa yang dimaksud dengan Vrijwaring ?

29. Jika ada intervensi, apa sebutan dari kedudukan pihak ketiga tersebut, dan apa pula kedudukan Penggugat asal dan Tergugat asal?

30. Apakah dalam hal adanya intervensi tersebut perlu diberikan

nomor perkara baru ?

31. Bagaimana proses gugat intervensi itu diajukan ?

32. Bagaimana pula proses pemeriksaan dalam persidangan ?

33. Apakah gugat intervensi dapat diajukan ditingkat banding ?

34. Apakah semua putusan akhir (eind vonnis) PA dapat diajukan

upaya Banding

35. Upaya hukum apa yang dapat dilakukan oleh Pemohon yang tidak puas atas putusan PA dalam putusan Volunter murni seperti Wali Adlol ?

36. Apakah orang tua (wali) dalam permohonan Wali Adlol termasuk

para pihak ?

37. Apakah seorang wali (ayah) Pemohon dalam permohonan wali

Adlol, dapat mengajukan upaya hukum ?

38. Apakah putusan sela dapat diajukan upaya hukum Banding ?

39. Sebutkan tenggang waktu untuk mengajukan upaya hukum

Banding.

40. Siapa saja yang berhak untuk mengajukan upaya hukum Banding ?

41. Apa yang dimaksud dengan Inzage ?

42. Kapan pemberitahuan untuk melakukan inzage itu dilakukan oleh

jurusita Pengganti kepada para pihak ?

43. Berapa lama kesempatan untuk melakukan inzage tersebut dapat

dilakukan oleh para pihak ?

44. Apa tujuan dari pemberian kesempatan untuk melakukan inzage

tersebut ?

45. Berapa lama tenggang waktu bagi Pembanding untuk

menyampaikan memori banding ?

46. Jika Pembanding tidak mengajukan memori banding, apa yang akan

diperiksa oleh PTA ?

47. Jika Pembanding mengajukan memori banding, apakah PTA wajib merinci alasan yang diajukan dalam memori banding tersebut secara rinci ?

48. Jika PTA memerlukan pemeriksaan tambahan, apa yang dapat

dilakukan oleh PTA ?

49. Putusan manakah yang dapat diajukan upaya hukum Kasasi ?

50. Apakah memori kasasi itu suatu keharusan atau hak bagi Pemohon

kasasi ?

51. Apa yang harus dimuat oleh pemohon dalam memori kasasi

tersebut ?

52. Berapa lama tenggang waktu untuk mengajukan memori kasasi ?

53. Apakah Termohon kasasi wajib menyampaikan kontra memori

kasasi ?

54. Berapa lama tenggang waktu untuk mengajukan kontra memori

kasasi ?

55. Bagaimana jika Termohon kasasi dalam menyerahkan kontra memori kasasi telah melewati tenggang waktunya ?

56. Apakah permohonan kasasi dapat dicabut ?

57. Kapan batas waktu untuk pencabutan kasasi tersebut ?

58. Jika sebelum berkas dikirim ke MA, pemohon mencabut permohonan kasasinya, dan masih dalam tenggang waktu kasasi Pemohon kembali mengajukan kasasi, apakah permohonan tersebut dapat dilakukan ?

59. Jika suatu putusan telah mempunyai kekuatan hukum tetap, jika ada pihak yang tidak puas terhadap putusan tersebut apakah masih ada upaya hukum yang dapat dilakukan ?

60. Apakah semua pihak yang merasa tidak puas terhadap putusan yang telah berkekuatan hukum, dapat mengajukan PK ?

61. Apa saja alasan untuk mengajukan PK ?

62. Berapa lama tenggang waktu untuk mengajukan PK ?

D. TENTANG MASALAH GUGATAN--134

1. Jika seorang ingin mengajukan suatu gugatan, ke PA manakah gugatan tersebut akan diajukannya jika gugatan tersebut menyangkut masalah : Cerai Gugat ? Cerai Thalak ? Gugat harta bersama ? Gugat waris ?

2. Seorang yang tidak bisa baca tulis, bagaimanakah jika ia akan mengajukan gugatan di Pengadilan Agama ? (ps 144 R.BG)

3. Setelah gugatan diterima oleh petugas meja I, berapa lama proses yang diperlukan hingga berkas perkara tersebut disampaikan kepada KPA ?

4. Berapa lama bagi KPA untuk mempelajari berkas perkara kemudian menunjuk Majelis hakim yang akan memeriksa dan memutus perkara tersebut ?

5. Apa yang harus segera dilakukan oleh majelis hakim setelah

menerima berkas perkara (PMH) dari KPA ?

6. Berapa lama setelah menerima berkas perkara, hakim / majelis

hakim harus menentukan waktu sidang ?

7. Setelah dibuat PHS oleh oleh ketua majelis tindakan apa lagi yang

harus dilakukan oleh majelis hakim ?

8. Dalam memanggil pihak tergugat untuk persidangan yang pertama, apa saja yang harus diserahkan dan dijelaskan oleh JSP kepada Tergugat ?

