HUKUM ACARA PERDATA II

F. HUKUM ACARA PERDATA II

1. Apa yang dimaksud dengan eksepsi prosesual?

 Eksepsi prosesual ialah eksepsi yang intinya berkaitan dengan hukum acara.

a. Misalnya: – Eksepsi tentang gugatan kabur (abscuur libel).

b. Eksepsi tentang Nebis in idem.

2. Apa yang dimaksud dengan eksepsi materiil?

 Eksepsi materiil ialah eksepsi yang berkaitan dengan materi dari perkara itu sendiri.

Misalnya: Eksespsi bahwa perkara, tersebut telah lampau waktu (kadaluwarsa). Eksespsi bahwa penggugat telah melunasi hutang yang menjadi pokok sengketa.

3. Bagaimana bentuk putusan apabila Hakim menyetujui eksepsi absolut yang diajukan tergugat?

 Bentuk putusannya negatif dengan amar menyatakan bahwa pengadilan Agama tidak berwenang untuk mengadili perkara tersebut.

4. Bagaimana bentuk putusan apabila Hakim menyetujui eksepsi relatif yang diajukan tergugat?

 Bentuk putusan negatif dengan amar menyatakan bahwa Pengadilan Agama …… tidak berwenang untuk mengadili perkara tersebut.

5. Apakah Hakim boleh memanggil pihak Materiel sementara ia telah diwakili oleh pihak formil ?

 Hakim boleh / berwenang memanggil pihak yang berperkara meskipun telah dikuasakan sepenuhnya (lihat pasal 147 ayat 4 RBg/pasal 123 ayat

3 HIR, pasal 142 ayat 2 KHI).

6. Bagaimana prosedur pendaftaran perkara verzet?

 Tergugat mengajukan gugatan perlawanan (verzet) kepada Ketua Pengadilan Agama dan panitera mendaftar perkara tersebut dengan memakai nomor lama (tidak diberi nomor tersendiri)

7. Bagaimana apabila dalam persidangan pertama dalam perkara verzet baik penggugat maupun tergugat semuanya tidak hadir meskipun mereka telah dipanggil dengan resmi dan patut?

Pelawan harus dinyatakan sebagai pelawan yang tidak benar

 Putusan verstek dikuatkan

8. Apabila dengan menunjuk mediator kedua belah pihak yang bersengketa 8. Apabila dengan menunjuk mediator kedua belah pihak yang bersengketa

 Jika terhadap sengketa yang berhubungan dengan masalah perceraian, maka jika kedua belah pihak bersepakat untuk mengakhiri sengketanya, maka Hakim menyarankan agar gugatan dicabut.

 Terhadap perkara diluar masalah-masalah perkawinan, atas dasar kesepakatan damai yang dibuat para pihak dihadapan mediator, maka Hakim menjatuhkan putusan perdamaian (pasal 154 ayat 2 RBg/pasal 138 ayat 2 HIR).

9. Putusan Hakim tersebut dalam bentuk apa ?

 Dalam bentuk akta perdamaian (akta van vergelijke).

10. Apabila salah satu pihak kemudian mengingkari, tindakan apa yang dapat dilakukan oleh pihak yang lain?

 Pihak yang merasa dirugikan karena pengingkaran dapat mengajukan permohonan eksekusi atas akta perdamaian yang bersangkutan (pasal 154 ayat 2 RBg/pasal 130 ayat HIR).

11. Apakah perdamaian itu mungkin juga terjadi dalam pemeriksaan ditingkat banding?

 Ya dapat, Perma No. 1 tahun 2008 pasal 21 bahkan berdamai ditingkat kasasipun masih dimungkinkan.

12. Apa yang dimaksud dengan pembuktian?

 Pembuktian adalah suatu tindakan dari para pihak yang berperkara dengai menggunakan alai bukti yang sah untuk menyakinkan Hakim akan ke benaran suatu dalil tentang hak atau peristiwa yang diungkapkan dalam  Pembuktian adalah suatu tindakan dari para pihak yang berperkara dengai menggunakan alai bukti yang sah untuk menyakinkan Hakim akan ke benaran suatu dalil tentang hak atau peristiwa yang diungkapkan dalam

13. Pada saat tahapan pembuktian, pihak mana yang harus membuktikan ?

 Penggugat harus membuktikan kebenaran dalil gugatannya, sementara Tergugat harus membuktikan dalil bantahannya. (ps 282 RBG / ps 163 HIR)

14. Ada berapa macam alat bukti menurut hukum acara perdata

 Alat bukti menurut hukum acara perdata ada 5 macam.

15. Sebutkan macam-macam alat bukti dalam perkara perdata ?

Alat-alat bukti dalam hukum perdata adalah : 

16. Ada berapa macam bukti surat ?

 Bukti surat ada dua macam yaitu Akta dan non akta.

17. Apa yang dimaksud dengan akta otentik ?

 Akta otentik yaitu suatu surat yang dibuat menurut ketentuan undang- undang oleh atau dihadapan pejabat umum yang berwenang untuk itu, (dan surat tersebut sengaja dibuat untuk membuktikan sesuatu bagi orang yang berhak atau ahli warisnya).

 Contoh : Sertifikat HM atas tanah yang dibuat BPN, Kutipan Akta Nikah, Akta cerai.

18. Apa yang dimaksud dengan bukti surat dibawah tangan ?

 Segala macam bentuk surat, daftar surat urusan rumah tangga dan surat yang ditanda tangani dan dibuat dengan tidak memakai bantuan seorang pejabat umum. (ps 286 RBG)

 Contoh : surat perjanjian jual beli.

19. Apa yang dimaksud dengan pembuktian?

 Pembuktian adalah suatu tindakan dari para pihak yang berperkara dengai menggunakan alai bukti yang sah untuk menyakinkan Hakim akan ke benaran suatu dalil tentang hak atau peristiwa yang diungkapkan dalam persidangan.

