1
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Rasio pembayaran dividen atau dividend payout ratio merupakan persentase laba perusahaan yang dibayarkan kepada para pemegang saham secara tunai dan
menentukan jumlah laba yang dapat ditahan retained earning dalam perusahaan sebagai sumber pendanaan Van Horne dan Wachowicz, 2007. Besarnya jumlah
dividen yang akan dibagikan kepada para pemegang saham ditentukan berdasarkan rapat umum pemegang saham. Proporsi dividen yang dibayarkan
pada pemegang saham tergantung pada kemampuan perusahaan menghasilkan laba serta bentuk kebijakan dividen yang diterapkan oleh perusahaan yang
bersangkutan. Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa pembagian dividen dilakukan hanya apabila perusahaan mendapatkan laba karena dividen diambil
dari laba atau keuntungan perusahaan tersebut.
Investor mempunyai tujuan utama dalam menanamkan dananya ke dalam perusahaan yaitu untuk mencari pendapatan atau tingkat kembalian investasi
return baik berupa pendapatan dividen dividend yield maupun pendapatan dari selisih harga jual saham terhadap harga belinya capital gain. Di sisi lain,
perusahaan yang akan membagikan dividen dihadapkan pada berbagai macam pertimbangan antara lain: perlunya menahan sebagian laba untuk re-investasi
yang mungkin lebih menguntungkan, kebutuhan dana perusahaan, likuiditas perusahaan, sifat pemegang saham, target tertentu yang berhubungan dengan rasio
2 pembayaran dividen dan faktor lain yang berhubungan dengan kebijakan dividen
Brigham dan Gapenski, 1996 dalam Wicaksana 2012. Menurut Jensen et al. 1992 dalam Wicaksana 2012, dividen adalah
“distribusi yang bisa berbentuk kas, aktiva lain, surat atau bukti lain yang menyatakan hutang perusahaan kepada pemegang saham suatu perusahaan
sebagai proporsi dari sejumlah saham yang dimiliki oleh pemilik”. Kebijakan dividen dividend policy adalah keputusan apakah laba yang diperoleh
perusahaan akan dibagikan kepada pemegang saham sebagai dividen atau akan ditahan dalam bentuk laba ditahan guna pembiayaan investasi di masa mendatang
Sartono, 2001. Kebijakan dividen cenderung menjadi salah satu elemen yang paling stabil
dan dapat diprediksi oleh perusahaan, dan sebagian besar perusahaan mulai membayar dividen setelah mereka mencapai tahap kematangan bisnis dan ketika
tidak ada lagi kesempatan investasi yang menguntungkan perusahaan Al-Haddad et al., 2011.
Kebijakan dividen telah menjadi hal yang sangat diperhatikan oleh para manajer keuangan dan perusahaan pada umumnya. Perusahaan dihadapkan pada
dilema, apakah akan membagikan dividen kepada pemegang saham, atau menahan laba untuk kegiatan investasi kembali dalam rangka pengembangan
usaha Okpara, 2010 dalam Wicaksana 2012. Hal ini dapat menimbulkan konflik kepentingan antara pemegang saham pemilik dan manajer pengelola.
Di satu sisi, tujuan perusahaan berdasarkan sudut pandang manajemen keuangan adalah untuk memaksimumkan kemakmuran stockholders pemegang saham,
3 yang dapat dilakukan dengan cara memberikan sebagian laba yang diperoleh
perusahaan dalam bentuk dividen. Di sisi lainnya, pembagian dividen yang tinggi kurang disukai oleh manajemen karena akan mengurangi utilitas manajemen yang
disebabkan oleh semakin kecilnya dana yang berada dalam lingkup kendali manajemen. Hal ini sesuai dengan residual theory of cash dividend Karen, 2003
yang menyatakan bahwa kelebihan kas yang ada seharusnya dibagikan dalam bentuk dividen, akan tetapi manajemen tidak menyukai pembagian laba yang
diperoleh dalam bentuk dividen. Manajemen lebih suka memperlakukannya sebagai laba ditahan, kecuali mengetahui bahwa dana tersebut tidak memberikan
net present value NPV yang positif pada tambahan investasi. Pengumuman dividen merupakan cara yang tepat untuk mengirimkan isyarat
yang nyata kepada pasar mengenai hasil kerja perusahaan di masa kini dan di masa yang akan datang. Cara ini meskipun mahal tetapi sangat berarti. Setelah
menerima isyarat melalui pengumuman dividen, maka pasar akan bereaksi terhadap pengumuman perubahan dividen yang akan dibayarkan, sehingga bisa
dikatakan pasar menangkap informasi tentang prospek perusahaan yang terkandung dalam pengumuman tersebut Wicaksana, 2012.
