Asas Pendidikan Islam
Asas Pendidikan Islam
Di samping penjelasan di atas, juga perlu ditegaskan bahwa sebenarnya pendidikan sempurna yang dapat diberikan kepada manusia adalah pelatihan pada keutamaan yang dimilikinya. Mengingat keutamaan manusia itu adalah akalnya, maka Islam menjadikan ―keberakalan‖ manusia sebagai asas pendidikannya. Islam tidak menjadikan hawa nafsu dan emosi sebagai sebagai asas pendidikannya. Oleh karenanya, Islam mengajak umat manusia untuk memiliki keyakinan- keyakinan suci dan etika mulia serta mengamalkan aturan-aturan amaliah yang secara fitri manusia alami dan keberakalannya telah mengakui kebenaran hal-hal yang dibawakan oleh Islam.
Pemahaman Manusia fitri dengan fitrah yang telah dianugrahkan
Tuhan kepadanya mampu memahami bahwa alam semesta yang sangat luas ini, dari mulai maujud sekecil atom sampai kumpulan galaksi, memiliki keteraturan yang sangat mengagumkan. Segala keteraturan yang ada dalam alam ciptaan ini merupakan tanda Tuhan kepadanya mampu memahami bahwa alam semesta yang sangat luas ini, dari mulai maujud sekecil atom sampai kumpulan galaksi, memiliki keteraturan yang sangat mengagumkan. Segala keteraturan yang ada dalam alam ciptaan ini merupakan tanda
Manusia fitri memahami bahwa alam semesta yang dipenuhi dengan berbagai macam maujud ini adalah satu kesatuan yang mana setiap bagiannya saling berkaitan dengan bagian yang lain. Setiap maujud memilki pengaruh tersendiri terhadap maujud yang lain. Ya, manusia fitri memahami bahwa segala maujud yang ada di alam semesta saling bergantung dan berkaitan.
Alam manusia adalah bagian yang sangat kecil dari tubuh alam semesta yang sangat luas ini; bagai setetes air samudera yang tak terbayang luasnya. Alam manusia adalah alam yang tercipta berkat alam ciptaan. Alam ciptaan memiliki saham atas terwujudnya dia dan pada hakikatnya ia adalah buatan semua alam, yakni ciptaan kehendak Tuhan semesta alam.
Sebagaimana dirinya adalah anak alam ciptaan dan hidup di bawah pimpinan dan didikannya, alam ciptaan inilah yang dengan mempergunakan sebab-sebab luar batas telah mewujudkan manusia dengan bentuk dan kekhasan seperti ini. Dan dialah yang telah membekali manusia dengan daya dan kekuatan khusus lahir dan batin. Dan dia juga yang telah memberikan perasaan Sebagaimana dirinya adalah anak alam ciptaan dan hidup di bawah pimpinan dan didikannya, alam ciptaan inilah yang dengan mempergunakan sebab-sebab luar batas telah mewujudkan manusia dengan bentuk dan kekhasan seperti ini. Dan dialah yang telah membekali manusia dengan daya dan kekuatan khusus lahir dan batin. Dan dia juga yang telah memberikan perasaan
Ya, manusia adalah sebuah maujud yang dengan pikiran dan kehendak bebasnya mampu membedakan antara hal-hal yang baik dan yang buruk. Ia mampu membedakan mana yang bermanfaat dan mana yang tidak. Dengan demikian manusia adalah pelaku yang berkehendak dan berikhtiar bebas. Tapi kita tidak boleh lupa bahwa alam ciptaan adalah kehendak Tuhan semesta alam yang telah memainkan peranan dalam menuangkan lukisan wujud kedalam batin dan lahir manusia dan telah menjadikannya sebagai makhluk yang berkehendak dan bebas.
Tanpa ragu dan bimbang, dengan akal pikirannya sendiri, manusia fitri mampu memahami bahwa kebahagiaan dan keberuntungannya, yakni tujuan hakikinya dalam hidup adalah persinggahan yang telah ditunjukkan oleh tabiat dan alam ciptaan yang telah mewujudkannya. Tujuan ini adalah persinggahan akhir yang telah diciptakan untuk manusia dan sang Pencipta Yang Maha Esa melihat adanya kemaslahatan bagi hamba-hambanya di sana.
Dengan demikian, manusia fitri akan menghukumi bahwa satu-satunya jalan kebahagiaan dalam Dengan demikian, manusia fitri akan menghukumi bahwa satu-satunya jalan kebahagiaan dalam
Kesimpulannya, inti dari tugas-tugas tak terhitung yang terdapat dalam buku ini adalah tidak tunduk dan merendah selain di hadapan Tuhan Yang Maha Esa dan tidak mengikuti ajakan-ajakan perasaan dan hawa nafsu, kecuali jika akal telah telah mengizinkannya.