20. Apa yang dimaksud dengan pembuktian yang berimbang?

 Maksudnya ialah seorang yang mendalilkan suatu hak dan kejadian/peristiwa maka kepadanya terpikul beban kewajiban pembuktian dan seorang yang membantah suatu dalil yang dikemukakan pihak lain maka kepadanya terpikul beban pembuktian terhadap bantahannya tersebut. (pasal 163 HIR/pasal 283 RBg, pasal 1865 BW).

21. Apa yang utama sekali harus dibukgtikan ?

 Yang harus dibuktikan ialah fakta-fakta kejadian yang diungkapkan oleh pihak berperkara serta saksi-saksinya.

22. Kapan sebuah surat dapat diajukan sebagai alat bukti yang sah?

 Bila telah memenuhi batas minimal pembuktian dari surat tersebut. 

Memenuhi syarat-syarat formil dan materiil.

23. Berapa macam alat bukti surat? 23. Berapa macam alat bukti surat?

akta otentik, 

akta di bawah tangan, 

akta sepihak.

b. Non akta.

24. Apakah yang dimaksud dengan akta otentik?

 Akta otentik adalah akta yang dibuat oleh atau dihadapan pejabat yang diberi wewenang untuk itu oleh penguasa menurut ketentuan- ketentuan yang telah ditetapkan balk dengan maupun tanpa bantuan dari yang berkepentingan yang mencatat apa yang dimintakan untuk dimuat didalamnya oleh yang berkepentingan (pasal. 165 HIR/pasal 285 RBg, pasal 1865 BW).

25. Sebutkan syarat formal dan materiil suatu akta otentik?

a. Syarat formal akta otentik: 

Pada prinsipnya bersifat partai, 

Dibuat oleh atau dihadapan pejabat umum yang berwenang, 

Memuat tanggal (hari) dan tahun pembuatan, 

Ditandatangani yang membuat.

b. Syarat materiil akta otentik: 

Isi yang tertuang didalamnya berhubungan lansung dengan apa yang diperkarakan,

 Isi akta tidak bertentangan dengan hukum kesusilaan, agama dan ketertiban umum,

 Sengaja dibuat untuk alat bukti.

26. Dalam hal bagaimana kekuatan pembuktian akta otentik tersebut dapat dipatahkan?

 Terjadi dalam hal pihak lawan juga mengajukan alat bukti yang sama nilai dan bobotnya dengan akta otentik, sehingga akta otentik berubah menjadi alat bukti permulaan yang harus didukung.oleh alat bukti lain supaya memenuhi batas minimal pembuktian.

27. Jelaskan syarat formal dan material alat bukti surat lainnya?

a. Syarat formil surat lainnya: 

Harus bersifat dua pihak, 

Harus merupakan kesepakatan dari kedua belch pihak, 

Harus bermaterai.

b. Syarat materiil surat lainnya: 

Isi yang tertuang harus berhubungan dengan apa yang diperkarakan. 

Sengaja dibuat untuk alat bukti.

28. Jelaskan kekuatan pembuktian . dari bukti surat tersebut?

 Kekuatan pembuktiannya diserahkan pada pertimbangan Hakim (pasal 1881 ayat 2 BW, pasal 294 ayat 2 RBg/pasal 167 HIR).

29. Jelaskan kekuatan pembuktian dari akta autentik.

 Akta autentik mempunyai kekuatan pembuktian yang sempurna dan mengikat.

30. Apa yang dimaksud dengan sempurna tersebut ?

 Sempurna maksudnya, satu-satunya alat bukti akta autentik tersebut sudah cukup untuk membuktikan tentang sesuatu, tanpa harus didukung  Sempurna maksudnya, satu-satunya alat bukti akta autentik tersebut sudah cukup untuk membuktikan tentang sesuatu, tanpa harus didukung

31. Apa pula yang dimaksud dengan mengikat tersebut ?

 Mengikat maksudnya, kekuatan pembuktiannya harus dipercayai sebagaimana yang tertuang dalam akta tersebut, tidak boleh ditafsirkan lain

32. Siapa yang terikat untuk mempercayai bukti akta autentik tersebut ?

 Yang terikat untuk mempercayai bukti surat / akta autentik tersebut adalah hakim, kecuali ada bukti lain yang bernilai sama untuk melemahkannya.

33. Apakah yang dimaksud unus testis nulus testis?

 Artinya keterangan yang diberikan oleh seorang saksi saja bukan merupakan suatu alat bukti. (pasal 169 HIR).

34. Apa makna testimonium de auditu?

 Maknanya ialah keterangan saksi yang tidak didasarkan atas pengetahuan, pengalaman, pendengaran dan penglihatan sendiri tentang suatu peristiwa atau keterangan saksi yang diperoleh dari orang lain.

35. Dalam hal bagaimana, saksi terhalang untuk diangkat sebagai saksi dimuka persidangan?

Menurut pasal 145 ayat 1 HIR/pasal 172 ayat 1 RBg yaitu: 

Keluarga sedarah dan keluarga semenda menurut keturunan yang lurus dari salah satu pihak.

 Suami atau isteri dari salah satu pihak.

 Anak yang tidak diketahui pasti sudah berumur 15 tahun. 

Orang gila, meskipun kadang ingatannya terang.

36. Dalam hal apa saksi tersebut diatas dapat didengar keterangannya dimuka persidangan?

 Dalam hal persidangan yang menyangkut perkara-perkara yang berkenaan dengan perkawinan, misalnya perceraian, maka keluarga sedarah dan keluarga semenda menurut keturunan yang lurus dari salah satu pihak dapat didengar keterangannya sebagai saksi (pasal 76 ayat I UU No.7/1989), atau dalam hal memberikan kesaksian tentang silsilah keturunan dalam sengketa waris.