Pembayaran dividen khususnya cash dividend kepada para pemegang saham merupakan arus kas keluar sehingga sangat tergantung pada posisi kas yang
tersedia. Posisi kas yang benar-benar tersedia bagi para pemegang saham akan tergambar pada free cash flow yang dimiliki perusahaan. Free cash flow aliran
kas bebas dapat menggambarkan kondisi keuangan suatu perusahaan. Aliran kas bebas merupakan kas perusahaan yang dapat didistribusi kepada kreditur atau
4 pemegang saham yang tidak digunakan untuk modal kerja working capital dan
investasi kepada aktiva tetap Ross et al, 2000, dimana free cash flow ini dapat digunakan untuk pembayaran dividen, pembayaran utang, maupun untuk akuisisi.
Semakin besar free cash flow yang tersedia dalam suatu perusahaan, maka semakin sehat perusahaan tersebut karena memiliki kas yang tersedia untuk
pertumbuhan, pembayaran utang, dan dividen. Menurut Jensen 1986, pengaruh free cash flow terhadap dividend payout
ratio bersifat positif yang artinya bahwa semakin tinggi free cash flow maka semakin tinggi dividend payout ratio atau sebaliknya. Penelitian tentang kebijakan
pembayaran dividen dividend payout ratio telah dilakukan oleh Dini Rosdini 2009 yang berjudul “Pengaruh free cash flow terhadap Dividend Payout Ratio”.
Penelitian dilakukan pada perusahaan manufaktur yang listing di Bursa Efek Jakarta tahun 2000-2002 dengan hasil penelitian bahwa free cash flow
berpengaruh positif terhadap dividend payout ratio. Hasil ini diperkuat dengan hasil penelitian Gustiana 2009 yang berjudul “Pengaruh Insider Ownership,
Dispersion of Ownership, Free Cash Flow, Collaterizable Assets dan Tingkat Pertumbuhan Terhadap Dividend Payout Ratio DPR Pada Perusahaan-
perusahaan Manufaktur di Bursa Efek Indonesia Tahun 2004-2008”, yang menyatakan bahwa free cash flow memiliki hubungan positif terhadap dividend
payout ratio. Di dalam perusahaan terdapat kepemilikan manajerial yang terlibat secara
langsung dengan informasi perusahaan yang disebut dengan insider ownership. Kepemilikan manajerial insider ownership adalah pemilik sekaligus pengelola
5 perusahaan atau semua pihak yang mempunyai kesempatan untuk terlibat dalam
pengambilan kebijaksanaan dan mempunyai akses langsung terhadap informasi dalam perusahaan. Konflik perbedaan kepentingan antara pemegang saham dan
pihak manajemen timbul karena adanya pemisahan atas kepemilikan dan kontrol. Pihak insider atau manajemen cenderung menginginkan pembagian dividen kecil,
karena mereka menginginkan kelebihan aliran kas untuk membiayai investasi perusahaan, namun pihak insider cenderung memanfaatkan kelebihan aliran kas
tersebut untuk memperkaya diri sendiri dan melakukan kegiatan yang tidak ada kaitannya dengan kegiatan utama perusahaan tanpa memikirkan kesejahteraan
pemegang saham, dan cenderung merugikan pemegang saham. Dengan adanya insider ownership, jika jumlah saham yang dimiliki insider
meningkat, maka mereka akan berusaha lebih giat, bekerja lebih hati-hati dan lebih maksimal sehingga menghasilkan laba yang maksimal juga terhadap
perusahaan. Jika laba perusahaan besar maka dividen yang dibagikan juga cenderung besar. Penelitian Zameer, dkk. 2013 tentang “Determinants of
Dividend Policy: A Case of Banking Sector in Pakistan” memperoleh hasil yang sama dengan pernyataan di atas, bahwa insider ownership berpengaruh positif
terhadap dividend payout ratio, yang diperkuat dengan hasil penelitian Gustiana 2009 yang menunjukkan bahwa insider ownership berpengaruh signifikan
positif terhadap dividend payout ratio. Menurut Sartono 2001:116, likuiditas menunjukkan “kemampuan
perusahaan untuk membayar kewajiban finansial jangka pendek tepat pada waktunya”. Salah satu dari rasio likuiditas adalah current ratio, yang merupakan
6 perbandingan antara kewajiban jangka pendek dengan sumber daya jangka pendek
aktiva lancar yang tersedia untuk memenuhi kewajiban tersebut. Dividen tunai dapat dibagikan hanya dengan uang kas yang merupakan bagian dari aktiva
lancar. Karena dividen bagi perusahaan menunjukkan arus kas keluar, semakin besar posisi kas dan keseluruhan likuiditas perusahaan, maka semakin besar
kemampuan perusahaan untuk membayar dividen Van Horne dan Wachowicz, 2007. Hal tersebut disetujui oleh hasil penelitian Ipaktri 2012 dengan judul
“Pengaruh Kepemilikan Manajerial, Profitabilitas, Likuiditas dan Arus Kas Bebas Terhadap Kebijakan Dividen Kas Pada Perusahaan Manufaktur Yang Terdaftar di
Bursa Efek Indonesia”. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa likuiditas yang diwakili oleh current ratio CR berpengaruh positif signifikan terhadap kebijakan
dividen dividend payout ratio. Hasil ini sama dengan hasil penelitian Dewi 2014 yang berjudul “Pengaruh Struktur Modal, Likuiditas, dan Pertumbuhan
Terhadap Kebijakan Dividen di BEI”. Profitabilitas perusahaan adalah salah satu cara untuk menilai secara tepat
sejauh mana tingkat pengembalian yang akan didapat dari aktivitas perusahaan. Investor memiliki sejumlah harapan atas sejumlah pengembalian atas investasinya
di saat ini. Pengembalian itu tentunya tergambar jelas pada performa perusahaan. Jika dari tahun ke tahun perusahaan memiliki keuntungan yang signifikan tentu
pula investor cenderung memiliki harapan yang cukup optimis atas pengembalian yang pasti didapatnya berupa dividen, sementara jika perusahaan pada tahun-
tahun terakhir mengalami kerugian maka secara otomatis terbayang di sejumlah benak investor kerugian yang dihitungnya.
