Memperkuat Kerangka Kebijakan dan Regulasi serta Mekanisme Implementasi untuk Perlindungan Pekerja Rumah Tangga dari Perdagangan Manusia dan Kerja Paksa.

4.4.1 Memperkuat Kerangka Kebijakan dan Regulasi serta Mekanisme Implementasi untuk Perlindungan Pekerja Rumah Tangga dari Perdagangan Manusia dan Kerja Paksa.

Sasaran strategis poin pertama ini berfokus pada pembuatan kerangka kebijakan dan regulasi. Selain itu, terdapat beberapa bentuk implementasi dari konvensi-konvensi ILO terdahulu yang diwujudkan dalam aktivitas-aktivitas, maupun dijadikan dasar untuk peraturan baru yang sedang dibuat. Sasaran strategis ini mewujudkan fungsi ILO sebagai pembuat peraturan serta

pengaplikasi peraturan 199 . Fungsi promosi norma juga terlihat dalam rangkaian aktivitas dalam sasaran strategis ini melalui peraturan yang dibuat dan

diaplikasikan 200 .

199 Clive Archer. Op.cit. Hal. 96, 102, dan 104. 200 Ibid.

Dalam sasaran strategis ini, aktivitas yang dilakukan diantaranya adalah penguatan kerangka kebijakan dan regulasi nasional dan daerah. Keluaran yang diharapkan dari aktivitas dalam sasaran strategis ini adalah pemerintah Indonesia, baik lokal maupun nasional dapat membuat sebuah peraturan yang memfasilitasi perlindungan hak-hak PRT sebagai pekerja.

Di tingkat nasional, aktivitas sasaran strategis ini terdiri dari serangkaian pendampingan teknis untuk mempromosikan dan mengadvokasi peratifikasian standar internasional yang berkaitan dengan perlindungan pekerja migran dan PRT. Dalam aktivitas ini juga ILO mengupayakan agar standar internasional digunakan dalam memperkuat kerangka kebijakan dan regulasi nasional dan

implementasi perlindungan HAM hak pekerja para pekerja migran 201 . Aktivitas ini melibatkan unsur triparti yang terkait dengan permasalahan yang dibahas

proyek serta masyarakat umum. Beberapa standar internasional yang digunakan dalam aktivitas ini adalah:

a) Konvensi PBB pada Perlindungan Pekerja Migran mengenai Hak-Hak seluruh Pekerja Migran dan Keluarga Mereka, 1990 (ICMW).

b) Konvensi ILO C97 Konvensi Migrasi untuk Pekerjaan, 1949; C143 Konvensi Pekerja Migran (Ketentuan Tambahan), 1975; C181

Konvensi Agen Tenaga Kerja Swasta, 1997.

c) Komitmen Internasional untuk mengadopsi Konvensi ILO 189 dan Rekomendasi pada Kerja Layak untuk Pekerja Rumah Tangga 202 .

ILO. 2012. Final Report of Combating Forced Labour and Trafficking of Indonesian Migrant Workers, Phase II. Op.cit. Hal. 13.

202 Ibid. Hal. 13.

Standar-standar internasional ini merupakan contoh rezim internasional yang mengandung nilai-nilai serta norma yang kemudian diterapkan untuk mengatur

negara 203 . Rezim ini berbentuk konvensi yang dimiliki oleh PBB dan ILO sebagai organisasi internasional karena digunakan untuk mengatur tindakan negara 204 .

Penerapan rezim dilakukan melalui aktivitas advokasi dan kemudian ratifikasi, seperti yang dilakukan dalam proyek ini.

Dampak yang dirasakan setelah aktivitas nasional ini adalah pada Konferensi Buruh Internasional tahun 2011 ILO dan seluruh anggotanya setuju untuk mengadopsi Konvensi Nomor 189, termasuk Indonesia. Indonesia memberikan dukungan intensif terhadap pengadopsian Konvensi ini. Salah satu buktinya adalah pengagendaan Rancangan Undang-Undang PRT dan rencana

Amandemen Undang-Undang nomor 39 tahun 2004 pada Prolegnas 2012 205 . Meskipun begitu, permasalahan terjadi pada awal Proyek di mana

kurangnya transparansi pada diskusi dan proses penyusunan dalam Parlemen untuk amandemen Undang-Undang nomor 39 tahun 2004. Terjadi juga beberapa sengketa pada tahun 2008-2009 antara BNP2TKI dengan Kementerian Tenaga

Kerja dan Transmigrasi yang memperlambat proses saat itu 206 . Hal ini menyebabkan proses menjadi lambat dan hasil yang diinginkan terlambat keluar.