37. Dalam hal bagaimana saksi berhak mengundurkan diri?

Saksi dapat mengundurkan diri dalam hal (sesuai pasal 146 ayat 1 HIR/ pasal 173 ayat 1. RBg): 

Saudara laki dan saudara perempuan dan ipar laki-laki dan perempuan dari salah satu pihak.

 Keluarga sedarah menurut keturunan yang lurus dan saudara laki-laki dan perempuan dari laki-laki atau isteri salah satu pihak.

 Semua orang yang karena kedudukannya, pekerjaan atau jabatannya yang sah diwajibkan menyimpan rahasia tetapi semata-mata hanya mengenai hal demikian yang dipercayakan padanya.

38. Apa yang disebut dengan bukti persangkaan?

 Bukti persangkaan ialah kesimpulan oleh UU atau oleh Hakim ditarik dari suatu peristiwa yang terang nyata kearah peristiwa yang belum terang kenyataannya (pasal 1915 BW, pasal 173 HIR/pasal 310 RBg).

39. Bagaimana kekuatan bukti persangkaan?

 Persangkaan kekuatan pembuktiannya diserahkan pada pertimbangan Hakim.

40. Jelaskan kekuatan bukti pengakuan dalam hukum acara?

 Pengakuan

tergugat/termohon yang membenarkan peristiwa, hak atau hubungan hukum yang menjadi pokok perkara yang diajukan oleh penggugat/pemohon sehingga kekuatan pembuktiannya bersifat sempuma dan menentukan yang tidak memungkinkan pembuktian lawan (Pasal 174 HIR/pasal 311 RBg).

merupakan

keterangan

41. Jelaskan makna pengakuan tidak dapat dipisah-pisahkan atau onsplitbare aveu?

 Maksudnya ialah bahwa suatu pengakuan hares diterima secara bulat, Hakim tidak boleh memisah-misah atau memecah-mecah pengakuan tersebut dan menerima sebagian dari pengakuan sehinggan tidak perlu lagi dibuktikan dan menolak sebagian lainnya yang masih perlu dibuktikan (pasal 176 HIR/ pasal 313 RBg, pasal 1924 BW).

42. Apa yang dimaksud dengan Pengakuan murni? Pengakuan dengan kwalifikasi? Pengakuan dengan clausula?

a. Pengakuan murni ialah: 

Pengakuan yang sifatnya sederhana dan sesuai sepenuhnya dengan tun- tutan pihak lawan.

b. Pengakuan dengan kwalifikasi ialah: 

Pengakuan yang disertai dengan sangkalan terhadap sebagian dari tun- tutan.

c. Pengakuan dengan clausula ialah: 

Suatu pengakuan yang disertai dengan keterangan tambahan yang bersifat membebaskan.

43. Bagaimana nilai kekuatan pembuktiannya dengan pengakuan itu?

 Pengakuan murni nilai kekuatannya bersifat sempurna, mengikat, menentukan dan memaksa.

 Pengakuan dengan kwalifikasi nilai kekuatan pembuktiannya bebas. 

Pengakuan dengan dausula nilai kekuatan pembuktiannya tidak sem- purna, bebas.

44. Bagaimana apabila pengakuan itu dilakukan oleh kuasa hukumnya? 

Pengakuan oleh kuasa hukumnya mempunyai kekuatan pembuktian yang sempurna sepanjang ada Surat kuasa istimewa yang dibuat khusus untuk

itu (pasal 311 RBg/pasal 174 HIR).

45. Sebutkan macam-macam bukti sumpah?

 Sumpah pelengkap atau tambahan (sumpah supplitoir) (pasal 155 HIR/ pasal 182 RBg, pasal 1940 BW).

 Sumpah pemutus (sumpah decissoir) (pasal 156 HIR/pasal 183 RBg, pasal 1930 BW).

46. Berilah penjelasan-masing-masing terhadap alat bukti sumpah itu? 46. Berilah penjelasan-masing-masing terhadap alat bukti sumpah itu?

Ialah sumpah yang diperintahkan oleh hakim karena jabatannya kepada salah satu pihak untuk melengkapi pembuktiannya tentang peristiwa yang menjadi sengketa sebagai dasar putusannya.

b. Sumpah pemutus/decissoir: 

ialah sumpah yang dibebankan atas permintaan salah satu pihak kepada lawannya karena tak adanya alat bukti yang dapat diajukan oleh para pihak.

47. Apabila penyelesaian suatu perkara akan dilakukan dengan alat bukti sumpah, bagaimana tindakan yang harus diambil oleh hakim?

Hakim harus memperhatikan: 

Bila hanya ada bukti permulaan saja dan para pihak tidak mampu lagi menambah alat bukti yang lainnya, maka bisa digunakan sumpah tambahan (suppletoir). Atas perintah hakim.

 Bila sama sekali tidak ada bukti yang diajukan oleh para pihak maka dapat digunakan sumpah pemutus (decissoir). Atas permintaan salah satu pihak yang berperkara.

48. Dapatkah sumpah pemutus ini dikembalikan pada pihak lawan?

 Bila isi sumpah tentang perbuatan yang dilakukan sendiri oleh yang dibebani sumpah, maka sumpah pemutus ini tidak dapat dikembalikan pada pihak lawan (pasal 1933 BW).

 Bila isi sumpah tentang perbuatan yang dilakukan oleh kedua belah pihak, maka oleh pihak yang dibebani sumpah pemutus dapat mengembalikannya pada pihak lawan (pasal 1931 BW).

49. Bagaimana bila sumpah tersebut dilakukan oleh pihak lawan?

 Maka pihak lawan yang bersedia melakukan sumpah pemutus tersebut menjadi pihak yang dimenangkan (pasal 1932 BW).

