Analisis Parameter Permintaan Buah di Pulau Jawa .1 Pengujian restriksi

57 6.2 Analisis Parameter Permintaan Buah di Pulau Jawa 6.2.1 Pengujian restriksi Pengujian restriksi dilakukan untuk model sistem persamaan Pulau Jawa secara agregat, dengan unit sampling rumah tangga maupun PSU. Tabel 13 menunjukkan hasil uji-F untuk masing- masing model sistem permintaan. Dari tabel tersebut terlihat bahwa semua model tanpa restriksi berbeda signifikan dengan model yang diretriksi pada taraf nyata 1 persen. Oleh karena itu dalam pembahasan selanjutnya, model persamaan yang digunakan adalah model permintaan yang telah dilakukan “diimpose” restriksi homogen, simetri, maupun adding up. Hal ini didasarkan pada pertimbangan bahwa homogenitas, simetri, dan adding up merupakan sifat properties dari fungsi permintaan. Analisis dimulai dengan menduga besarnya nilai parameter regresi dari model yang digunakan, untuk selanjutnya diuji seberapa besar pengaruh variabel tersebut, baik secara individu maupun bersamaan. Tabel 13. Hasil uji-F Model Sistem Persamaan Dengan dan Tanpa Restriksi Unit Sampling Hipotesa nol Hipotesa alternatif F hit F 0,01 Kesimpulan RT Model dengan restriksi homogen dan simetri = model tanpa restriksi homogen dan simetri Model dengan res triksi homogen dan simetri ? model tanpa restriksi homogen dan simetri 9950 2.64 Tolak Ho PSU Model dengan restriksi homogen dan simetri = model tanpa restriksi homogen dan simetri Model dengan res triksi homogen dan simetri ? model tanpa restriksi homogen dan simetri 3959 2,64 Tolak Ho Hasil estimasi dari model permintaan buah di Pulau Jawa dengan menggunakan model AIDS ini disajikan dalam dua bagian. Bagian pertama untuk model permintaan dengan unit sampling Rumah Tangga RT dan bagian kedua untuk model permintaan dengan unit sampling Primary Unit Sampling PSU. Hal 58 ini dimaksudkan untuk melihat perbandingan antara penggunaan unit sampling RT dan PSU.

6.2.2 Model Permintaan dengan Unit Sampling RT

Hasil pendugaan fungsi permintaan buah secara lebih detail disajikan dalam Lampiran 1 sampai dengan Lampiran 15, yang terdiri dari model permintaan untuk Pulau Jawa secara agregat, Pulau Jawa yang diklasifikasikan berdasar wilayah, kelas pendapatan, tingkat pendidikan, dan juga per provinsi. Dari hasil analisis diperoleh nilai koefisien determinasi sistem R 2 yang berkisar antara 0.050 - 0.3263, yang berarti hanya 5.05 - 32.63 persen dari keragaman dalam proporsi share pengeluaran setiap jenis buah yang dapat dijelaskan oleh variabel- variabel bebasnya dalam model, yaitu variabel harga baik harga sendiri maupun harga silang, pengeluaran total EXP , dan juga variabel- variabel demografi yang meliputi jumlah anggota rumah tangga JART dan tingkat pendidikan kepala rumah tangga PDDKN. Tabel 14. Nilai estimasi parameter Model AIDS untuk Pulau Jawa dengan unit sampling RT Rendahnya nilai R 2 pada model diduga karena penggunaan data penampang melintang cross section yang hanya dapat menerangkan kondisi pada suatu waktu. Selain itu, karena model AIDS dalam penelitian ini hanya diterapkan pada beberapa komoditi buah saja, sehingga subtitusi yang dapat dijelaskan terbatas pada komoditi yang dianalisis saja, sedangkan dalam kondisi riilnya, keputusan seorang konsumen untuk mengkonsumsi satu jenis buah, tentu saja tidak hanya dipengaruhi oleh harga jenis buah itu sendiri ataupun harga jenis Komoditi share intercep Pjeruk Ppisang Ppepaya JART PDDKN EXP IHS Jeruk Pisang Pepaya 0.35959 0.27731 0.18037 0.599728 x 0.599728 0.343624 0.066316 -0.03147 -0.03484 -0.03147 0.053829 -0.02236 -0.03484 -0.02236 0.057199 