9. Dalam persidangan pertama, apa yang harus dilakukan oleh hakim

/ majelis hakim jika :

a. Para pihak semuanya hadir dipersidangan.

b. Penggugat tidak hadir sementara Tergugat hadir, walaupun telah dipanggil secara patut, dan ketidak hadirannya tersebut tanpa alasan.

c. Tergugat tidak hadir, Penggugat hadir.

d. Persidangan kedua Penggugat tetap tidak hadir, dan Tergugat hadir.

e. Persidangan kedua Tergugat tidak hadir, dan Penggugat hadir.

10. Apakah dalam perkara cerai gugat dengan alasan Tergugat murtad, upaya perdamaian tetap harus dilakukan oleh majelis hakim ?

11. Apakah dalam perkara pembatalan nikah usaha perdamaian juga

wajib dilakukan ?

12. Apabila majelis hakim telah berusaha untuk mendamaikan para pihak, apakah masih diperlukan bagi majelis hakim untuk memerintahkan kepada para pihak agar melakukan mediasi ?

13. Apa akibat hukumnya jika upaya perdamaian oleh hakim dan

proses mediasi tersebut tidak dilaksanakan ?

14. Jika gugatan digugurkan oleh majelis hakim, apakah Penggugat

dapat melakukan upaya hukum banding ?

15. Jika Penggugat pada sidang pertama tidak datang, meski ia telah dipanggil secara patut, tetapi pada hari persidangan kedua ia hadir / datang , dan pada hari persidangan ketiga Penggugat kembali tidak datang, apakah perkaranya bisa digugurkan ?

16. Jika pada hari persidangan pertama dan pada hari persidangan kedua tergugat atau semua Tergugat tidak datang menghadap padahal telah dipanggil secara patut sementara Penggugat selalu hadir, tindakan apa yang harus dilakukan oleh majelis Hakim ?

17. Jika seorang hakim ditunjuk oleh KPA untuk memeriksa suatu perkara, ternyata salah satu dari pihak yang berperkara tersebut adalah saudara kandungnya, apa yang harus dilakukan oleh hakim tersebut ?

18. Dalam hal untuk menjamin peradilan yang objektif dan tidak memihak kapan seorang hakim baik diminta atau tanpa diminta harus mengundurkan diri dari tugas memeriksa suatu perkara ?

19. Apakah gugatan dapat dicabut oleh Penggugat ?

20. Apakah sugat gugat dapat dilakukan perubahan dan atau

penambahan gugatan

21. Jika dalam usaha damai yang dilakukan oleh hakim berhasil dilakukan, sehingga para pihak sepakat untuk damai, apa yang harus dilakukan jika :

22. Perkaranya adalah masalah perceraian ?

23. Perkaranya menyangkut masalah benda ?

24. Jika perdamaian diperoleh setelah proses mediasi, apa yang harus dilakukan oleh mediator terkait dengan proses persidangan / hakim ?

25. Setelah mediator menyampaikan hasil kesepakatan para pihak untuk berdamai (secara tertulis) kepada majelis hakim, apa produk putusan hakim selanjutnya ?

26. Jika Akta perdamaian tidak dipenuhi oleh salah satu pihak, apakah

akta perdamaian dapat dieksekusi ?

27. Apakah Akta Perdamaian dapat dimintakan upaya banding ?

28. Jika usaha perdamaian oleh hakim maupun mediasi tidak berhasil, disebabkan Penggugat yang tidak mau hadir saat dilakukan mediasi, apakah tindakan hakim selanjutnya dalam pemeriksaan perkara tersebut ?

29. Jika saat usaha perdamaian telah diupayakan dengan proses mediasi, namn selama proses Tergugat tidak pernah hadir. Apa tindakan mediator dan bagaimana proses persidangan selanjutnya?

30. Jika usaha damai tidak berhasil, apa tindakan hakim / majelis

selanjutnya ?

31. Apa yang dimaksud dengan kumulasi gugatan ?

32. Kumulasi dapat dibedakan yaitu kumulasi subjektif dan kumu lasi objektif, apa yang di maksud dengan kumulasi subjektif ? berikan contohnya.

33. Apa yang dimaksud dengan kumulasi objektif, berikan contohnya.

E. TENTANG HUKUM ACARA PERDATA I--141

1. Apa yang dimaksud dengan eksepsi ?

2. Kapankah eksepsi tersebut harus diajukan oleh Tergugat ?

3. Apakah eksepsi dapat diajukan dan dipertimbangkan secara

tersendiri / terpisah dari pokok perkara ?

4. Jika Tergugat tidak hadir dalam persidangan pertama dan tidak pula mengutus kuasanya yang sah, padahal ia telah dipanggil dengan patut, namun ia mengajukan jawaban tertulis berupa eksepsi tentang tidak berwenag mengadili, apa tindakan yang harus dilakukan oleh majelis hakim ?

5. Bagaimana jika jawaban tertulis tersebut bukan eksepsi tentang tidak berwenang mengadili melainkan menyangkut pokok perkara?

6. Jika Tergugat akan mengajukan eksepsi, kapan eksepsi tersebut

harus diajukan

7. Apa yang dimaksud dengan rekonvensi ?

8. Sebutkan persyaratan untuk pengajuan gugat rekonversi tersebut.

9. Apakah dalam semua perkara dapat diajukan gugat rekonvensi oleh

Tergugat ?

