Akibat Proses Sosialisasi Pada Anak Laki-laki

bulangnya kakeknya, karena alasan anak tersebut bandel dan susah untuk diajarkan, ibu Morris br Perangin-angin: 36 tahun “agi gutul naring lanai kuakap terajarken aku emaka kutama ku rumah bulang nah, je pagi me lit perubahenna, je terpaksa medak lampas, enca dahin rumah epe terpaksa ia dungisa adi la dung mis merawa bulang nah, mis jungut- jungutina, labo min seh tanna, emaka tangtangna barenda ngandung nge usur Selvi ah ngadu-ngadu bangku, tapi miska bage ningku bagekin nakku adi kita tading rumah bulang ta la banci ate-atenta bagi i rumah mamak” kalau bandal kali, tidak bisa lagi saya rasa mendidiknya, baru saya antarkan ke rumah kakeknya, di situ nantikan ada perubahannya, di sana terpaksa cepat bangun, terus pekerjaan rumahpun terpaksa dia yang menyelesaikan, kalau tidak selesai kakeknya marah, terus dinasehatinya, tidak pernah memang dipukulnya, itu makanya pertama kali dulu sering Selvi nangis mengadu kepada saya, lantas saya bilang memang begitu nakku kalau tinggal tempat kakek kita tidak bisa sesuka kita seperti di rumah mamak.

C. Akibat Proses Sosialisasi Pada Anak Laki-laki

Pengajaran dan pendidikan yang diberikan orangtua terhadap anak baik antara anak laki-laki dan anak perempuan sangat berbeda oleh karena itu pengajaran dan pendidikan yang diberikan orangtua terhadap anak laki-laki mengakibatkan si anak laki-laki selalu berkuasa terhadap saudaranya yang perempuan karena ia merasa bahwa ia memiliki otoritas untuk menghukum saudara perempuannya jika saudara perempuannya Universitas Sumatera Utara melakukan suatu kesalah. Yang lebih fatalnya lagi pengajaran dan pendidikan yang diberikan orang tua terhadap anak laki-laki berakibat pada pendidikan si anak, dimana di desa Lingga banyak terdapat anak laki-laki yang sudah berhenti sekolah dengan alasan malas sekolah, karena bandel, karena ekonomi. Tetapi kebanyakan anak laki-laki yang berhenti akibat malas dan karena bandel di sekolah. Di desa Lingga, anak laki-laki selalu mendapat perlakuan khusus dari saudara perempuannya. Dimana hal ini dapat kita lihat dalam hal pembagian kerja dalam keluarga. Anak laki-laki biasanya selalu disuruh mengerjakan beban pekerjaan yang berat misalnya seperti mengambil air minum dari tapin yang cukup jauh dari tempat penduduk, selain itu anak laki-laki juga harus mengambil makanan ternak dari ladang atau hutan. Oleh sebab itu jika ada anak perempuan yang menyuruh saudara laki- lakinya membersihkan rumah atau menyuci piring, maka orang tua akan berkata itu bukan pekerjaan anak laki-laki tetapi kerjaan anak perempuan. Melihat yang dilakukan orang tua ini maka anak laki-laki tidak pernah mau membantu saudara perempuannya di rumah. Selain itu anak laki-laki juga selalu menganggap bahwa saudara perempuannya lemah, tidak berdaya. Menurut teori sosial konflik, situasi konflik dalam kehidupan sosial tidak dianggap sebagai sesuatu yang abnormal atau disfungsional, tetapi bahkan dianggap suatu yang alami dalam setiap proses sosial. Adanya konflik bersumber dari struktur dan fungsi keluarga itu sendiri. Seorang suami dengan kedudukannya sebagai kepala keluarga akan menimbulkan konflik terbuka dengan istrinya yang mempunyai kedudukan ibu rumah Universitas Sumatera Utara tangga. Karena pada asumsi dasarnya adalah, siapa yang mempunyai kekuasaan akan selalu dianggap menindas siapa yang berada di bawahnya Megawangi,1999:86. Situasi yang terjadi pada masyarakat desa Lingga, di mana anak laki-laki selalu menganggap rendah saudara perempuannya, mengakibatkan seringnya terjadi pemukulan yang dilakukan anak laki-laki terhadap saudara perempuannya yang melakukan kesalahan, bila dikaitkan dengan teori sosial konflik yang diutarakan oleh Marxis, bahwa siapa yang berada di bawah selalu tertindas denga yang ada diatasnya. Perbedaan-perbedaan peran yang terjadi antara anak laki-laki dengan anak perempuan, yang selalu menganggap anak perempuan itu lemah, tak berdaya, ternyata tak benar ini terbukti di mana ada juga sebagian anak perempuan yang mampu mengambil air ke tapin, mampu membantu orang tua di ladang, mengambil makanan ternak walaupun harus ditemani ketika harus pergi ke hutan. Selain itu di desa Lingga yang lebih banyak aktif dalam bidang pertanian adalah perempuan di mana dapat kita lihat setiap paginya yang kebanyakan pergi ke ladang itu adalah perempuan sementara laki-laki menyusul ketika menjelang siang karena pada pagi hari laki-laki pergi ke kedai kopi untuk membaca koran atau bermain catur.

D. Akibat Proses Sosialisasi Pada Anak Perempuan

Dokumen yang terkait

Program Pemberdayaan Perempuan Kursus Wanita Karo Gereja Batak Karo Protestan (Kwk-Gbkp) Pada Perempuan Pengungsi Sinabung Kecamatan Payung Kabupaten Karo

2 51 132

KEBERADAAN MUSIK DALAM ACARA RITUAL PERUMAH BEGU PADA MASYARAKAT KARO DI DESA GAMBER KECAMATAN SIMPANG EMPAT KABUPATEN KARO.

1 8 22

PERSEPSI MASYARAKAT TERHADAP PELESTARIAN RUMAH ADAT KARO SEBAGAI CAGAR BUDAYA DI DESA LINGGA KECAMATAN SIMPANG EMPAT KABUPATEN KARO.

0 2 22

PROSES PELAKSANAAN UPACARA MENGANGKAT TULANG BELULANG (NGURKURI TULAN-TULAN) DALAM MASYARAKAT BATAK KARO DI DESA LINGGA KECAMATAN SIMPANG EMPAT KABUPATEN KARO.

0 2 15

Evaluasi Pengembalian Dana Pengembangan Usaha Agribisnis (PUAP) di Kecamatan Simpang Empat (Kasus: Desa Lingga, Kecamatan Simpang Empat, Kabupaten Karo)

0 0 14

Evaluasi Pengembalian Dana Pengembangan Usaha Agribisnis (PUAP) di Kecamatan Simpang Empat (Kasus: Desa Lingga, Kecamatan Simpang Empat, Kabupaten Karo)

1 2 1

Evaluasi Pengembalian Dana Pengembangan Usaha Agribisnis (PUAP) di Kecamatan Simpang Empat (Kasus: Desa Lingga, Kecamatan Simpang Empat, Kabupaten Karo)

0 0 6

Evaluasi Pengembalian Dana Pengembangan Usaha Agribisnis (PUAP) di Kecamatan Simpang Empat (Kasus: Desa Lingga, Kecamatan Simpang Empat, Kabupaten Karo)

1 1 23

Evaluasi Pengembalian Dana Pengembangan Usaha Agribisnis (PUAP) di Kecamatan Simpang Empat (Kasus: Desa Lingga, Kecamatan Simpang Empat, Kabupaten Karo)

0 0 3

KABUPATEN KARO( Studi Kasus : Desa Surbakti, Kecamatan Simpang Empat, Kabupaten Karo)

0 3 11