Peranan Dan Kedudukan Anak Perempuan Dalam Keluarga

akan disuruh berundin dulu setelah selesai berunding yang akan ditanyai mengenai keputusan dari hasil rundingannya adalah anak laki-laki walaupun di pesta adat tersebut masih ada anaknya yang paling tua yaitu anak perempuan namun yang ditanyai adalah adiknya yang laki-laki. Seperti yang dituturkan bapak Rudi Purba: 40 tahun “adi anak dilaki dahinna etahpe peranenna bas adat ngatur saja baci kataken anak dilaki simimpin adat e uga gelah erdalan alu mehuli, contohna saja anak beru tua, la pernah lit siidah diberu jadi anak beru tua, soalna adi anak beru tua enda me tugasnna ngaturken dahin siman dahinken bas pesta kalimbubu, bicara lit pe siidah dilaki bas dapur e erkiteken diberuna bas pesta e anak beru, emaka ia pe jadi anak berulah je” kalau anak laki-laki tugasnya atau peranannya dalam pesta adat hanya mengatur bisa dikatakan anak laki- laki yang memimpin adat itu bagaimana biar berjalan dengan baik, misalnya saja anak beru tua, tidak pernah kita lihat perempuan yang jadi anak beru tua, karena anak beru tua ini tugasnya mengaturkan kerjaan yang mau dikerjakan dalam pesta kalimbubu, kalaupun ada kita lihat laki- laki di dapur itu karena istrinya sebagai anak beru di dalam pesta itu, oleh karena itu suaminyapun jadi anak beru juga.

3. Peranan Dan Kedudukan Anak Perempuan Dalam Keluarga

Peranan anak perempuan di dalam keluarga pada masyarakat desa Lingga sangat berbeda dari anak laki-laki. Karena anak perempuan di dalam keluarga pada masyarakat desa Lingga selalu diharapkan dapat membantu orang tua untuk meringankan beban pekerjaan seorang ibu Universitas Sumatera Utara seperti memasak, menyuci, menjaga adik, menyediakan makanan ketika keluarga hendak makan, keladang. Bagi keluarga yang memiliki anak perempuan sangat merasa terbantu, khususnya bagi para ibu, karena pekerjaan yang seharusnya dikerjakan oleh seorang ibu, tetapi sudah dapat dikerjakan oleh anak perempuan. Selain meringankan beban pekerjaan rumah, anak perempuan juga dapat meringankan beban ekomoni keluarga, di mana anak perempuan di desa Lingga berjualan sayur-sayuran di jambur. Hasil dari penjualan sayur-sayuran ini diberikan kepada orang tua. Usia anak perempuan yang mau berjualan sayur-sayuran mulai dari usia 8-10 delapan sampai sepuluh tahun. Karena bagi anak-anak yang diatas usia 10 sepuluh tahun merasa malu, selain itu sebagian dari orang tua mereka juga melarang. Kebanyakan orangtua yang melarang anaknya berjualan adalah keluarga yang bisa dikatakan perekonomiannya cukup selain itu orangtua mereka juga malu atau gengsi dan menyuruh anaknya fokus saja pada pekerjaan rumah saja dan pada pelajarannya. Bila dilihat dari kedudukannya dalam keluarga anak perempuan selalu berada di bawah saudara laki-lakinya hal ini bisa kita lihat dalam kesempatan mengeluarkan pendapat di dalam adat, di mana kalau di dalam adat anak perempuan selalu di belakang, mereka ditugaskan hanya menyiapkan makanan, membentangkan tikar, menyediakan sirih dan rokok buat orang tuanya, saudara laki-lakinya dan buat para undangan tamu. Di dalam keluarga yang selalu disuruh untuk mengerjakan pekerjaan yang ringan- ringan selalu anak perempuan karena anak perempuan selalu dianggap Universitas Sumatera Utara lemah dan tak berdaya. Pekerjaan yang ringan-ringan seperti pekerjaan rumah tangga. Levy dalam Megawangi mengatakan bahwa tanpa ada pembagian tugas yang jelas pada masing-masing aktor dengan status sosialnya, maka fungsi keluarga akan terganggu yang selanjutnya akan mempengaruhi sistem yang lebih besar lagi. Hal ini bisa terjadi kalau ada satu posisi yang perannya tidak dapat dipenuhi, atau konflik akan terjadi karena tidak-adanya kesepakatan siapa yang akan memerankan tugas apa. Apabila ini terjadi, maka keberadaan institusi keluarga tidak akan berkesinambungan. Levy selanjutnya membuat daftar tentang pesyaratan struktural yang harus dipenuhi agar struktur keluarga sebagai sistem dapat berfungsi yaitu: diferensiasi peran, alokasi solidaritas, alokasi ekonomi, alokasi politik, alokasi integrasi dan ekspresi 1999:69-70. Karl Marx 1818-1883 dalam Megawangi mengembangkan teori sosial konflik. Ia berpendapat bahwa konflik dalam masyarakat bersumber dari aktivitas ekonomi masyarakat. Menurut teori ini hubungan yang penuh konflik terjadi juga dalam keluarga. Misalnya seorang suami dengan kedudukannya sebagai kepala keluarga akan menimbulakan konflik terbuka dengan istrinya yang mempunyai kedudukan ibu rumah tangga. Karena pada asumsi dasarnya adalah, siapa yang mempunyai kekuasaan akan selalu dianggap menindas siapa yang berada di bawahya 1999:86. Jika dikaitkan dengan teori sosial konfik yang dikemukakan oleh Karl Marx, maka pada keluarga masyarakat desa Lingga telah terjadi konflik yang menimpa kaum perempuan dimana dari yang telah saya lihat bahwa Universitas Sumatera Utara keadaan anak perempuan selalu berada dibawah saudara laki-lakinya, di mana anak laki-laki ini dapat disamakan kedudukannya dengan ayahnya. Selain dari pada itu beban kerja yang harus ditanggung atau yang harus dikerjakan anak perempuan berbeda dengan anak laki-laki. Dan kesempatan untuk tampil didepan dalam adat, anak perempuan juga selalu digaris belakang. Marx juga mengatakan kelompok yang berkuasa cenderung bersifat memenuhi kepentingan dirinya atau kelompoknya, dan untuk itu mereka akan menindas kelompok yang kurang menguntungkan.