10. Bila Tergugat ada mengajukan gugat rekonvensi, bagaimana

tindakan saudara sebagai hakim ?

11. Jika kedua pemeriksaan dipisahkan dan diputuskan satu persatu, apakah terhadap setiap putusan dapat diajukan banding ?

12. Apa yang harus saudara lakukan terhadap gugat rekonvensi jika

gugat konvensi dinyatakan tidak dapat diterima ?

13. Apa yang harus saudara lakukan terhadap gugat rekonvensi jika

gugat konvensi ditolak ?

14. Jika persidangan akan dimulai ternyata majelis hakim tidak

lengkap, apa yang harus dilakukan ?

15. Bagaimana jika Ketua Majelis Hakimnya berhalangan tetap ?

16. Bagaimana proses pemeriksaan perkara yang telah berlangsung sementara majelis hakimnya diganti dengan PMH yang baru ?

17. Apa yang dimaksud dengan dictum putusan ?

18. Sebelum membacakan / menentukan putusan tindakan apa yang

harus dilakukan oleh majelis hakim ?

19. Apakah ikhtisar / hasil permusyawaratan majelis hakim tersebut

harus dimuat dalam berita acar persidangan ?

20. Apa yang disebut perkara perdata bagi badan Peradilan Agama?

21. Apa yang dimaksud azas "Tidak ada Sengketa tidak ada perkara?

22. Dalam hal bagaimana azas tersebut dapat disimpangi?

23. Peradilan yang demikian disebut apa?

24. Sebutkan contoh-contoh yang diijinkan oleh ketentuan perundang-

undangan?

25. Dapatkah penetapan voluntair dari Pengadilan dimintakan

pembatalan oleh mereka Yang berkepentingan?

26. Bagaimana caranya?

27. Bagaimana petunjuk Mahkamah Agung tentang hal ini?

28. Apa yang menjadi dasar atas surat dari Mahkamah Agung tersebut?

29. Apakah ketentuan yang tersebut dalam pasal 236a HIR dapat

disebut sebagai perkara voluntair?

30. Ketentuan mana yang memberlakukan pasal 236a HIR tersebut

bagi Pengadilan Agama diseluruh Indonesia?

31. Bagaimana caranya membuat penetapan ahli waris dan pembagian

waris yang dimaksudkan pasal 236a HIR itu?

32. Bagaimana apabila ternyata kemudian yang telah . menghadap tidak menyetujui bantuan yang diberikan oleh Pengadilan?

33. Dalam hal salah satu dari mereka yang telah menyetujui penetapan dan pembagian waris tersebut kemudian mengingkari yang telah disetujui bersama itu, apakah dapat minta bantuan Pengadilan 33. Dalam hal salah satu dari mereka yang telah menyetujui penetapan dan pembagian waris tersebut kemudian mengingkari yang telah disetujui bersama itu, apakah dapat minta bantuan Pengadilan

34. Dapatkah seorang ahli waris tunggal meminta bantuan pengadilan untuk menetapkan tentang penetapan dan pembagian waris dan penetapan ahli waris?

35. Jelaskan tata cara pengajuan gugatan pada Pengadilan Agama ?

36. Sebutkan . dasar hukumnya?

37. Dapatkah gugatan diajukan secara lisan?

38. Dimana hal itu diatur?

39. Jelaskan prosedurnya secara lengkap?

40. Dapatkah gugat yang diajukan secara lisan, dalam persidangan kemudian penggugat menguasakan pada kuasa hukum yang ditunjuknya?

41. Dapatkah pengajuan surat gugat secara lisan itu sekaligus

dengan menunjuk kuasanya?

42. Apa yang dimaksud gugat cuma-cuma?

43. Bagaimana prosedur gugatan cuma-cuma?

44. Bagaimana pelaksanaan pemanggilan pihak berpekara baik penggugat maupun tergugat, dalam gugat cuma-cuma?

45. Bagaimana pula cara pemanggilannya, bila diperlukan pemanggilan

dengan perantara pengadilan lain?

46. Bagaimana prosedur pemeriksaan persidangan dalam perkara

cuma-cuma?

47. Bagaimana bila pengadilan tidak dapat mengabulkan permohonan

untuk berperkara secara cuma-cuma?

48. Bagaimana pula apabila tergugat yang berkehendak berperkara

secara cuma-cuma?

49. Apakah putusan dalam perkara tersebut perlu dibubuhi materai?

50. Siapa yang menanggung biaya materai tersebut?

51. Bagaimana prosedur pengajuan perkara Cuma-cuma dalam tingkat 51. Bagaimana prosedur pengajuan perkara Cuma-cuma dalam tingkat

52. Syarat apa yang harus dipenuhi sehingga suatu gugatan dianggap memenuhi syarat? sesuai pasal 118 HIR/pasal 142 RBg).

53. Apa yang dimaksud dengan identitas dan apa saja yang dimuat

dalam surat gugatan?

54. Apa yang dimaksud dengan posita, dan apa yang harus dimuat ?

55. Apa yang dimaksud dengan petitum?

56. Bagaimanakah apabila posita yang diajukan, yang merupakan hal-hal relevan bagi hukum, sama sekali tidak membenarkan atau mendukung petitum yang diminta?