50. Apabila pihak lawan tidak bersedia melaksanakan sumpah, apakah dia mempunyai hak untuk mengembalikan kembali sumpah itu?

 Permintaan untuk mengucapkan sumpah decissoir dapat dikembalikan oleh pihak yang diminta, agar sumpah dilakukan oleh pihak yang semula meminta. Setelah itu sumpah pemutus tidak dapat lagi untuk dikembalikan.

51. Dapatkah sumpah pemutus tersebut dilumpuhkan . dengan putusan pidana yang berkekuatan hukum tetap bahwa sumpah itu palsu?

 sumpah pemutus dapat dilumpuhkan oleh suatu putusan pidana yang berkekuatan hukum tetap bahwa sumpah itu palsu.

52. Bagaimana susunan dan isi putusan Hakim?

a. Susunan dan isi putusan ialah: 

Kepala putusan isinya Demi Keadilan Berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. Nomor Registrasi perkara.

 Identitas para pihak dan kedudukannya, 

Tentang duduknya perkara (posita dan petitum) serta jawaban Tergugat 

Pertimbangan hukum, 

Amar putusan. 

Susunan majelis hakim dan tanda tangan hakim.

53. Apa saja yang harus ditulis dalam identitas para pihak dalam surat gugat yang diajukan?

 Yang harus ditulis dalam identitas para pihak ialah: Nama, umur, pekerjaan, tempat kediaman, kedudukan sebagai pihak.

54. Bagaimana apabila terjadi perubahan mengenai kedudukan para pihak yang terjadi dalam persidangan?

 Bila terjadi perubahan kedudukan para pihak dalam persidangan, misalnya: salah satu pihak meninggal dunia, maka akan berakibat terhentinya jalan pemeriksaan (pasal 284 RV) tidak berarti gugur perkara bisa diteruskan oleh para ahli warisnya dan dicatat dalam berita acara.

55. Apa saja yang harus dimuat dalam tentang duduknya perkara?

Yang harus dimuat dalam duduknya perkara ialah: 

Uraian tentang kejadian-kejadian atau peristiwanya. 

Uraian tentang hukumnya.

56. Diambil dari manakah tentang hal-hal yang akan dijadikan bahan pertimbangan itu?

 Diambil dari surat gugatan dan keterangan dari pihak-pihak yang berperkara serta saksi-saksi dan hal-hal yang berkenaan alai bukti yang diajukan mereka dalam persidangan sepanjang ada hubungannya dengan posita dan petitum.

57. Apa pula yang harus dimuat dalam pertimbangan tentang hukumnya?

 Yang harus dimuat ialah dasar-dasar hukumnya atas surat gugat dan ke- terangan dari pihak yang berperkara serta saksi-saksi dan alai-alai bukti lainnya.

58. Apa yang harus dicantumkan dalam amar putusan?

 Yang harus dicantumkan dalam amar putusan yaitu: - Penetapan dari pada hubungan hukum yang menjadi sengketa (dedaratif). - Memberikan hukum atau hukumnya yang berisi mengabulkan, atau menolak gugatan (dispositif).

59. Bagaimana tehnis pencantuman amar putusan, baik yang tercantum pada amar putusan itu sendiri, maupun dalam, berita acara?

 Pencantuman amar putusan dalam putusan ditandatangani oleh ketua majelis hakim beserta para hakim anggota dan panitera pengganti.

 Pencantuman amar putusan dalam berita acara cukup ditandatangani oleh Hakim Ketua dan panitera pengganti.

 Amar putusan yang tercantum dalam putusan dan Berita Acara harus sama.

60. Apabila terjadi kesalahan pengetikan dalam amar putusan, dapatkah diadakan ralat atau di type ex?

 Jika terjadi hal tersebut maka: Pada putusan aslinya dapat dilakukan ralat (renvoi) yang ditandatangani oleh Ketua Majelis Hakim dan pada salinannya tercantum lengkap sesuai dengan yang diralat / dirinvooin tersebut. (dalam hal kesalahan pengetikan tidak boleh di type ex)

61. Apakah semua kalimat / kata-kata yang terjadi kesalahan dalam pengetikan dapat dilakukan rinvooi ?

 Tidak semua kesalahan dalam pengetikan dapat dilakukan rivooi. 

Contoh yang tidak boleh dilakukan rinvooi adalah jika : Contoh yang tidak boleh dilakukan rinvooi adalah jika :

62. Apa yang dimaksud dengan ultra petitum ?

 Amar putusan yang mengabulkan sesuatu yang tidak dituntut oleh Penggugat

63. Pada dasarnya dapatkah Hakim mengabulkan sesuatu yang tidak diminta sebagaimana tertera dalam petitum gugatan?

 Pada dasarnya Hakim tidak dapat mengabulkan sesuatu yang tidak diminta sebagaimana tertera dalam petitum (pasal 178 ayat 3 HIR/pasal 189 ayat 3 RBg).

64. Bagaimana halnya dengan hal-hal yang sudah melekat sebagai

kewajiban suami, seperti nafkah, mut'ah dalam perkara perceraian?

 Terhadap hal-hal yang melekat sebagai kewajiban suami, masalah nafkah, mut'ah dalam perkara perceraian dapat diputuskan oleh hakim secara ex officio walaupun tidak diminta dalam petitum oleh pihak isteri dalam rekonpensi.

65. Bagaimana tentang pengaturan tentang pembebanan biaya perkara?

 di dalam perkara yang berkaitan dengan perceraian sebagaimana diatur dalam UU No.7 tahun 1989, maka biaya perkara dibebankan kepada pihak Penggugat / Pemohon/Pembanding.

