20 Investor akan meminta tingkat keuntungan setelah pajak yang lebih tinggi
terhadap saham yang memiliki dividen yield yang tinggi daripada saham dengan dividen yield yang rendah. Oleh karena itu, teori ini menyarankan
bahwa perusahaan sebaiknya menentukan dividen payout ratio yang rendah atau bahkan tidak membagikan dividen Litzenberger dan Ramaswamy, 1979
dalam Wicaksana, 2012.
2.4 Free Cash Flow
Ross et al 2000 mendefinisikan free cash flow sebagai “kas perusahaan yang dapat didistribusikan kepada kreditur atau pemegang saham yang tidak digunakan
untuk modal kerja atau working capital dan investasi kepada aktiva tetap”. Free cash flow inilah yang sering menyebabkan timbulnya konflik karena perbedaan
kepentingan antara pemegang saham dan manajer. Menurut Jensen 1986, ketika masalah keagenan semakin besar berarti tingkat pertumbuhan perusahaan rendah
dan memiliki tingkat free cash flow yang tinggi, pada kondisi tersebut manajer biasanya membelanjakan free cash flow pada proyek yang kurang
menguntungkan. Free cash flow yang tersedia dalam jumlah cukup besar pada suatu perusahaan biasanya menimbulkan konflik karena perbedaan kepentingan,
konflik ini disebut juga konflik keagenan. Menurut White et al 2003 dalam Rosdini 2009 free cash flow didefinisikan
sebagai aliran kas diskresioner yang tersedia bagi perusahaan. Arus kas diskresioner merupakan arus kas yang tersedia setelah seluruh pendanaan proyek
dari semua nilai net present value positif dan dapat digunakan untuk pembayaran dividen, pembayaran hutang, maupun untuk akuisisi. Georgiana 2012 dalam
21 Istiningtyas 2013 berpendapat, variabel yang dapat menjelaskan kebijakan
pendistribusian dividen adalah free cash flow karena perusahaan dengan peluang pertumbuhan rendah dan free cash flow yang lebih tinggi akan membayar dividen
yang lebih tinggi untuk mencegah manajer dalam melakukan investasi pada biaya modal. Pembayaran dividen yang tinggi juga dapat menurunkan arus kas yang
digunakan oleh manajer untuk investasi dalam proyek-proyek yang tidak efektif.
2.5 Insider Ownership
Menurut Downes dan Godman 1999 dalam Novelma 2014, kepemilikan manajerial insider ownership adalah para pemegang saham yang juga berarti
dalam hal ini sebagai pemilik dalam perusahaan dari pihak manajemen yang sama secara aktif ikut dalam pengambilan keputusan pada suatu perusahaan yang
bersangkutan. Sesuai dengan teori keagenan, konflik antara manajer dan pemegang saham timbul karena adanya pemisahan atas kepemilikan dan kontrol,
pihak insider atau manajemen cenderung menginginkan pembagian dividen kecil, karena mereka menginginkan kelebihan aliran kas untuk membiayai investasi
perusahaan, namun pihak insider cenderung memanfaatkan kelebihan aliran kas tersebut untuk memperkaya diri sendiri dan melakukan kegiatan yang tidak ada
kaitannya dengan kegiatan utama perusahaan tanpa memikirkan kesejahteraan pemegang saham, dan cenderung merugikan pemegang saham.
Dengan semakin meningkatnya insider ownership, maka informasi yang dimiliki oleh manajer yang juga sekaligus pemilik tersebut juga akan lebih
lengkap. Hal tersebut membuat biaya agen yang dibutuhkan untuk melakukan pengawasan monitoring semakin kecil sebab pemilik sudah ikut merangkap
22 sebagai manajemen. Untuk itu, apabila insider ownership semakin besar maka
biaya agen yang mungkin muncul dapat ditekan serta, manajer memiliki kekuatan yang lebih besar dalam menentukan kebijakan dividen. Berdasarkan kondisi
tersebut, maka biasanya manajer lebih cenderung untuk membatasi dividen dan menggunakan dana yang ada untuk kepentingan perusahaan di masa yang akan
datang.
2.6 Likuiditas