57. Berikan contoh?

58. Bagaimana pula apabila tidak diajukan posita yang menyokong atau

membenarkan petitum?

59. Berikan contoh?

60. Sejauh mana kewenangan hakim dalam memberikan nasehat dan petunjuk hukum kepada pihak-pihak berperkara berdasarkan pasal 119 HIR/143 RBg dan pasal 132 HIR/156 RBg?

61. Apa perbedaan pokok pemberian nasehat dan petunjuk hukum sebagaimana yang ditentukan dalam pasal 119 HIR/143 RBg dan sebagaimana yang ditentukan dalam pasal 132 HIR/156 RBg?

62. Apa pengertian saudara mengenai masalah-masalah pemanggil

pihak-pihak berperkara?

63. Apakah Relaas panggilan itu merupakan Akta autentik?

64. Apa tujuan dari pada tugas pemanggilan?

65. Jelaskan mengenai tata cara pemanggilan?

66. Bagaimana bila pihak-pihak yang dipanggil bertempat tinggal diluar negeri? (sesuai PP No.9/1975/pasal 140 KHI).

67. Bagaimana bila salah satu pihak berperkara bertempat

tinggal didaerah hukum pengadilan lain?

68. Apa yang dimaksud dengan panggilan resmi dan patut?

69. Bagaimana tatacara pemanggilan tergugat yang tidak diketahui

tempat tinggalnya?

70. Bagaimana jika perkaranya berkaitan dengan bidang perkawinan.

71. Bagaimana tatacara pemanggilan melalui media masa?

72. Berapa tenggang waktu antara pemanggilan pertama dan kedua?

73. Apa saja yang harus dimuat pada pengumuman pertama?

74. Berapakah tenggang waktu hari sidang yang harus dimuat dalam

pengumuman yang kedua?

75. Dalam hal termohon/tergugat ternyata datang ke pengadilan sebelum waktu sidang yang telah ditentukan dengan memberitahukan tempat tingggal yang sebenarnya, tindakan apa yang harus dilakukan oleh Pengadilan?

76. Apabila kemudian ternyata dengan pemberitahuan tersebut, tempat tinggal tergugat menjadi jelas, apakah masih diperlukan pemanggilan melalui media masa, atau pemanggilan tersebut harus diulangi pada tempat tinggal yang diberitahukan?

77. Bagaimana apabila ternyata termohon atau tergugat memberitahukan tempat tinggalnya diluar daerah hukum pengadilan tersebut?

78. Bagaimana tatacara penyampaian pemberitahuan bunyi putusan terhadap pihak yang tidak diketahui tempat tinggalnya?

79. Apa ada perbedaan mengenai tata cara penyampaian/ pemberitahuan putusan pengadilan dalam perkara yang berkenaan dengan perkawinan dengan perkara lainnya?

80. Kepada siapa pemanggilan tersebut harus disampaikan, apabila

temyata pihak yang dipanggil meninggal dunia?

81. Tindakan apa yang harus dilakukan oleh pengadilan, apabila

terjadi seperti tersebut di atas?

82. Dalam hal pihak berperkara telah menunjuk kuasa hukumnya kepada siapa pemanggilan tersebut harus disampaikan?

83. Bagaimana sifat acara perdata dimuka pengadilan menurut

HIR/RBg?

84. Apa yang dimaksud acara dimuka persidangan dilakukan secara

lisan?

85. Apa pula yang dimaksud dengan acara dimuka persidangan

dilaksanakan secara langsung?

86. Bagaimana sifat pemeriksaan dimuka persidangan?

87. Dalam hal apa sifat umum pemeriksaan dimuka persidangan harus

disimpangi?

88. Sebutkan dasar hukumnya?

89. Kepada pengadilan mana gugatan harus diajukan, apabila obyek

sengketa berupa benda tetap?

90. Dalam hal suami-istri berdiam diluar negeri, gugatan perceraian

harus diajukan dimana?

91. Dalam hal penggugat/pemohon berdiam diluar negeri gugatan harus

diajukan dimana?

92. Apa yang saudara ketahui tentang kompetensi?

93. Apa yang dimaksud dengan kompetensi absolut?

94. Apa yang dimaksud dengan kompetensi relatif?

95. Dimana letak perbedaan hakiki tentang kedua kompetensi itu?

96. Dimana diatur ketentuan mengenai masalah kompetensi itu?

97. Apakah yang dimaksud dengan eksepsi?

98. Sebutkan macam-macam eksepsi?

99. Kapan eksepsi terhadap kompetensi absolut harus diajukan? 100. Apabila hal tersebut tidak diajukan oleh tergugat, apakah secara jabatan dapat menyatakan diri bahwa pengadilan tidak berwenang mengadili perkara tersebut?

101. Kapan eksepsi terhadap kompetensi relatif harus diajukan? 102. Apabila hal tersebut diajukan oleh tergugat, apakah hakim secara

jabatan dapat menyatakan diri tidak berwenang atau tidak dapat menerima gugatan itu?