66. Jelaskan apa yang dimaksud dengan Putusan akhir dan putusan sela serta putusan provisi maupun insidentil ? 66. Jelaskan apa yang dimaksud dengan Putusan akhir dan putusan sela serta putusan provisi maupun insidentil ?

ialah putusan yang mengakhiri sengketa atau perkara dalam suatu sengketa atau perkara di tingkat peradilan tertentu.

b. Putusan sela : 

ialah putusan yang bersifat sebagai putusan antara yang fungsinya untuk memperlancar pemeriksaan perkara.

c. Putusan provisi : 

ialah putusan yang menjawab tuntutan provisional yaitu permintaan para pihak yang bersangkutan agar sementara diadakan tindakan pendahuluan.

d. Putusan insidentil : 

ialah putusan atas suatu perselisihan yang tidak begitu berhubungan dengan pokok perkaranya. Misal: dalam hal terjadi voeging, tussenkomst. dll.

67. Sebutkan macam-macam sifat dari suatu amar putusan ?

a. Amar Putusan yang bersifak kondemnatoir : 

Ialah putusan yang bersifat menghukum atau pembebaban atau perintah kepada pihak yang dikalahkan untuk memenuhi prestasi.

b. Amar Putusan yang bersifat konstitutif : 

Ialah putusan yang meniadakan suatu keadaan hukum, misalnya: pemutusan perkawinan, pengangkatan wali, dan lain-lain.

c. Amar putusan yang bersifat Deklaratoir : 

Ialah putusan yang menyatakan tentang suatu keadaan

68. Apa pula yang disebut: Putusan preparatoir dan Putusan interlocutoir?

 Putusan preparatoir: ialah putusan sebagai putusan persiapan akhir, tanpa mempunyai pengaruh atas pokok perkara atau putusan akhir.

 Putusan interlocutoir: ialah putusan yang isinya memerintahkan pem- buktian dan dapat mempengaruhi putusan akhir.

69. Bagaimana praktek pengadilan terhadap ke 2 hal yang tersebut terakhir?

 Dalam praktek Pengadilan putusan preparatoir dan putusan interlocutoir lazim digunakan dalam bentuk sebagai putusan sela.

70. Dapatkah permohonan banding itu dicatat apabila tidak / belum membayar biaya banding?

 Pada dasarnya berperkara dipengadilan baik ditingkat pertama, banding maupun kasasi dan PK menganut asas Tidak ada biaya tidak ada perkara (kecuali dalah hal perkara prodeo)

 Pembayaran biaya banding merupakan syarat formil permintaan banding, sehingga permohonan banding yang tidak dibarengi dengan pembayaran biaya banding tidak boleh diterima (pasal 7 ayat 4 UU No.20/1947 ).

71. Bagaimana apabila hanya sebagian saja dari keseluruhan biaya banding yang dapat dibayar oleh pemohon banding sisanya akan dibayar kemudian?

 Besarnya biaya banding harus dibayar penuh mengingat biaya banding merupakan syarat formil.

72. Bagaimana menghitung besarnya panjar biaya banding yang harus dibayar pihak pembanding ?

Panjar biaya banding diperhitungkan untuk:

1. Biaya yang seharusnya dikirim kepada PTA.

2. Biaya yang diperlukan oleh PA untuk:

 Pemberitahuan akta permohonan banding. 

Pemberitahuan/penyampaian memori banding. 

Pemberitahuan/penyampaian kontra memori banding.

Pemberitahuan untuk memeriksa dan membaca berkas.

 Pemberitahuan/penyampaian putusan PTA.

G. PERMASALAHAN SITA DAN EKSEKUSI

73. Apa yang dimaksud dengan sita?

 Sita ialah suatu tindakan hukum yang dilakukan oleh Pengadilan terhadap barang bergerak atau tidak bergerak milik penggugat atau tergugat untuk menjamin agar barang yang disita tersebut tidak dipindah tangankan oleh sitersita.

74. Apa tujuan dari peletakan sita ?

 Tujuan peletakan sita disamping agar barang yang disita tidak dipindah tangankan oleh Tersita, juga untuk menjamin agar gugatan tidak sia-sia (illusoir)

75. Apa akibat hukum jika barang yang telah diletakkan sita dipindah tangankan ( disewakan / dijual / dihibahkan / diwakafkan dll ) oleh sitersita ?

 Memindah tangankan barang yang sudah disita oleh Pengadilan dapat diancam dengan hukuman pidana (ps 235 KUHP)

 Pemindah tanganan tersebut tidak sah / batal demi hukum dan termasuk perbuatan melawan hukum (onrech matige daad)

76. Kapan permohonan peletakan sita itu dapat diajukan oleh Pemohon sita ?

 Permohonan sita pada dasarnya dapat diajukan bersama-sama dengan pengajuan gugatan.

 Dapat pula diajukan secara tersendiri selama proses pemeriksaan perkara berlangsung / putusan belum BHT.

 Dalam hal terhadap harta bersama, permohonan sita dapat diajukan secara tersendiri tanpa adanya sengketa diantara suami isteri

77. Jika ada permohonan sita yang diajukan oleh Penggugat bersama-sama dengan Gugatan, apa yang harus dilakukan oleh Majelis Hakim ?

 Sebelum memeriksa pokok perkara (dengan persidangan insidentil) majelis hakim memeriksa permohonan sita tersebut, apakah alasan Pemohon sita tersebut beralasan atau tidak, selanjutnya hakim membuat penetapan hari sidang untuk pemeriksaan pokok perkara tersebut.

78. Bagaimana bunyi penetapan hakim jika mengabukan permohonan sita tersebut sekaligus menetapkan hari sidang ?

 Mengabulkan permohonan Penggugat tersebut diatas. 