Dua Macam Hukum
Hukum dan aturan dalam kehidupan manusia dapat dikategorikan menjadi dua kelompok:
Pertama, adalah hukum-hukum yang melindungi kepentingan-kepentingan
manusia (dari segi keberadaan manusia sebagai makhluk yang hidup berkelompok, di mana saja, dan kapan saja). Hukum- hukum semacam ini seperti akidah dan hukum-hukum yang menekankan penghambaan manusia di hadapan Tuhannya (yang mana penghambaan manusia di hadapan Tuhan sampai kapanpun tidak akan berubah). layaknya aturan-aturan lain yang berlaku, hukum- hukum seperti ini dibutuhkan oleh kehidupan manusia manusia (dari segi keberadaan manusia sebagai makhluk yang hidup berkelompok, di mana saja, dan kapan saja). Hukum- hukum semacam ini seperti akidah dan hukum-hukum yang menekankan penghambaan manusia di hadapan Tuhannya (yang mana penghambaan manusia di hadapan Tuhan sampai kapanpun tidak akan berubah). layaknya aturan-aturan lain yang berlaku, hukum- hukum seperti ini dibutuhkan oleh kehidupan manusia
Kedua, adalah hukum dan aturan yang bersifat sementara dan terbatas. Hukum-hukum sedemikian rupa akan berubah hanya dengan bergantinya gaya hidup manusia dan perkebangannya. Dengan berkembangnya kehidupan umat manusia, secara otomatis hukum-hukum tersebut juga menuntut perkembangan. Oleh karenanya muncul aturan-aturan baru yang lebih layak untuk dijalankan.
Misalnya, di zaman yang masih belum ada kendaraan- kendaraan super cepat seperti saat ini, yang mana manusia masih menggunakan kuda, keledai, onta, bahkan berjalan kaki untuk melintasi jarak dan sampai ke suatu tempat, manusia tidak membutuhkan hukum dan aturan lalu lintas yang rumit seperti sekarang ini. Tapi kini, karena kendaraan bermotor telah memenuhi jalanan, kita membutuhkan akan adanya aturan-aturan lalu lintas yang sangat banyak hanya untuk berkendara di darat, di laut, bahkan di udara!
Orang-orang primitif yang hidupnya sangat sederhana dan hanya bergelut dengan hal-hal kecil, sudah bisa memenuhi kebutuhan-kebutuhannya hanya dengan menjalankan beberapa hukum dan aturan sederhana seperti: makan, minum, perkawinan, pakaian, tempat tinggal, dan lain sebagainya; meskipun mereka harus Orang-orang primitif yang hidupnya sangat sederhana dan hanya bergelut dengan hal-hal kecil, sudah bisa memenuhi kebutuhan-kebutuhannya hanya dengan menjalankan beberapa hukum dan aturan sederhana seperti: makan, minum, perkawinan, pakaian, tempat tinggal, dan lain sebagainya; meskipun mereka harus
Tujuan Islam adalah mendidik manusia fitri dan dengan ajakannya. Islam ingin masyarakat dunia menjadi masyarakat yang suci nan fitri yang memiliki keyakinan dan akidah fitri, amal perbuatan suci yang fitri, dan tujuan hakiki yang fitri. Islam menjadikan pemikiran- pemikiran suci manusia fitri sebagai hukum dan undang-undang lahir dan batin yang harus dijalankan. Kemudian Islam membagi hukum-hukumnya menjadi dua bagian; yaitu hukum yang tetap dan hukum yang tak-tetap dan dapat diubah. Yang pertama adalah hukum-hukum yang dibuat berasaskan penciptaan manusia dan kriteria-kriterianya. Hukum-hukum bagian pertama ini disebut sebagai agama dan syariat yang mana akan menuntun manusia berjalan menuju kesempurnaan hakiki dan kebahagiaannya yang sesungguhnya. Allah Swt berfirman:
“Dengan teguh dan dalam keadaan yang patut menghadaplah ke arah agama ini! Yakni fitrah dan “Dengan teguh dan dalam keadaan yang patut menghadaplah ke arah agama ini! Yakni fitrah dan
mengatur hidup umat manusia.” 1 Perlu diketahui bahwa hukum-hukum bagian kedua,
yakni hukum-hukum tak-tetap dan dapat diubah, adalah aturan-aturan yang bergantung dengan kondisi dan keadaan hidup manusia. Hukum-hukum ini berada di genggaman tangan nabi Islam, para penerusnya, dan orang-orang tertentu.
Hukum-hukum tak-tetap dan dapat berubah tidak dapat dipisahkan dengan hukum-hukum tetap; karena hukum-hukum tersebut berada di bawah naungan agama dan syariat. Mereka (nabi dan orang-orang suci yang lain) berwewenang untuk menentukan hukum- hukum tersebut sesuai dengan kemaslahatan suatu waktu dan tempat tertentu serta tuntutan kehidupan. Yang jelas, hukum-hukum yang dapat dirubah secarah istilah tidak dapat disebut dengan agama, syariat, atau hukum-hukum Islam.
Mengenai ketaatan terhadap para nabi dan wasinya, Allah Swt berfirman:
“Wahai orang-orang yang beriman! Taatilah Allah, para rasul, dan ulil amri 2 kalian. ”
1 QS. Ar-Rum: 30. 2 QS. An- Nisa’: 59.
Inilah jawaban singkat yang dapat diberikan mengenai permasalahan Islam dan pemenuhan kebutuhan hakiki hidup di sepanjang masa. Sebenarnya tidak cukup dengan jawaban yang berukuran hanya beberapa halaman ini saja, bahkan harus diberikan penjelasan lebih mendalam lagi. Pada kesempatan berikutnya insya Allah kami akan memberikan penjelasan lebih lanjut.