Nilai Ekonomi Nilai Anak Dalam Budaya, Ekonomi, Sosial Nilai Budaya

perban mekuah te turangna, bekenna sepertelu herta warisen ndai” kalau harta warisan diserahkan kepada anak laki-laki. Karena, kalau anak perempuan sudah menikah dia ikut suaminya dan bagian dia milik suaminya. Lagian anak laki-laki kalau orang tua sakit menjadi tanggung jawabnya terus kalau orang tua juga punya utang dibebankan kepada anak laki-laki atau yang membayar anak laki-laki. Sebenarnya tergantung kepada orang tuanya, tetapi kebanyakan orang tua memberikan kepada anak laki-laki. Kalau anak perempuan dapat, karena saudara laki-lakinya merasa kasihan, maka dikasilah sepertiga dari harta warisannya.

1.2. Nilai Ekonomi

Di daerah pedesaan, selain terlibat langsung di sektor pertanian sebagai petani penggarap, buruh tani yang menuai dan menumbuk padi, perempuan juga banyak menekuni aktivitas dagang kecil-kecilan. Kegiatan produktif semacam ini merupakan sumber penghasilan yang cukup penting, terutama pada musim kemarau panjang atau ketika tanaman terserang hama. Stoler 1977 dalam Ihromi menunjukkan bahwa perempuan di daerah pedesaan mencari nafkah di luar rumah antara lain dengan berdagang kecil-kecilan. Mereka memberi pelayanan terhadap kebutuhan lokal. Pendapatan perempuan telah menempatkan mereka pada posisi sentral dalam ekonomi rumah tangga. Sayangnya, posisi sentral ini sering tidak tampak karena nilai-nilai patriarki yang begitu membudaya di Universitas Sumatera Utara masyarakat, seperti konsep bahwa kepala rumah tangga dan pencari nafkah adalah laki-laki pria 1995:378. Di India, Pakistan dan Banglades bahwa anak laki-laki memiliki nilai ekonomi yang cukup menjanjikan oleh sebab itu tidak sulit memahami mengapa perempuan lebih suka anak laki-laki, karena anak perempuan akan meninggalkan rumah suatu hari nanti, menyedot sebagian kekayaan keluarga dalam bentuk mas kawin, sementara anak laki-laki menawarkan janji autonomi dan autoritas masa depan atas menantu perempuan serta para cucu Mosse, 1996:67. Bagi masyarakat desa Lingga ada istilah bahwa banyak anak banyak rejeki, namun istilah ini hanya berlaku pada jaman dulu karena masyarakat jaman dulu semua anaknya dibawa ke ladang untuk bekerja dan pekerjaan di ladang cepat selesai. Namun pada saat sekarang istilah ini sudah tidak berlaku atau digunakan lagi karena bagi mereka 2 dua sampai 4 empat anak saja sudah cukup, mengingat kebutuhan ekonomi saat ini sangat sulit untuk memenuhi kebutuhan hidup. Setiap keluarga yang memiliki anak perempuan selalu merasa untung karena menurut para orang tua khususnya para ibu-ibu, anak perempuan itu dapat meringankan beban pekerjaan rumah tangga misalnya seperti: menyuci piring, pakaian, memasak, membersikan rumah, menjaga adik, mengangkat air minum, bahkan terkadang keladang. Pekerjaan yang seharusnya dikerjakan seorang ibu, namun karena memiliki anak perempuan pekerjaan ini dapat beralih ketangan anak perempuan tersebut. Selain meringankan beban pekerjaan rumah tangga anak Universitas Sumatera Utara perempuan juga dapat meringankan beban ekonomi keluarga yakni dengan cara berjualan sayur-sayuran seperti daun ubi, buncis, kacang panjang, cabe, jipang, dan lain-lain. Anak perempuan ini biasanya berjualan sayur-sayuran di “jambur”. Jambur ini biasanya digunakan masyarakat desa Lingga untuk tempat upacara adat seperti upacara perkawinan, upacara kematian, upacara masuk rumah baru dan untuk tempat musyawarah, namun untuk hari-hari biasa atau tepatnya pada sore hari digunakan masyarakat desa Lingga sebagai tempat berjualan. Anak- anak perempuan biasanya berjualan mulai dari pukul 4 empat sore sampai dengan pukul 8 delapan malam. Sayur-sayuran yang mereka jual diambil dari ladang sendiri setelah pulang sekolah, terkadang ibu mereka yang membawanya dari ladang. Hasil penjualan diberikan semuanya tanpa ada potongan kepada orang tua atau kepada ibu. Besarnya hasil penjualan mereka perharinya berkisar antara Rp 3000 sampai dengan Rp 5000. Jika dibandingkan dengan anak laki-laki, anak perempuan jauh lebih bermanfaat bila dilihat dari pekerjaan rumah yang mereka kerjakan atau selesaikan. Seperti yang dituturkan ibu Sarinah br Ginting Manik: 30 tahun “adi anak dilaki kaikin, dekahen main-main asangken ngurupi ijuma, agi uga gelah pelawes ia ijuma nari bage banna, misalna pengandungna agina, adi gejek je sibegi enca latih ka siakap me mesui takal ta mbegisa padin ia i pelawes silap ka kari kita” kalau anak laki-laki apalah, lamaan main-main dari pada membantu di ladang, soalnya gimana biar dia disuruh pigi dari ladang gitu di bautnya misalnya dibuatnya adiknya menangis, kalau ribut kita dengarkan terus capek pula Universitas Sumatera Utara kan sakit kepala kita mendengarkannya, mending disuruh pigi dari pada silap saya nanti. “Adi anak diberu e ngit denga kang ngurupi, la gia mbelang bekasna bas juma, monmon adi lit kapna man dayankenr buatina, enca pagi karaben e dayakenna bas jambur, hasilna bekenna man bangku, paling buatna kari Rp500, entah nukur goreng tena, lapedah arah erdaya adi la kin ia kujuma ugape dahin rumah sikap banna, enggo kari tanggerna nakan, gulen ras teh, bicara anak dilaki i rumah ugape labo dung dahin e kari, adi dung pe banna paling agina peridina, adi lang lau inemen buatna, meterpaksa ka kari aku erdakan ka lebe mulih juma nari” kalau anak perempuan masih mau membantu di ladang, biarpun hasilnya yang dikerjakan tidak lebar, namun terkadang kalau ada rasanya yang bisa dijual diambilinya, lalu besok sorenya dijualkan di jambur, hasilnya semuanya dikasikan kepada saya, kalaupun diambil paling Rp500, mana tau dia mau beli gorengan. Tidak usah dari jualan, kalau anak perempuan tidak ke ladang bagaimanapun pekerjaan rumah selesai dibuatnya, sudah nanti masak dibuatnya makanan dan minuman, kalau anak laki-laki di rumah gimanapun tidak siap pekerjaan itu, kalaupun siap dibuatnya paling adiknya dimandikan, kalau tidak air minum diambilnya, kan terpaksa saya memasak dulu pulang dari ladang. Karena anak laki-laki pada masyarakat desa Lingga hanya bermain-main jikalaupun anak laki-laki mempunyai pekerjaan hanya seperti menjaga adik, mengangkat air minum, mengambil makanan ternak lembu. Dari segi ekonomi anak laki- laki juga dapat mengurangi beban ekonomi keluarga yakni dengan cara membuat tutup keranjang dari bambu dan hasilnya diberikan juga kepada Universitas Sumatera Utara orang tua. Jika dibandingkan dengan anak perempuan tentu anak laki-laki terhitung yang mau bekerja sebagai pembuat tutup keranjang. Sedangkan anak perempuan banyak yang mau berjualan sayur-sayuran, tergantung pada sayur-sayuran yang dijual apakah ada atau tidak, jika sayuran yang mau dijual tidak ada maka anak perempuan pergi membantu orang tua diladang.