0.008664 x 0.000353 x -0.00585 x -0.00388 x -0.03562 -0.00628 2 0.023832 -0.02932 -0.00394 x -0.02328 0.032556 -0.00928 59 buah lainnya saja, tetapi juga dipengaruhi oleh harga dari sub.komoditi pangan lainnya, bahkan oleh barang non pangan seperti harga bahan bakar, listrik, air, dan sebagainya. Walaupun demikian, nilai R 2 yang relatif rendah tersebut, bukanlah halangan untuk penggunaannnya dalam analisis. Keputusan terakhir mengenai diterima atau ditolaknya suatu model, tergantung pada pertimbangan logis mengenai model itu sendiri, dengan kata lain tergantung pada konsistensi parameter yang dihasilkan dengan teori yang berlaku Fitriadi dalam Nugraha, 2001. Selain itu, untuk model simultan seperti model AIDS kriteria statistik yang lebih tepat digunakan untuk mengevaluasi hasil estimasi model persamaan ialah root-MSE. Dari hasil analisis diketahui bahwa nilai root MSE untuk model permintaan dengan unit sampling RT ialah sebesar 8,49. Nilai ini lebih besar dari root-MSE untuk model permintaan dengan unit sampling PSU 4,24. Hal ini dapat diartikan bahwa secara statistik, model permintaan dengan unit sampling RT relatif lebih tepat dalam melakukan estimasi dibandingkan dengan model dengan unit sampling RT. Untuk dugaan parameter, baik untuk Pulau Jawa secara agregat maupun pengklasifikasiannya berdasarkan wilayah, kelas pendapatan, tingkat pendidikan, dan juga provinsi, tingkat signifikansinya bervariasi pada kisaran tingkat kepercayaan 90 – 99 persen, dan juga terdapat beberapa variabel yang tidak nyata pengaruhnya dalam model. Dugaan parameter harga sendiri sebagian besar nyata pada tingkat kepercayaan 99 persen, namun untuk model permintaan Pulau Jawa dengan tingkat pendidikan tinggi, variabel harga sendiri ini tidak nyata dalam semua persamaan. 60 Dari hasil analisa juga diperoleh bahwa sebagian besar tanda dugaan parameter harga sendiri bertanda positif. Hasil ini serupa dengan dengan penelitian-penelitian sebelumnya untuk komoditi buah yang juga menghasilkan tanda positif untuk parameter harga sendiri. Hasil penelitian Saliem 2001 dengan menggunakan data SUSENAS 1996 menunjukkan bahwa koefisien harga sendiri untuk buah-buahan secara agregat di Kawasan Timur Indonesia ialah 0.0198. Tanda parameter yang positif ini dapat diartikan bahwa dengan meningkatnya harga, akan diikuti dengan peningkatan pangsa pengeluaran untuk jeruk, pisang, dan pepaya. Hal ini dapat dijelaskan sebagai berikut. Berdasarkan penelitian-penelitian sebelumnya Sawit, dkk 1997 dan Hartoyo 1997 dan juga dalam penelitian ini diperoleh hasil bahwa ketiga jenis buah tersebut memiliki nilai elastisitas harga sendiri yang inelastis, dengan kata lain ketika terjadi kenaikan ataupun penurunan harga maka permintaannya cenderung tidak berubah. Jika terjadi perubahan pun, maka dalam jumlah yang kecil saja. Kenaikan harga buah yang dikombinasikan dengan permintaan yang relatif tetap maka akan menghasilkan kenaikan pengeluaran buah. Jika pengeluaran total diasumsikan tetap, maka tentunya proporsi pengeluaran untuk buah tertentu pun akan meningkat. Oleh karena itu tanda parameter harga sendiri menjadi positif. Parameter harga silang sebagian besar nyata mempengaruhi pangsa pengeluaran buah pada tingkat kepercayaan 99 persen, namun pada beberapa persamaan, seperti variabel harga pisang dalam persamaan pepaya untuk model permintaan Jawa dengan tingkat pendidikan sedang nilainya nyata pada tingkat kepercayaan 97,5 persen. Semua parameter harga silang bertanda negatif, yang 61 berarti terdapat korelasi dengan arah yang berlawanan antara proporsi pengeluaran suatu jenis buah dengan