103. Berkenaan dengan kompetensi relatif, bilamana hakim menyatakan diri tidak berwenang, dan bilamana hakim menyatakan gugatan itu tidak dapat diterima?

F. TENTANG HUKUM ACARA PERDATA II--156

1. Apa yang dimaksud dengan eksepsi prosesual?

2. Apa yang dimaksud dengan eksepsi materiil?

3. Bagaimana bentuk putusan apabila Hakim menyetujui eksepsi absolut yang diajukan tergugat?

4. Bagaimana bentuk putusan apabila Hakim menyetujui eksepsi relatif yang diajukan tergugat?

5. Apakah Hakim boleh memanggil pihak Materiel sementara ia telah diwakili oleh pihak formil ?

6. Bagaimana prosedur pendaftaran perkara verzet?

7. Bagaimana apabila dalam persidangan pertama dalam perkara verzet baik penggugat maupun tergugat semuanya tidak hadir meskipun mereka telah dipanggil dengan resmi dan patut?

8. Apabila dengan menunjuk mediator kedua belah pihak yang bersengketa sepakat untuk berdamai / mengakhiri sengketanya, apa yang harus dilakukan oleh Hakim?

9. Putusan Hakim tersebut dalam bentuk apa ?

10. Apabila salah satu pihak kemudian mengingkari, tindakan apa yang dapat dilakukan oleh pihak yang lain?

11. Apakah perdamaian itu mungkin juga terjadi dalam pemeriksaan ditingkat banding?

12. Apa yang dimaksud dengan pembuktian?

13. Pada saat tahapan pembuktian, pihak mana yang harus membuktikan ?

14. Ada berapa macam alat bukti menurut hukum acara perdata

15. Sebutkan macam-macam alat bukti dalam perkara perdata ?

16. Ada berapa macam bukti surat ?

17. Apa yang dimaksud dengan akta otentik ?

18. Apa yang dimaksud dengan bukti surat dibawah tangan ?

19. Apa yang dimaksud dengan pembuktian?

20. Apa yang dimaksud dengan pembuktian yang berimbang?

21. Apa yang utama sekali harus dibukgtikan ?

22. Kapan sebuah surat dapat diajukan sebagai alat bukti yang sah?

23. Berapa macam alat bukti surat?

24. Apakah yang dimaksud dengan akta otentik?

25. Sebutkan syarat formal dan materiil suatu akta otentik?

26. Dalam hal bagaimana kekuatan pembuktian akta otentik tersebut dapat dipatahkan?

27. Jelaskan syarat formal dan material alat bukti surat lainnya?

28. Jelaskan kekuatan pembuktian . dari bukti surat tersebut?

29. Jelaskan kekuatan pembuktian dari akta autentik.

30. Apa yang dimaksud dengan sempurna tersebut ?

31. Apa pula yang dimaksud dengan mengikat tersebut ?

32. Siapa yang terikat untuk mempercayai bukti akta autentik tersebut ?

33. Apakah yang dimaksud unus testis nulus testis?

34. Apa makna testimonium de auditu?

35. Dalam hal bagaimana, saksi terhalang untuk diangkat sebagai saksi dimuka persidangan?

36. Dalam hal apa saksi tersebut diatas dapat didengar keterangannya dimuka persidangan?

37. Dalam hal bagaimana saksi berhak mengundurkan diri?

38. Apa yang disebut dengan bukti persangkaan?

39. Bagaimana kekuatan bukti persangkaan?

40. Jelaskan kekuatan bukti pengakuan dalam hukum acara?

41. Jelaskan makna pengakuan tidak dapat dipisah-pisahkan atau onsplitbare aveu?

42. Apa yang dimaksud dengan Pengakuan murni? Pengakuan dengan kwalifikasi? Pengakuan dengan clausula?

43. Bagaimana nilai kekuatan pembuktiannya dengan pengakuan itu?

44. Bagaimana apabila pengakuan itu dilakukan oleh kuasa hukumnya?

45. Sebutkan macam-macam bukti sumpah?

46. Berilah penjelasan-masing-masing terhadap alat bukti sumpah itu?

47. Apabila penyelesaian suatu perkara akan dilakukan dengan alat bukti sumpah, bagaimana tindakan yang harus diambil oleh hakim?

48. Dapatkah sumpah pemutus ini dikembalikan pada pihak lawan?

49. Bagaimana bila sumpah tersebut dilakukan oleh pihak lawan?

50. Apabila pihak lawan tidak bersedia melaksanakan sumpah, apakah dia mempunyai hak untuk mengembalikan kembali sumpah itu?

51. Dapatkah sumpah pemutus tersebut dilumpuhkan . dengan putusan pidana yang berkekuatan hukum tetap bahwa sumpah itu palsu?

52. Bagaimana susunan dan isi putusan Hakim?

53. Apa saja yang harus ditulis dalam identitas para pihak dalam surat gugat yang diajukan?

54. Bagaimana apabila terjadi perubahan mengenai kedudukan para pihak yang terjadi dalam persidangan?

55. Apa saja yang harus dimuat dalam tentang duduknya perkara?

56. Diambil dari manakah tentang hal-hal yang akan dijadikan bahan pertimbangan itu?

57. Apa pula yang harus dimuat dalam pertimbangan tentang 57. Apa pula yang harus dimuat dalam pertimbangan tentang

58. Apa yang harus dicantumkan dalam amar putusan?

59. Bagaimana tehnis pencantuman amar putusan, baik yang tercantum pada amar putusan itu sendiri, maupun dalam, berita acara?

