Mengenai “katakanlah itu adalah berita besar!”
Mengenai “katakanlah itu adalah berita besar!”
Pertanyaan 10: Pada jil. 17; hal. 237 dari tafsir Al- Mizan, A nda menuliskan, ―… dan ada yang berpendapat bahwa dhomir dalam ayat “katakanlah itu adalah berita besar!” kembali kepada ―Hari Kiamat‖. Pendapat ini adalah pendapat yang paling jauh dari kebenar an.‖ Apa alasan Anda sehingga berpendapat demikian? Padahal memang ada lima belas ayat tentang hari kiamat dan hisab tercantum sebelum dua ayat yang berada sebelum ayat di atas. Dan Anda sendiri dalam pembahasan tafsir surah An- Naba‘ menafsirkan ―berita besar” tersebut sebagai Hari Kiamat?
Jawab: Dua ayat sebelum ayat tersebut, yakni ayat “katakanlah: „sesungguhnya aku adalah pembawa peringatan …” 1 adalah ayat yang telah memotong alur
pembicaraan Tuhan dalam lima belas ayat sebelumnya dan mengganti alur pembicaraan yang mulanya mengenai hari kiamat menjadi hal yang lain. Setelah itu terdapat ayat yang berbunyi:
“Katakanlah (hai Muhammad), "Aku tidak meminta upah sedikitpun padamu atas da'wahku dan bukanlah aku termasuk orang-orang yang mengada-adakan. Al- Qur‟an ini tidak lain hanya peringatan bagi alam semesta. Dan sesungguhnya kamu akan mengetahui (kebenaran) berita Al-
Qur‟an setelah beberapa waktu lagi.” 2 Dalam ayat ini jelas sekali bahwa yang dimaksud
dengan ―berita‖ tersebut adalah Al-Qur‘an.
Wassalamualaikum
Muhammad Hussain Thabathabai
15/1/1397 HQ.
1 QS. Shaad: 65. 2 QS. Shaad: 86 – 88.
Seiring dengan diadakannya konferensi penghormatan Syahid Qadhi Nurullah Shusthari, penulis kitab terkenal Ihqaqul Haq dari India, para ulama dan Marja‘ saling mengirimkan surat yang berisi pesan-pesan mereka. Berikut ini adalah sambutan Allamah Thabathabai yang pernah beliau sampaikan di saat berlangsungnya konferensi tersebut.
Kepada Nabi-Nya, Muhammad Saw, Allah Swt berfirman:
“Katakanlah: „Aku tidak meminta upah sedikitpun dari kalian dalam menyampaikan risalah itu, melainkan (mengharapkan kepatuhan) orang- orang yang mau mengambil jalan kepada Tuhan
nya.‟” 1 Sesuai dengan ayat ini, kita dapat memahami bahwa
puncak dakwah yang telah dilakukan Rasulullah Saw selama 23 tahun adalah berdirinya agama Islam yang
1 QS. Al-Furqan: 57.
telah membuka tempat bagi dirinya di tengah-tengah keberadaan masyarakat dunia.
“Katakanlah wahai Muhammad: „Aku tidak meminta upah sedikitpun dari kalian melainkan kecintaan
kalian kepada kelurga dekatku (Ahlul Bait).‟” 1 Dengan penggabungan ayat ini dengan ayat
sebelumnya, akan tampak jelas bahwa agama yang dinginkan oleh Allah Swt untuk kita anut dan hasil dakwan Nabi selama bertahun-tahun adalah agama Islam yang disertai dengan kecintaan kepada keluarga dekat Rasulullah Saw.
Nabi Muhammad Saw dalam hadis mutawatir yang bernama hadis safinah bersabda, ―Sesungguhnya Ahlul Baitku as seperti bahtera Nabi Nuh as. Barang siapa yang menaikinya akan selamat, dan barang siapa
berpaling darinya akan binasa.‖ 2 Begitu juga, Nabi Saw bersabda dalam sebuah hadis
mutawatir lainnya yang disebut dengan hadis tsaqalain, ―Sesungguhnya aku meninggalkan dua hal yang besar bagi kalian. Yang pertama adalah kitab Allah Swt, dan yang kedua adalah Ahlul Baitku as. Sesungguhnya keduanya tidak akan terpisah selamanya sampai keduanya memasuki surga dan datang kepadaku. Jika kalian berpegang teguh kepada
1 QS. As-Syura: 23. 2 Ad-Durr Al-Mantsur: jil. 3; hal. 334.
keduanya, sungguh kalian tidak akan tersesat selamanya.‖ 1
Nabi Saw sendiri telah menjelaskan makna relasi antara agama ini dengan kecintaan kepada Ahlul Bait as. Dengan penjelasan yang sangat mudah dipahami, beliau memahamkan bahwa kaum Muslimin harus menjadikan Ahlul Bait as sebagai panduan dan pemimpin, serta menimba agama mereka dari Ahlul Bait as. Inilah mazhab Syiah yang kurang lebih ada seratus
juta jiwa penduduk dunia yang menganggapnya sebagai mazhab resmi yang mereka anut.
Ya, Syiah adalah mazhab suci yang telah Allah Swt jadikan sebagai puncak tujuan dakwan Nabi Saw dan menganggapnya sebagai hasil dari dakwah Nabi Saw. Syiah adalah mazhab berharga yang keberadaannya sampai saat ini berkat tertumpahnya darah sebelas manusia suci Ahlul Bait as, dimana pertama kali darah yang tertumpah dari mereka dan demi mazhab ini adalah darah yang keluar dari kening dan mulut suci Nabi Saw di perang Uhud.
Syiah adalah mazhab yang telah melewati masa-masa yang sangat susah yang selama empat belas abad sepeninggal Nabi Muhammad Saw sampai saat ini, sesuai dengan kesaksian sejarah, beribu-ribu
1 Ihqaqul Haqq: jil. 9; hal. 341, dengan sedikit perbedaan redaksi.
pengikutnya harus terbunuh dan terbantai. Di antara mereka, terdapat banyak nama para ulama dan sarjana pandai yang telah syahid; seperti Syahid Awal Muhammad Makki dan Syahid Tsani Zainuddin Ihsai.
Begitu juga Syahid Sa‘id Qadhi Nurullah Shushtari yang sedang berbaring di makam suci ini. Dengan melihat karya jerih payah orang-orang seperti ini, kita harus mengenang kembali usaha keras dan pengorbanan yang telah mereka lakukan demi keutuhan mazhab ini serta untuk menyebarkan ajaran-ajaran mulianya. Kita juga harus mengenang darah para imam yang telah tertumpah demi terjaganya ajaran yang benar ini. Begitu pula darah para ulama lainnya yang telah meneguk cawan syahadah di jalan ini. Tak lupa kita juga harus mengenang darah ribuan pengikut tak berdosa mazhab ini yang tertumpah begitu saja. Dan marilah kita bangkit dan berusaha keras dalam menegakkan kebenaran.
“Dan janganlah kalian bersikap lemah, dan janganlah bersedih. Kalianlah yang paling tinggi
jika kalian beriman.” 1