harga buah jenis lainnya. Untuk model permintaan buah di Pulau Jawa secara agregat maupun untuk wilayah pedesaan dan perkotaan Jawa, hasil analisis menunjukkan bahwa variabel pengeluaran sebagian besar nyata pada kisaran tingkat kepercayaan 95 – 99 persen. Meskipun demikian, untuk persamaan pepaya pada wilayah Jawa secara agregat dan wilayah pedesaan Jawa, variabel pengeluaran ini tidak nyata berpengaruh terhadap pangsa pengeluaran pepaya. Dugaan parameter pengeluaran untuk proporsi pengeluaran buah ini memperlihatkan variasi tanda positif dan negatif. Untuk persamaan jeruk parameter pengeluaran bertanda positif baik untuk model permintaan Jawa secara agregat maupun unt uk wilayah Jawa desa dan Jawa kota. Hal ini berarti, semakin besar tingkat pengeluaran riil atau dapat dianggap semakin tinggi tingkat pendapatan keluarga, maka semakin besar proporsi dari pendapatan tersebut yang digunakan untuk mengkonsumsi jeruk. Hal ini sesuai dengan data konsumsi jeruk di Pulau Jawa pada tahun 2005 yang tertera pada Tabel 6. Dari tabel dapat diketahui bahwa proporsi pengeluaran untuk jeruk untuk rumah tangga dari kelas pendapatan rendah, sedang, dan tinggi berturut- turut sebesar 0,291; 0,389; dan 0,398. Di sisi lain, untuk persamaan pisang dan pepaya, parameter pengeluaran bertanda negatif, yang berarti makin tinggi tingkat pendapatan keluarga maka semakin kecil proporsi dari pendapatan tersebut yang digunakan untuk mengkonsumsi pisang dan pepaya. Hal ini juga sesuai dengan data pada Tabel 11, dimana proporsi pengeluaran untuk komoditi pisang pada rumah tangga dengan kelas pendapatan rendah, sedang, dan tinggi masing- masing sebesar 0,451; 0,292; 62 dan 0,166. Berdasarkan penjelasan di atas, dapat diketahui bahwa jeruk dapat dikategorikan sebagai “barang luks”, karena proporsi pengeluarannya meningkat ketika pendapatannya bertambah. Dugaan untuk parameter jumlah anggota keluarga per rumah tangga JART tingkat signifikansinya relatif bervariasi. Pada beberapa persamaan, variabel JART nyata mempengaruhi proporsi pengeluaran buah pada tingkat kepercayaan 99 persen. Sebagai gambaran, pada model permintaan untuk Pulau Jawa dengan tingkat pendidikan tinggi, variabel JART nyata pada tingkat kepercayaan 99 persen untuk persamaan pisang dan pepaya, sedangkan untuk jeruk nyata pada tingkat kepercayaan 97,5 persen. Namun dari seluruh model permintaan, lebih dari 50 persennya menunjukkan bahwa variabel JART tidak nyata. Dari penjelasan tersebut, dapat disimpulkan bahwa variabel JART relatif tidak terlalu berpengaruh terhadap proporsi pengeluaran buah di rumah tangga Pulau Jawa. Pada model permintaan untuk Pulau Jawa secara agregat, hasil analisis menunjukkan variabel pendidikan nyata pada tingkat kepercayaan 99 persen untuk persamaan pisang dan 95 persen untuk persamaan pepaya, sedangkan untuk persamaan jeruk, variabel pendidikan ini tidak nyata pengaruhnya terhadap proporsi pengeluaran jeruk. Di pedesaan Jawa, variabel pendidikan ini tidak nyata berpengaruh untuk semua persamaan. Hal ini mungkin disebabkan karena di daerah pedesaan, umumnya jenis buah yang dianalisis, terutama pisang dan pepaya tumbuh di pekarangan-pekarangan rumah penduduk, dengan kata lain untuk dapat mengkonsumsi pepaya, penduduk di pedesaan tidak perlu membelinya, sehingga variabel pendidikan menjadi tidak berpengaruh dalam 63 proporsi pengeluaran buah pada rumah tangga di pedesaan. Sedangkan untuk wilayah perkotaan, variabel pendidikan nya ta pada tingkat kepercayaan 99 persen untuk persamaan pisang dan pepaya, sedangkan untuk jeruk variabel pendidikan ini tidak nyata berpengaruh.