60. Apabila terjadi kesalahan pengetikan dalam amar putusan, dapatkah diadakan ralat atau di type ex?

61. Apakah semua kalimat / kata-kata yang terjadi kesalahan dalam pengetikan dapat dilakukan rinvooi ?

62. Apa yang dimaksud dengan ultra petitum ?

63. Pada dasarnya dapatkah Hakim mengabulkan sesuatu yang tidak diminta sebagaimana tertera dalam petitum gugatan?

64. Bagaimana halnya dengan hal-hal yang sudah melekat sebagai kewajiban suami, seperti nafkah, mut'ah dalam perkara perceraian?

65. Bagaimana tentang pengaturan tentang pembebanan biaya perkara?

66. Jelaskan apa yang dimaksud dengan Putusan akhir dan putusan sela serta putusan provisi maupun insidentil ?

67. Sebutkan macam-macam sifat dari suatu amar putusan ?

68. Apa pula yang disebut: Putusan preparatoir dan Putusan interlocutoir?

69. Bagaimana praktek pengadilan terhadap ke 2 hal yang tersebut terakhir?

70. Dapatkah permohonan banding itu dicatat apabila tidak / belum membayar biaya banding?

71. Bagaimana apabila hanya sebagian saja dari keseluruhan biaya banding yang dapat dibayar oleh pemohon banding sisanya akan dibayar kemudian?

72. Bagaimana menghitung besarnya panjar biaya banding yang harus dibayar pihak pembanding ?

G. TENTANG PERMASALAHAN SITA DAN EKSEKUSI--183

1. Apa yang dimaksud dengan sita?

2. Apa tujuan dari peletakan sita ?

3. Apa akibat hukum jika barang yang telah diletakkan sita dipindah tangankan ( disewakan / dijual / dihibahkan / diwakafkan dll ) oleh sitersita ?

4. Kapan permohonan peletakan sita itu dapat diajukan oleh Pemohon sita ?

5. Jika ada permohonan sita yang diajukan oleh Penggugat bersama- sama dengan Gugatan, apa yang harus dilakukan oleh Majelis Hakim?

6. Bagaimana bunyi penetapan hakim jika mengabukan permohonan

sita tersebut sekaligus menetapkan hari sidang ?

7. Bagaimana bunyi penetapan hakim jika mengabukan permohonan sita tersebut dan menangguhkan penetapan hari sidang ?

8. Bagaimana bunyi penetapan hakim jika menolak permohonan sita tersebut sekaligus menetapkan hari sidang ?

9. Bagaimana pula bunyi penetapan hakim jika hakim menangguhkan permohonan sita tersebut sekaligus menetapkan hari sidang ?

10. Apa yang dimaksud dengan Sita konservatoir, Sita revindikatoir dan Sita eksekusi.

11. Dalam hal bagaimana dilakukan sita revindikatoir?

12. Apakah terhadap semua barang milik penggugat yang ada ditangan tergugat dapat dimintakan sita revindikatoir?

13. Sebutkan batasan yang ditetapkan oleh UU, sehubungan dengan sita revindikatoir?

14. Jelaskan prosedur permohonan sita tersebut secara lengkap?

15. Dalam hal bagaimana perlu dilakukan sita eksekusi?

16. Dalam hal sesuatu barang telah diletakan sesuatu sita didalam perkara lain, dapatkah diletakan kembali dalam sita?

17. Apakah sita persamaan / penyesuaian dapat berubah menjadi sita jaminan ?

18. Dalam hal sesuatu barang telah diletakan sebagai jaminan pada bank tertentu, dapatkah diletakan kembali dalam sita?

19. Apakah terhadap semua putusan kondemnatoir yang telah mempunyai kekuatan hukum yang tetap, yang tidak dilaksanakan secara sukarela oleh pihak tergugat setelah tenggang peneguran selesai, harus dilakukan sita eksekusi?

20. Siapa yang bertanggung jawab terhadap barang yang telah diletakkan sita ?

21. Jelaskan batasan-batasan yang ditentukan dalam hukum acara, sehubungan dengan pelaksanaan sita eksekusi?

22. Apakah dalam pelaksanaan eksekusi riil (pengosongan) juga diperlukan tindakan sita eksekusi?

23. Jelaskan perbedaan antara sita jaminan, sita revindikasi dan sita eksekusi.

a. Sita jaminan / conservatoir beslag:

b. Sita Revindikasi / Revindicatoir beslag :

c. Sita eksekusi / eksecutorial beslag :

24. Apakah semua putusan Pengadilan dapat dieksekusi ?

25. Jelaskan syarat suatu putusan itu dapat dieksekusi.

26. Jelaskan tatacara pelaksanaan eksekusi riil?

27. Jelaskan pelaksanaan eksekusi dalam hal untuk melakukan suatu perbuatan tertentu?

28. Apakah pelaksanaan putusan dapat ditunda dengan alasan tereksekusi tidak hadir?

29. Jika suatu putusan telah dieksekusi (ekskekusi riel / verkop), bagaimana dengan status sita yang telah diletakkan sebelumnya ?