1.3. Nilai Sosial

Dokumen yang terkait

Program Pemberdayaan Perempuan Kursus Wanita Karo Gereja Batak Karo Protestan (Kwk-Gbkp) Pada Perempuan Pengungsi Sinabung Kecamatan Payung Kabupaten Karo

2 51 132

KEBERADAAN MUSIK DALAM ACARA RITUAL PERUMAH BEGU PADA MASYARAKAT KARO DI DESA GAMBER KECAMATAN SIMPANG EMPAT KABUPATEN KARO.

1 8 22

PERSEPSI MASYARAKAT TERHADAP PELESTARIAN RUMAH ADAT KARO SEBAGAI CAGAR BUDAYA DI DESA LINGGA KECAMATAN SIMPANG EMPAT KABUPATEN KARO.

0 2 22

PROSES PELAKSANAAN UPACARA MENGANGKAT TULANG BELULANG (NGURKURI TULAN-TULAN) DALAM MASYARAKAT BATAK KARO DI DESA LINGGA KECAMATAN SIMPANG EMPAT KABUPATEN KARO.

0 2 15

Evaluasi Pengembalian Dana Pengembangan Usaha Agribisnis (PUAP) di Kecamatan Simpang Empat (Kasus: Desa Lingga, Kecamatan Simpang Empat, Kabupaten Karo)

0 0 14

Evaluasi Pengembalian Dana Pengembangan Usaha Agribisnis (PUAP) di Kecamatan Simpang Empat (Kasus: Desa Lingga, Kecamatan Simpang Empat, Kabupaten Karo)

1 2 1

Evaluasi Pengembalian Dana Pengembangan Usaha Agribisnis (PUAP) di Kecamatan Simpang Empat (Kasus: Desa Lingga, Kecamatan Simpang Empat, Kabupaten Karo)

0 0 6

Evaluasi Pengembalian Dana Pengembangan Usaha Agribisnis (PUAP) di Kecamatan Simpang Empat (Kasus: Desa Lingga, Kecamatan Simpang Empat, Kabupaten Karo)

1 1 23

Evaluasi Pengembalian Dana Pengembangan Usaha Agribisnis (PUAP) di Kecamatan Simpang Empat (Kasus: Desa Lingga, Kecamatan Simpang Empat, Kabupaten Karo)

0 0 3

KABUPATEN KARO( Studi Kasus : Desa Surbakti, Kecamatan Simpang Empat, Kabupaten Karo)

0 3 11