B. Proses Sosialisasi Dalam Keluarga Karo

Dalam masyarakat Karo, istilah yang digunakan kepada anak-anak berbeda-beda menurut tingkatan usia. Anak yang masih berada dalam kandungan ibunya disebut dengan anak ibas bertin anak dalam rahim atau anak ibas Dibatana denga anak yang masih berada pada Tuhannya disebabkan anak tersebut belum kelihatan secara nyata atau belum lahir ke dunia. Tetapi istilah yang umum digunakan untuk menyebut seorang anak yang sedang dalam kandungan ibunya adalah anak ibas bertin. Biasanya sejak zaman dahulu, orang tua mengharapkan anak bisa menjadi orang. Demikian juga orang tua sekarang masih ingin anaknya menjadi orang yang sukses. Memang banyak cara dan jalan ditempuh orang tua untuk mencapai tujuannya. Ada yang berhasil, ada yang tidak berhasil, ada juga yang berhasil, tetapi dengan akibat sampingan. Sering terlihat bahwa orang tua mungkin kehilangan keyakinan akan kemampuannya sendiri dalam mendidik, atau mungkin menganggap Universitas Sumatera Utara

Dokumen yang terkait

Program Pemberdayaan Perempuan Kursus Wanita Karo Gereja Batak Karo Protestan (Kwk-Gbkp) Pada Perempuan Pengungsi Sinabung Kecamatan Payung Kabupaten Karo

2 51 132

KEBERADAAN MUSIK DALAM ACARA RITUAL PERUMAH BEGU PADA MASYARAKAT KARO DI DESA GAMBER KECAMATAN SIMPANG EMPAT KABUPATEN KARO.

1 8 22

PERSEPSI MASYARAKAT TERHADAP PELESTARIAN RUMAH ADAT KARO SEBAGAI CAGAR BUDAYA DI DESA LINGGA KECAMATAN SIMPANG EMPAT KABUPATEN KARO.

0 2 22

PROSES PELAKSANAAN UPACARA MENGANGKAT TULANG BELULANG (NGURKURI TULAN-TULAN) DALAM MASYARAKAT BATAK KARO DI DESA LINGGA KECAMATAN SIMPANG EMPAT KABUPATEN KARO.

0 2 15

Evaluasi Pengembalian Dana Pengembangan Usaha Agribisnis (PUAP) di Kecamatan Simpang Empat (Kasus: Desa Lingga, Kecamatan Simpang Empat, Kabupaten Karo)

0 0 14

Evaluasi Pengembalian Dana Pengembangan Usaha Agribisnis (PUAP) di Kecamatan Simpang Empat (Kasus: Desa Lingga, Kecamatan Simpang Empat, Kabupaten Karo)

1 2 1

Evaluasi Pengembalian Dana Pengembangan Usaha Agribisnis (PUAP) di Kecamatan Simpang Empat (Kasus: Desa Lingga, Kecamatan Simpang Empat, Kabupaten Karo)

0 0 6

Evaluasi Pengembalian Dana Pengembangan Usaha Agribisnis (PUAP) di Kecamatan Simpang Empat (Kasus: Desa Lingga, Kecamatan Simpang Empat, Kabupaten Karo)

1 1 23

Evaluasi Pengembalian Dana Pengembangan Usaha Agribisnis (PUAP) di Kecamatan Simpang Empat (Kasus: Desa Lingga, Kecamatan Simpang Empat, Kabupaten Karo)

0 0 3

KABUPATEN KARO( Studi Kasus : Desa Surbakti, Kecamatan Simpang Empat, Kabupaten Karo)

0 3 11