30. Jika sita telah diletakkan, sementara putusan akhir PA menolak 30. Jika sita telah diletakkan, sementara putusan akhir PA menolak

31. Apa yang dimaksud dengan Niet Bevinding ?

32. Dalam keadaan seperti apa harus dinyatakan Niet Bevinding ?

33. Bila barang yang akan diletakan sita atau akan dilaksanakan untuk eksekusi terletak didaerah pengadilan lain bagaimana caranya?

34. Apa kewajiban yang harus dilakukan oleh pengadilan tersebut?

35. Dapatkah pengadilan tersebut menilai isi penetapan yang meminta bantuan pelaksanaan sita atau eksekusi tersebut?

36. Tindakan apa yang harus dilakukan oleh seseorang yang melawan pelaksana sita atau eksekusi?

37. Bagaimana prosedur penerimaan perlawanan atas suatu pelaksanaan atau eksekusi yang diajukan oleh pihak tereksekusi atau oleh pihak ketiga di pengadilan?

38. Pada pengadilan mana diajukannya perlawanan tersebut?

39. Apa ada tenggang waktu yang membatasi perlawanan tersebut?

40. Hal-hal apa yang dapat menangguhkan eksekusi?

41. Apa yang saudara ketahui tentang putusan serta merta?

42. Apakah setiap putusan yang mengabulkan permohonan serta merta, dengan sendirinya dapat dilaksanakan oleh Pengadilan Agama?

BAB V PRAKTIK PERSIDANGAN PENGADILAN AGAMA DAN MAHKAMAH SYAR’IYAH KHAS INDONESIA--196

A. Pendahuluan--196

B. Contoh Praktik Persidangan Di Pengadilan Agama Dan Mahkamah Syar’iyah Khas Indonesia--197 DAFTAR PUSTAKA--214 TENTANG PENYUSUN--216

BAB I SEJARAH PERADILAN AGAMA 1

A. PENDAHULUAN

Berbicara sejarah Peradilan Agama di Indonesia tidak terlepas dari perjalanan dan perkembangan hukum Islam, berbagai perubahan peristiwa yang sudah berjalan berpuluh-puluh tahun lamanya, sejak Islam masuk ke Indonesia, karena peradilan agama adalah salah satu bentuk alat perlengkapan pelaksanaan hukum Islam dalam sistem negara atau pemerintahan. Fakta dan peristwa- peristiwa dihimpun terus mengalir dan berjalan sampai sekarang tiada hentinya.

Sejarah bukan sejedar pergantian dari masa ke masa yang lain dan pelanjutannya, tetapi juga gerakan kemajuan dari generasi ke generasi, demikian juga gerakan kemajuan peradilan agama dari masa ke masa . pada awalnya timbulnya peradilan agama mulai dari tahkim lalu al hilal wal aqdi kemudian delegation af outority dari sultan atau raja.

Dalam sistem kerajaan Islam di Indonesia peradilan agama, sebagai bentuk atau alat pelaksanaaan hukum Islam berdiri sejak bersamaan berdirinya kerajaan Islam di seluruh Indonesia, namun nama pertadilan agama satu sama lain dalam sistem kerajaan Islam di Indonesia berdeda, seperti Jawa disebut Pengadilan Agama dan Mahkmah Islam Tinggi, di Kalimantan Selatan Kerapatan kadi dan Kerapatan kadi Besar dan di Sumatera, Sumbawa Ternate dan lain-lain umumnya disebut Mahkmah Syari’ah. dengan kewenaangan selain hukum perdata termasuk hukum pidana ataau jinayah.

1 Badan Litbang Diklat Mahkamah Agung RI, Bahan Ajar Diklat II PPC Terpadu Tahun 2012 Dan Disadur Dari Berbagai Sumber.

Akan tetapi dalam perkembangannya setelah Belanda menjajah Indonesia, meskipun pemerintah kolonial Belanda tidak bisa menghapus peradilan agama, yang disebabkan kuatnya umat Islam di Indonesia terhadap keimanannya atas hukum-hukum Islam (syari’ah) tetapi dapat mengibiri kewenangan peradilan agama dengan pendekatan teori receeptie, sebagaimana peradilan agama di Jawa, Madura dan Kalimantan Selatan hanya berwenang mengadili perkara-perkara semata-mata nikah, talak, cerai dan rujuk )NTCR) dan pengebirian itu sampai Indonesia merdeka, bahkan sampai tahun 1989 dengan keluarnya Undang-Undang Peradilan Agama Nomor 7/1989. Bahkan peradilan agama sebagai lembaga pradilan tidak berfungsi sebagai peradilan, karena tidak bisa melaksanakan putusan-putusannya.

