Kerangka Institusional

4.2 Kerangka Institusional

Dalam proyek ILO “Combating Forced Labour and Trafficking of Indonesian Migrant Workers, Phase II” terdapat satu orang Ketua Penasihat Teknis, satu orang Koordinator Proyek Nasional, satu orang Asisten Proyek, dan satu orang Asisten Keuangan dan Administrasi, yang sebelumnya telah bekerja di fase pertama berkantor di Kantor ILO Jakarta. Seluruh pelaksanaan proyek ini diawasi oleh Direktur Kantor ILO Jakarta, dan didukung oleh staf dan bagian

Administrasi dan Keuangan Kantor ILO Jakarta 178 .

175 Ibid. Hal. 35. 176 Ibid. Hal. 36.

178 Clive Archer. Op.cit. Hal. 73.

ILO. 2012. Final Report of Combating Forced Labour and Trafficking of Indonesian Migrant Workers, Phase II. Op. cit. Hal. 6.

ILO bekerjasama dengan institusi pemerintahan dalam proyek ini diantaranya Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi, Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia, Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Kementerian Luar Negeri, Badan Perencanaan dan Pembangunan Nasional (BAPPENAS), dan Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja

Indonesia (BNP2TKI) 179 . Lembaga pemerintah dan non-pemerintah lainnya yang terlibat dalam

proyek ini adalah diantaranya:

1. Komisi Nasional Perempuan (Komnas Perempuan);

2. Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM);

3. Pemerintah daerah provinsi Banten, DKI, Aceh, Sumatra Utara, Sumatra Selatan, Jambi, Lampung, Kepri, Riau, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa

Timur, NTB, NTT, Sulawesi Barat, Sulawesi Selatan, Kalimantan Tengah dan Kalimantan Barat;

4. Serikat buruh seperti Konfederasi Serikat Buruh Sejahtera Indonesia (KSBSI), Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI), Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (KSPSI), Asosiasi Serikat Pekerja

(Aspek), Serikat Buruh Migran Indonesia (SBMI), dan asosiasi pekerja lainnya dari para pekerja migran, pekerja rumah tangga migran, dan pekerja rumah tangga lokal;

ILO. 2011. Project Brief: Combating Forced Labour and Trafficking of Indonesian Migrant

Workers.International Labor Organization.Diakses pada 19 September 2012.<http://www.ilo.org/wcmsp5/groups/public/ ‐‐‐asia/‐‐‐ro‐bangkok/‐‐‐ilo‐ jakarta/documents/projectdocumentation/wcms_153145.pdf>.

5. Organisasi masyarakat seperti Konsorrium Pembela Buruh Migran Indonesia (KOPBUMI), Migrant Care, Center for Indonesian Migrant

Workers (CIMW), Solidaritas Perempuan, ECOSOC Institute, Pusat Pengembangan Sumber Daya Wanita (PPSW) Borneo, PPSW Pasoendan, Dian Tama Foundation, Rumah Perempuan Kupang, Jaringan Nasional (Jarnas) Pekabumi, Advokasi Buruh Migran Indonesia (ADBMI), Serikat Perburuhan Petani “Qaryah Thayyibah” (SPPQT), Fahmina Institute, Solodaritas Migran Scalabrini (SMS), Jala-PRT, dan Rumpun Gema Perempuan;

6. Asosiasi agensi perekrutan swasta seperti Asosiasi Pelatihan Dan Penempatan Pekerja Rumah Tangga Seluruh Indonesia (APPSI), Asosiasi Perusahaan Jasa Tenaga Kerja Indonesia (APJATI), dan Himpunan

Pengusaha Jasa Penempatan Tenaga Kerja Indonesia (HIMSATAKI);

7. Organisasi Massa Religius sepert Nahdlatul ‘Ulama (NU) serta Fatayat NU 180 .

Institusi yang terlibat dalam Proyek ini kemudian disebut sebagai pemegang kepentingan. Penulis melihat dengan banyaknya institusi yang terlibat dalam Proyek ini menunjukkan bahwa permasalahan perlindungan PRT merupakan masalah yang serius dan diperhatikan oleh berbagai pihak. Dari kerangka institusional ini, penulis juga melihat bahwa ILO menggunakan prinsip tripartismenya, dengan melibatkan pemerintah (lokal maupun nasional), para pengusaha (agensi penyalur), dan juga pekerja (serikat buruh). Selain itu,

ILO. 2012. Final Report of Combating Forced Labour and Trafficking of Indonesian Migrant Workers, Phase II. Op.cit. Hal. 6.

keterlibatan masyarakat dalam organisasi massa juga merupakan salah satu wujud akuntabilitas ILO sebagai organisasi internasional 181 . Dari kerangka institusional

ini juga dapat dilihat prinsip tripartisme ILO. Perwakilan pemerintah, pengusaha, dan pekerja terlihat dalam kerangka institusional 182 . Kesemuanya terlibat dalam

pelaksanaan proyek dan berperan sebagai pemegang kepentingan.