Memerintahkan kepada jurusita / Panitera PA ...... atau jika berhalangan digantikan oleh wakilnya yang sah, disertai dua orang saksi yang memenuhi syarat-syarat yang termuat pada pasal 210 R.Bg /197 HIR untuk melakukan penyitaan sekedar cukup untuk memenuhi untuk memenuhi tuntutan pihak Penggugat barang-barang seperti diuraikan dalam gugatan yakni : .............................

 Memanggil kedua belah pihak supaya mereka datang menghadap kemuka sidang PA ..... Jalan ......... pada hari ......... tanggal ....... jam ........ dan kepada pihak Tergugat supaya diserahkan sehelai turunan gugatan dengan diterangkan, bahwa jika dikehendaki olehnya dapat dijawab secara tertulis dan ditanda tanganinya sendiri atau oleh kuasa hukumnya yang sah, serta diajukan pada waktu sidang tersebut diatas.

 Menetapkan bahwa tenggang waktu antara hari memanggil kedua belah pihak dengan hari sidang minimal tiga hari kerja.

79. Bagaimana bunyi penetapan hakim jika mengabukan permohonan sita tersebut dan menangguhkan penetapan hari sidang ?

 Mengabulkan permohonan Penggugat tersebut diatas. 

Memerintahkan kepada jurusita / Panitera PA ...... atau jika berhalangan digantikan oleh wakilnya yang sah, disertai dua orang saksi yang memenuhi syarat-syarat yang termuat pada pasal 210 R.Bg /197 HIR untuk melakukan penyitaan sekedar cukup untuk memenuhi untuk memenuhi tuntutan pihak Penggugat barang-barang seperti diuraikan dalam gugatan yakni : .............................

 Menyatakan bahwa hari persidangan dalam perkara ini kan ditetapkan dalam penetapan tersendiri

80. Bagaimana bunyi penetapan hakim jika menolak permohonan sita tersebut sekaligus menetapkan hari sidang ?

 Menolak permohonan Penggugat. 

Mememrintahkan kepada jurusita Pengganti PA ........ agar memanggil kedua belah pihak supaya mereka datang menghadap kemuka sidang PA ..... Jalan ......... pada hari ......... tanggal ....... jam ........ dan kepada pihak Tergugat supaya diserahkan sehelai turunan gugatan dengan diterangkan, bahwa jika dikehendaki olehnya dapat dijawab secara tertulis dan ditanda tanganinya sendiri atau oleh kuasa hukumnya yang sah, serta diajukan pada waktu sidang tersebut diatas.

 Menetapkan bahwa tenggang waktu antara hari memanggil kedua belah pihak dengan hari sidang minimal tiga hari kerja.

81. Bagaimana pula bunyi penetapan hakim jika hakim menangguhkan 81. Bagaimana pula bunyi penetapan hakim jika hakim menangguhkan

 Menetapkan permohonan pensitaan tersebut akan ditetapkan secara tersendiri.

 Memerintahkan kepada jurusita Pengganti PA ...... untuk memanggil kedua belah pihak supaya mereka datang menghadap kemuka sidang PA ..... Jalan ......... pada hari ......... tanggal ....... jam ........ dan kepada pihak Tergugat supaya diserahkan sehelai turunan gugatan dengan diterangkan, bahwa jika dikehendaki olehnya dapat dijawab secara tertulis dan ditanda tanganinya sendiri atau oleh kuasa hukumnya yang sah, serta diajukan pada waktu sidang tersebut diatas.

 Menetapkan bahwa tenggang waktu antara hari memanggil kedua belah pihak dengan hari sidang minimal tiga hari kerja.

82. Apa yang dimaksud dengan Sita konservatoir, Sita revindikatoir dan Sita eksekusi.

 Sita konservatoir: ialah sita terhadap barang bergerak atau tak bergerak milik tergugat dalam hal terjadi kekhawatiran bahwa pihak tergugat akan menggelapkan barang tersebut (pasal 227 HIR/pasal 261 RBg).

 Sita revindikatoir : ialah sita terhadap barang-barang bergerak milik penggugat yang dikuasai tergugat walaupun tanpa ada dugaan bahwa pihak tergugat akan menggelapkan barang (pasal 226 HIR/pasal 260 RBg).

 Sita eksekusi: ialah sita yang dilaksanakan setelah gugatan untuk membayar sejumlah uang diputus baik sebagian atau seluruhnya yang dapat merupakan kelanjutan dari sita jaminan yang telah ada sebelum perkara diputus atau sebagai suatu eksekusi karena sebelumnya tidak ada sita jaminan.

83. Dalam hal bagaimana dilakukan sita revindikatoir?

 Sita revindikatoir dilakukan dalam hal terdapatnya barang-barang bergerak milik penggugat yang dikuasai tergugat yang dituntut penggugat agar barang tersebut dikembalikan tergugat kepada penggugat.

84. Apakah terhadap semua barang milik penggugat yang ada ditangan tergugat dapat dimintakan sita revindikatoir?

 Tidak dapat, karena untuk dapat dilakukan sita revindikatoir terbatas pada barang bergerak milik penggugat saja yang ada ditangan tergugat.

85. Sebutkan batasan yang ditetapkan oleh UU, sehubungan dengan sita revindikatoir?

 Menurut pasal 227 ayat 1 HIR/pasal 261 ayat 1 RBg disebutkan:

a. Untuk mengajukan permintaan sita revindikatoir tak perlu ada dugaan yang beralasan bahwa seseorang yang berhutang akan menggelapkan barang.

b. Sita revindikatoir harus dimohonkan secara seksama dan terperinci atas barang bergerak yang ada ditangan tergugat.