Meskipun begitu, dialog sosial dengan para pemegang kepentingan di level nasional berjalan sangat lancar dan berhasil mempengaruhi keputusan politik para pembuat keputusan. Hingga kini Konvensi nomor 189 belum diratifikasi serta

204 Stephen D. Krasner. Op.cit. Hal. 185. 205 Jackson dan Sorensen. Op.cit. Hal. 119

ILO. 2012. Final Report of Combating Forced Labour and Trafficking of Indonesian Migrant Workers, Phase II. Op.cit. Hal. 13.

206 Ibid. Hal. 14.

Undang-Undang nomor 39 tahun 2004 belum berhasil diamandemen 207 . Semuanya masih dalam proses. Tetapi perkembangan teks RUU PRT serta

komitmen Indonesia untuk mengadopsi Konvensi merupakan salah satu langkah krusial dalam perlindungan HAM para PRT. Mungkin saat ini para PRT migran maupun lokal masih harus menunggu pemerintah menyelesaikan tugas mereka agar hak-hak mereka sebagai pekerja bisa ditegakkan.

Di tingkat pemerintah lokal, Pendampingan teknis kepada pemerintah lokal dan aktor non-pemerintah lainnya di 6 (enam) area pemerintahan lokal di Indonesia terdiri dari konsultasi, penyusunan dan pengeluaran regulasi lokal pekerja migran dan pembangunan Local Action Plans dalam memperkuat mekanisme perlindungan lokal (registrasi, pengawasan agensi perekrutan,

ketentuan pendampingan dan pelayanan, dan peningkatan kesadaran lokal) 208 . Proyek ini melakukan pendampingan kepada pemerintah lokal agar

menurunkan Peraturan Daerah untuk melindungi Pekerja Rumah Tangga, termasuk ketentuan-ketentuan pelayanan dan pendampingan para pekerja rumah tangga migran. Area lokal yang menjadi sasaran dalam Proyek ini adalah Jawa Timur (Jember dan Banyuwangi), Jawa Barat (Cirebon), Jawa Tengah

(Banyumas), dan Lampung 209 . Proyek ini telah berkontribusi kepada penguatan kebijakan dan regulasi di

daerah lokal untuk perlindungan para pekerja rumah tangga migran. Sebanyak 5 (lima) draft Peraturan Daerah (Perda) mengenai perlindungan pekerja migran telah keluar dan telah masuk ke dalam agenda Parlemen lokal untuk ditinjau ulang

207 208 Ibid. Hal. 14.

Ibid. Hal. 14. 209 Ibid. Hal. 14.

dan diadopsi setelah amandemen Undang-Undang nomor 39 Tahun 2004 selesai 210 .

Keterbatasan pelaksana Proyek dalam mengatur proses politik serta debat berkepanjangan dalam amandemen Undang-Undang nomor 39 tahun 2004 menyebabkan pembuatan Perda menjadi lambat. Meskipun begitu, banyaknya dukungan tidak hanya dari NGO tetapi juga dari organisasi lainnya seperti mesjid, organisasi massa, lembaga bantuan hukum, dan akademis membantu pembentukan peraturan daerah tetap berlangsung melalui berbagai pertemuan,

kampanye, dan diskusi publik 211 . Keseluruhan laporan di dalam sasaran strategis pertama ini

memperlihatkan bahwa ILO telah berhasil mempengaruhi pemerintah Indonesia dalam pembuatan kebijakan perlindungan PRT. Meskipun hanya sekedar bertindak sesuai kapasitasnya sebagai organisasi internasional yang tidak boleh mencampuri urusan internal negara, tetapi ILO menunjukkan bahwa organisasi internasional juga memiliki peranan dalam pengaruh pembuatan kebijakan dengan rezim yang diusung organisasi tersebut.