7 Hermi 2004 dalam Kristianawati 2013 mengungkapkan laba diperoleh
dari selisih antara harta yang masuk pendapatan dan keuntungan dan harta yang keluar beban dan kerugian. Laba perusahaan tersebut dapat ditahan sebagai
laba ditahan dan dapat dibagi sebagai dividen. Sehingga peningkatan laba bersih perusahaan akan meningkatkan tingkat pengembalian investasi berupa
pendapatan dividen bagi investor. Hal tersebut sejalan dengan penelitian yang telah dilakukan oleh Sariwati 2011, Wicaksana 2012, Kristianawati 2013,
Zameer, dkk. 2013 dan Novelma 2014 yang terbukti bahwa profitabilitas berpengaruh positif dan signifikan terhadap Dividend Payout Ratio DPR.
Leverage dapat menunjukkan solvabilitas suatu perusahaan, dan rasio leverage disini adalah debt to equity ratio. Menurut Riyanto 1997:32,
solvabilitas adalah kemampuan suatu perusahaan dalam membayar semua utang- utangnya baik jangka pendek maupun jangka panjang. DER merupakan
perbandingan antara total utang terhadap total ekuitas perusahaan. Peningkatan utang pada gilirannya akan mempengaruhi besar kecilnya laba bersih yang
tersedia bagi para pemegang saham termasuk dividend yang akan diterima, karena kewajiban tersebut lebih diprioritaskan daripada pembagian dividend. Jika beban
utang semakin tinggi, maka kemampuan perusahaan untuk membagi dividend akan semakin rendah, sehingga DER mempunyai pengaruh negatif dengan
dividend payout ratio. Pernyataan ini senada dengan penelitian yang berjudul “Leverage, Growth and Profitability as Determinants of Dividend Payout Ratio-
Evidence from Indian Paper Industry” oleh John dan Muthusamy 2010, yang
8 menyatakan bahwa leverage dan dividend payout ratio memiliki hubungan
negatif. Penelitian ini merupakan replikasi dari penelitian Kristianawati 2013 yang
menggunakan variabel bebas free cash flow, profitabilitas, likuditas, dan leverage serta dividend payout ratio sebagai variabel terikat, dengan periode penelitian
untuk tahun 2007-2011 pada seluruh perusahaan yang terdaftar di BEI. Hasil dari penelitian tersebut menunjukkan free cash flow dan leverage tidak berpengaruh
signifikan terhadap dividend payout ratio, sementara profitabilitas berpengaruh positif signifikan dan likuiditas berpengaruh negatif signifikan. Secara serempak
simultan, keempat variabel tersebut berpengaruh secara signifikan terhadap kebijakan dividen DPR.
Perbedaan penelitian ini dengan penelitian Kristianawati yang direplikasi tersebut adalah:
1. Penelitian ini menggunakan tahun yang lebih up-date yaitu tahun 2010 sampai
tahun 2014. 2.
Penelitian ini menambah variabel insider ownership sebagai variabel independen.
3. Pada penelitian ini menggunakan populasi dan sampel perusahaan manufaktur
khusus sektor industri barang konsumsi yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia karena perusahaan ini merupakan yang paling banyak listing daripada
perusahaan dalam sektor usaha lain. Penelitian ini bertujuan untuk meneliti kembali beberapa faktor yang
mempengaruhi dividend payout ratio yaitu free cash flow, insider ownership,
9 likuiditas, profitabilitas dan leverage dengan rentang waktu 2010-2014, sehingga
penelitian ini memberikan kontribusi untuk menguji apakah terjadi penguatan konsistensi terhadap teori maupun penelitian yang ada selama ini.
Dari uraian yang diungkapkan di atas, maka penulis tertarik untuk melakukan
penelitian dengan judul: “Analisis Pengaruh Free Cash Flow, Insider Ownership, Likuiditas, Profitabilitas dan Leverage Terhadap Dividend Payout
Ratio Pada Perusahaan Manufaktur Sektor Industri Barang Konsumsi Yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia”
.
1.2 Perumusan Masalah