86. Jelaskan prosedur permohonan sita tersebut secara lengkap?

Prosedur permohonan sita ialah sebagai berikut:

a. Dapat diajukan bersamaan dengan gugatan pokok dalam surat gugatan yaitu:

b. Dirumuskan pada bagian setelah uraian posita.

c. Dalam petitum, harus diminta agar sita dinyatakan sah dan berharga.

d. Juga dapat dilakukan secara terpisah yaitu:

e. Boleh diajukan menyusul surat gugat.

87. Dalam hal bagaimana perlu dilakukan sita eksekusi?

 Sita eksekusi terjadi dalam hal seseorang enggan melaksanakan bunyi pu- tusan yang menghukum untuk membayar uang.

88. Dalam hal sesuatu barang telah diletakan sesuatu sita didalam perkara lain, dapatkah diletakan kembali dalam sita?

 Terhadap barang tersebut tidak boleh diletakkan sita untuk kedua kalinya, kecuali hanya sekedar menyamakan catatan tentang objek yang telah diletakkan sita (sita persamaan / sita penyesuaian)

89. Apakah sita persamaan / penyesuaian dapat berubah menjadi sita jaminan ?

 Sita persamaan dapat berubah menjadi sita jaminan jika sita yang telah diletakkan sebelumnya telah diangkat.

90. Dalam hal sesuatu barang telah diletakan sebagai jaminan pada bank tertentu, dapatkah diletakan kembali dalam sita?

 Terhadap barang yang telah dijadikan jaminan pada bank tidak boleh diletakan sita atas barang tersebut.

91. Apakah terhadap semua putusan kondemnatoir yang telah mempunyai kekuatan hukum yang tetap, yang tidak dilaksanakan secara sukarela oleh pihak tergugat setelah tenggang peneguran selesai, harus dilakukan sita eksekusi?

 Tidak selalu.

92. Siapa yang bertanggung jawab terhadap barang yang telah diletakkan sita ?

 Yang bertanggung jawab terhadap barang yang telah diletakkan sita adalah si Tersita.

93. Jelaskan batasan-batasan yang ditentukan dalam hukum acara, sehubungan dengan pelaksanaan sita eksekusi?

 Sita eksekusi harus dilaksanakan apabila putusan yang telah berkekuatan hukum tetap tersebut mencantumkan penghukuman untuk membayar se- jumlah uang, misalnya mut'ah, nafkah iddah, nafkah anak dan sebagainya.

 Sita eksekusi tersebut tidak perlu dilakukan apabila dalam putusan tersebut sudah dicantumkan sita jaminan atau sita revindikatoir yang dinyatakan sah dan berharga.

94. Apakah dalam pelaksanaan eksekusi riil (pengosongan) juga diperlukan tindakan sita eksekusi?

 Untuk putusan kondemnatoir yang berisi perintah pengosongan sebidang tanah (eksekusi riel) tidak diperlukan sita eksekusi.

95. Jelaskan perbedaan antara sita jaminan, sita revindikasi dan sita eksekusi.

1. Sita jaminan / conservatoir beslag:

 Objeknya adalah milik Tergugat. 

Dilaksanakan selama dalam proses pemeriksaan perkara 

Adanya permohonan dari pemohon CB 

Atas perintah / penetapan Majelis Hakim.

2. Sita Revindikasi / Revindicatoir beslag :

 Objek yang disita adalah hak milik Penggugat yang dikuasai oleh Tergugat.

 Benda yang disita terbatas benda bergerak (benda tetap[ diletakkan

CB) 

Dalam permohonan sitanya harus diuraikan secara rinci tentang Nopol. Warna, No. Sasis dan No. Mesin (jika sebuah mobil / motor ).

 Dilaksanakan selama dalam proses pemeriksaan perkara 

Adanya permohonan dari Pemohon RB 

Atas perintah / penetapan majlis hakim.

3. Sita eksekusi / eksecutorial beslag :

 Jika sebelumnya telah dilakukan sita jaminan, setelah dinyatakan dalam amar putusan bahwa sita adalah sah dan berharga maka CB berubah menjadi EB.

 Jika sebelumnya tidak pernah diletakkan CB, maka EB dilaksanakan setelah putusan BHT.

 EB dilakukan jika ada amar putusan yang menghukum Tergugat untuk membayar sejumlah uang / verkop executie.

 Atas perintah Ketua Pengadilan (tanpa adanya permohonan dari Pemohon eksekusi untuk diletakkan EB)

96. Apakah semua putusan Pengadilan dapat dieksekusi ?

 Tidak semua putusan dapat dieksekusi, kecuali putusan yang telah memenuhi syarat untuk dieksekusi.

97. Jelaskan syarat suatu putusan itu dapat dieksekusi.

 Putusan telah BHT 

Amar putusan bersifat condemnatoir. 

Tergugat tidak mau melaksanakan secara suka rela. 

Adanya permohonan Pemohon untuk dilaksanakan eksekusi oleh Pengadilan

98. Jelaskan tatacara pelaksanaan eksekusi riil?

Tatacaranya ialah: 

Eksekusi baru dapat dilaksanakan setelah lampau masa peringatan / aanmaning dan putusan tersebut tidak dipenuhi secara sukarela.

 KPA mengeluarkan Surat penetapan perintah eksekusi kepada jurusita dengan menyebut nomor perkara dan obyek barang yang hendak dieksekusi.

 Perintah eksekusi dilaksanakan ditempat. 

Jurusita dibantu 2 orang saksi, berumur 21 tahun, jujur dan terpercaya. 

Jurusita membuat berita acara, eksekusi.

99. Jelaskan pelaksanaan eksekusi dalam hal untuk melakukan suatu perbuatan tertentu?

 Apabila seseorang dihukum untuk melakukan suatu perbuatan tertentu, maka apabila pihak yang dihukum tersebut tidak sukarela melaksanakan putusan tersebut dapat meminta pada Hakim agar perbuatan tersebut dinilai dengan sejumlah uang dan diktumnya dapat diganti dengan menghukum si tergugat untuk membayar sejumlah uang kepada penggugat (pasal 225 HIR/pasal 259 RBg).