Kemudian dalam perkembangannya setelah keluarnya undang-undang peardilan agama dari Undang-undang Nomor 7 Tahun 11989 dan kemudian disempurnakan dengan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006 dan Udang- undang Nomor 50 Tahun 2009, Peradilan Agama telah berfungsi sebagai layaknya lembagai peradilan pada uumnya, bahkaan selain itu kewenangannya selain perkara-perkara perkawinam, kewarisan, hibah, wasiat, wakap dans adaqah jugab termasuk ekonomi syariah, meskipun dalam perkembangan terakhir perkara-perkara bank syari’ah selain dapat diadili di pengadilan dalam lingkungan Pengadilan Umum.disamping itu tentunya lembaga arbitrase Islam.

Pengetahuan sejarah peradilan agama Indonesia dari masa ke masa, para Calon Hakim khususnya angkatan ke IV, mereka wajib mengetahui dan memahami sejarah perkembangan Peradilan Agama di Indonesia. Hal ini disebabkan karena mereka sebagai pelaksana atau yang memilikinya harus dapat mengembangkan sistem peradilan agama ke depan, baik dalam pengertian praktik sebagai aparat peradilan maupun sebagai seorang yang ahli dalam bidang hukum Islam khususnya , dan hukum nasional pada umumnya.

Berdasarkan pengetahuan sejarah peradilan agama khususnya, dan sejarah sistem peradilan di negara Indonesia pada umumnya para aparat peradilan di Indonesia, khususnya aparat Peradilan Agama dapat mmelaksanakan dan mengembangakan sistem peradilan di Indonesia dengan baik, sehingga menjadi peradilan yang agung, sebagaaimna yang menjadi harapan para seluruh aparat peradilan, baik peradilan tingkat pertama di Kabupaten/Kotak, dan tingkat banding di daerah Propinsi maupun Mahkamah Agung. di ibukota Negara Republik Indonesia.

B. PERADILAN AGAMA SEBELUM PEMERINTAHAN HINDIA BELANDA

Peradilan atau Qadha’ dalam ajaran Islam hukumnya fardlu kifayah, sehingga timbulnya peradilan bersamaan berlukunya hukum Islam kepada umat Islam, Dan fungsi peradiln dalam arti qodhi atau hakim merupakan alat perlengkapan dari pelaksanaan hukum Islam. Kemudian peradilan memperoleh bentuk yang kongkrit sebagaimana yang kita kenal seperti sekarang ini atau dalam sistem ketatanegaraan dengan berdirinya negara-negara Islam seperti dalam negara kerajaan-kerajaan Islam. Seperti kerajaan di Aceh, di Demah, di Mataram dan lain sebagaianya.

Pada awalmya fungsi peradilan sebelum ada negara dapat dilakukan dengan tahkim oleh seorang muhakam. Kemudian pada suatu kelompok masyarakat yang telah teratur maka jabatan qadli atau hakim dilakukan secara pemilihan dan ba’i’at oleh “ahlilhilal wal aqdi” sedangkan dalam suatu negara seperti sekarang ini, maka jabatan tersebut adalah merupakan ‘tauliyah” (delegation of athority) dari pihak Wliyul Amri yaitu penguasa tertinggi negara.

Peradilan Agama di Indonesia hanya terbatas kepada Peradilan Agama Islam, meskipun di Indonesia selain agama Islam ada agama lain, seperti agama Hindhu, Budha dan Kresten, hal ini berdasarkan realita bahwa selain agama

Islam tidak mengenal hukum, tetapi hanya menganal ajaran 2 Dengan demikian eksistensi Peradilan Agama di Indonesia merupakan perkembangan hukum Islam di Indonesia dan merupakan bentuk sistem masyarakat Indonesia yang menyatu dengan agama,khususnya agama Islam.

Dengan demikian dapat dikatakan bahwa sistem ketatanegaraan di Indonesia telah terjadi alkuturasi dengan sistem hukum Islam, hal ini dapat dilihat dalam bentuk struktur kelembagaan maupun dalam jabatan di dalam sistem ketatanegaraan, Umpamanya bentuk bangunan kerajaan di Jawa, baik dalam bentuk sistem bangunan kerajaan dan dibawahnya seperti Kadipaten, Ketemenggungan dan lain-lain, bangunan tersebut Bangunan gedung kerajaan Masjid dan alun-alun atau lapangan menyatu dalam satu sistem. Dan diantara Masjid dan rumah raja terdapat daerah Suranatan yang merupakan rrumah Penghulu atau Ketua Pengadilan Agama.. Demikian jabatan mulai dari bawa seperti jabatan di tingkat Desa/Kelurahan dosebut Modin, atau lebay, ditingkat Kecamatan disebut Penghulu, ditingkat Kadipaten Penghulu Ageng dan di tingkat Kerajaan Penghulu Agung. Jabatan tersebut mempunyai fungsi kewenangan menyelesaikan urusan keagamaan Islam termasuk masalah-masalah perkawinan, perceraian, kewarisan, hibah, wakaf dan lain-lain. Bahkan pada masa kerajaan Islam perkara hukum pidana, atau jinayah menjadi kewenangan Peradilan Agama.

2 Hukum dan ajaran sebagaimana pendapat Snoutch Horgronje dalam membedakan adat dan hukum adat, bila adat tidak mempunyai sanksi,sedangkan hukum adat mempunyai sanksi, demikain juga kita dapat