6.2.3 Model Permintaan dengan Unit Sampling PSU

Hasil pendugaan parameter fungsi permintaan buah dengan unit sampling PSU secara detail disajikan dalam Lampiran 16 sampai dengan Lampiran 30, yang terdiri dari model permintaan untuk Pulau Jawa secara agregat, Pulau Jawa yang diklasifikasikan berdasarkan wilayah, kelas pendapatan, tingkat pendidikan, dan juga per provinsi. Berdasarkan hasil analisis dengan unit sampling PSU ini diperoleh nilai koefisien determinasi sistem R 2 yang relatif lebih besar dari analisis dengan unit sampling RT, yaitu berkisar antara 0.0364 – 0.5993. Ini berarti 3.64 – 59.93 persen dari keragaman pangsa pengeluaran buah dapat dijelaskan dalam model. Hal tersebut kemungkinannya dapat dijelaskan karena pada unit sampling PSU, tingkat variasi pada masing- masing variabelnya lebih tinggi dibandingkan dengan unit sampling RT. Tabel 15. Nilai estimasi parameter Model AIDS untuk Pulau Jawa dengan unit sampling PSU Untuk dugaan parameter harga sendiri maupun harga silang, antara analisis dengan unit sampling RT maupun PSU menunjukkan hasil yang serupa, yaitu arah positif- negatif dari masing- masing variabel harga pada tiap persamaan yang sama. Untuk variabel harga sendiri bertanda positif dan variabel Komoditi share intercep Pjeruk Ppisang Ppepaya JART PDDKN EXP IHS Jeruk Pisang Pepaya 0.36675 0.25865 0.09988 -0.15838 x 1.170626 -0.01225 x 0.027492 -0.01427 2 -0.01322 -0.01427 2 0.017933 1 -0.00367 x -0.01322 -0.00367 x 0.016890 -0.00231 x -0.00381 x 0.000683 x 0.072345 -0.17920 0.000684 x 0.050140 -0.07450 0.013515 1 -0.06415 0.078378 -0.01423 64 harga silang bertanda negatif. Namun jika pada unit sampling RT sebagian besar variabel harganya nyata pada tingk at kepercayaan 99 , maka pada unit sampling PSU ini variabel harga tersebut nyata pada tingkat kepercayaan yang lebih bervariasi, berkisar antara 90 – 99 . Pada model permintaan, baik untuk Pulau Jawa secara agregat maupun untuk wilayah pedesaan dan perkotaannya, hasil analisa memperlihatkan bahwa variabel pengeluaran nyata untuk seluruh persamaan pada tingkat kepercayaan 99 , kecuali untuk persamaan pepaya pada model permintaan Jawa agregat, variabel pengeluaran ini nyata pada tingkat kepercayaan 97,5 . Hal ini menunjukkan bahwa faktor pengeluaran yang juga digunakan sebagai proksi untuk pendapatan rumah tangga sangat berpengaruh terhadap pangsa pengeluaran rumah tangga untuk buah-buahan. Dugaan parameter permintaan dengan unit sampling PSU ini juga menghasilkan variasi tanda positif dan negatif. Sebagai contoh, di wilayah desa maupun kota, variabel pengeluaran bertanda positif untuk persamaan jeruk dan bertanda negatif untuk persamaan pisang, sedangkan untuk persamaan pepaya, variabel pengeluarannya bertanda negatif untuk wilayah pedesaan Jawa dan bertanda positif untuk perkotaan Jawa. Dugaan parameter JART menunjukkan hasil yang relatif sama dengan hasil analisa dari unit sampling RT, yaitu tidak nyatanya variabel JART ini di sebagian besar persamaan. Sedangkan untuk variabel pendidikan, hasil analisis PSU sedikit berbeda dengan hasil analisis RT. Pada analisis dengan PSU, untuk model permintaan buah di Pulau Jawa secara agregat hasilnya menunjukkan variabel pendidikan nyata pada tingkat kepercayaan 99 untuk persamaan jeruk dan pisang, sedangkan untuk persamaan pepaya, variabel pendidikan ini tidak 65 nyata berpengaruh terhadap pangsa pengeluaran. Di wilayah pedesaan hasilnya serupa dengan hasil analisis permintaan untuk Jawa secara agregat. Untuk wilayah perkotaan, variabel pendidikan hanya nyata pada tingkat kepercayaan 99 untuk persamaan pisang, sedangkan untuk persamaan jeruk dan pepaya variabel ini tidak nyata. 66 6.3 Sistem Permintaan Buah 6.3.1 Permintaan Jeruk