100. Apakah pelaksanaan putusan dapat ditunda dengan alasan tereksekusi tidak hadir?

 Eksekusi tidak perlu ditunda dan harus tetap dijalankan sepanjang telah dipanggil dengan patut (pasal 208 RBg/pasal 197 HIR).

101. Jika suatu putusan telah dieksekusi (ekskekusi riel / verkop), bagaimana dengan status sita yang telah diletakkan sebelumnya ?

 Segala macam Sita yang telah diletakkan sebelumnya, setelah putusan  Segala macam Sita yang telah diletakkan sebelumnya, setelah putusan

102. Jika sita telah diletakkan, sementara putusan akhir PA menolak gugatan Penggugat, bagaimana bunyi amar putusan tersebut ?

 Menolak gugatan Penggugat 

Memerintahkan kepada Jurusita / Panitera Pengadilan Agama ...... untuk mengangkat sita .......... yang telah diletakkan PA .......... sebagaimana tertuang dalam berita acara sita Nomor ........ tanggal .......

103. Apa yang dimaksud dengan Niet Bevinding ?

 Niet Bevinding artinya Sita tidak dapat dilaksanakan.

104. Dalam keadaan seperti apa harus dinyatakan Niet Bevinding ?

 Barang yang dimohonkan sita tidak sesuai dengan keadaan senyatanya dilapangan (baik letak maupun ukurannya) atau barang tidak ditemukan (Sema No. 2/1962 tanggal 25 April 1962.

105. Bila barang yang akan diletakan sita atau akan dilaksanakan untuk eksekusi terletak didaerah pengadilan lain bagaimana caranya?

 Caranya dengan suatu pendelegasian sita Pengadilan Agama yang men- dapat delegasi men g eluarkan surat penetapan pelaksanaan sita/eksekusi dengan menunjuk surat penetapan sita/eksekusi semula. 

Berdasar surat penetapan tersebut, jurusita melaksanakan sita/eksekusi. 

Dan berita acara sita/eksekusi dikirim ke PA yang akan mendelegasikan sita/eksekusi tersebut untuk dilampirkan dalam berkas perkara (sesuai pasal 195 HIRJpasal 206 RBg).

106. Apa kewajiban yang harus dilakukan oleh pengadilan tersebut?

 Menurut pasal 195 ayat 5 HIR/206 ayat 5 RBg, Ketua Pengadilan yang  Menurut pasal 195 ayat 5 HIR/206 ayat 5 RBg, Ketua Pengadilan yang

107. Dapatkah pengadilan tersebut menilai isi penetapan yang meminta bantuan pelaksanaan sita atau eksekusi tersebut?

 Pengadilan yang mendapat delegasi tidak dapat melakukan penilaian atas isi penetapan dari pengadilan yang meminta bantuan.

108. Tindakan apa yang harus dilakukan oleh seseorang yang melawan pelaksana sita atau eksekusi?

 Pihak tersebut dapat mengajukan perlawanan dan diajukan pada pengadilan dalam wilayah dimana sita/eksekusi dijalankan.

109. Bagaimana prosedur penerimaan perlawanan atas suatu pelaksanaan atau eksekusi yang diajukan oleh pihak tereksekusi atau oleh pihak ketiga di pengadilan?

a. Prosedurnya ialah: 

Perlawanan terhadap sita / eksekusi dapat diajukan secara lisan atau tertulis kepada Pengadilan yang melaksanakan sita / eksekusi

 Walaupun Derden verzet adalah upaya hukum luar biasa (tidak menghalangi eksekusi) namun apabila segera tampak bahwa pelawan dalam mengajukan perlawanannya telah mengajukan bukti yang kuat, maka Pengadilan yang akan melaksanakan eksekusi segera menunda pelaksanaan eksekusi tersebut.

110. Pada pengadilan mana diajukannya perlawanan tersebut?

 Perlawanan diajukan pada pengadilan dimana sita/eksekusi dijalankan (pasal 197 ayat HIR/pasal 206 ayat 6 RBg).

111. Apa ada tenggang waktu yang membatasi perlawanan tersebut?

 Perlawanan diajukan dalam waktu 14 hari sejak PBT disampaikan kepadanya

 Jika PBT tidak disampaikan kepadanya secara langsung, maka batas waktunya adalah 8 hari setelah dialkukan aanmaning.

 Jika pada saat aanmaning ia tidak hadir, maka tenggat waktunya adalah disaat diletakkan sita eksekusi atau beberapa saat sebelum eksekusi dilaksanakan

 Jika eksekusi telah dilaksanakan maka perlawanan tidak dapat lagi dijaukan melainkan dilakukan dengan mengajukan gugatan tersendiri.

112. Hal-hal apa yang dapat menangguhkan eksekusi?

 Penundaan eksekusi secara kasuistis, ekseptional.

a. Alasan kemanusiaan.

b. Obyek eksekusi terbukti berbeda/lain.

c. Telah terjadi perdamaian atau telah dilaksanakan secara suka rela.

113. Apa yang saudara ketahui tentang putusan serta merta?

 Putusan serta merta ialah putusan yang dapat segera dilaksanakan (dieksekusi) walaupun ada upaya hukum banding/kasasi (belum BHT) (pasal 180 RID/pasal 191 RBg).

114. Apakah setiap putusan yang mengabulkan permohonan serta merta, dengan sendirinya dapat dilaksanakan oleh Pengadilan Agama?

 Pada dasarnya terhadap putusan serta merta dengan sendirinya  Pada dasarnya terhadap putusan serta merta dengan sendirinya