Pola Konsumsi Buah PEMBAHASAN

48

BAB VI PEMBAHASAN

6.1 Pola Konsumsi Buah

Pola konsumsi masyarakat terhadap suatu komoditi dapat dilihat dari tingkat konsumsi, pengeluaran rumah tangga, dan proporsi dari pengeluaran rumah tangga untuk komoditi tersebut.

6.1.1 Proporsi Pengeluaran Buah

Dari hasil analisa seperti tercantum dalam tabel 9, terlihat bahwa proporsi pengeluaran masyarakat Indonesia untuk buah-buahan selama kurun waktu 5 tahun terakhir relatif konstan, yaitu berada pada kisaran 2-3 persen, meskipun dengan kecenderungan yang menurun. Proporsi pengeluaran tertinggi tercatat terjadi pada tahun 2003 yang mencapai 2,97 persen. Tabel 9. Proporsi share pengeluaran buah-buahan terhadap total pengeluaran per kapitabulan tahun 2002-2006 Sumber : Statistik Indonesia 2002-2006 Dilihat dari pola konsumsi menurut wilayah, sepanjang tahun 2003-2006 terlihat bahwa proporsi pengeluaran untuk buah-buahan di pedesaan lebih besar daripada di wilayah perkotaan. Berdasarkan penggolongan menurut tingkat pendapatan, terdapat kecenderungan proporsi pengeluaran untuk buah-buahan yang semakin meningkat dengan semakin tingginya tingkat pendapatan. Pada Wilayah Tahun 2002 2003 2004 2005 2006 Indonesia Pedesaan Perkotaan Pendapatan Rendah Sedang Tinggi 2.84 2.80 2.87 2.12 2.76 3.07 2.97 3.04 2.92 2.34 2.84 3.15 2.61 2.64 2.59 1.55 2.53 2.67 2.76 3.00 2.60 1.81 2.64 2.79 2.10 2.19 2.04 1.48 1.89 2.23 49 rumah tangga dengan tingkat pendapatan rendah, karena keterbatasan pendapatannya yang diproksi dari tingkat pengeluarannya itulah maka sebagian besar pendapatannya dialokasikan untuk memenuhi kebutuhan pangan pokoknya, seperti beras, ikan, sayuran, minyak, dan sebagainya, sedangkan buah-buahan menjadi sub.komoditi yang tidak diprioritaskan untuk dikonsumsi. Berbeda dengan rumah tangga dengan tingkat pendapatan tinggi yang menganggap buah- buahan merupakan salah satu komoditi penting yang harus dikonsumsi, mengingat buah adalah salah satu sumber vitamin dan mineral selain sayuran. Hal menarik yang dapat diungkapkan dari pola seperti itu ialah bahwa pola konsumsi buah ini yang tentunya juga termasuk sub.komoditi pangan berlawanan dengan Hukum Engel yang mengatakan bahwa semakin besar tingkat pendapatan seseorang, maka proporsi pengeluarannya untuk pangan akan semakin menurun. Hal ini kemungkinannya dapat dijelaskan sebagai berikut. Konsumsi buah-buahan sangat dipengerahi oleh gaya hidup lifestyle dari konsumennya. Berbeda dengan sub.komoditi pangan utama seperti beras, kentang, jagung, ubi jalar ataupun ubi kayu yang memang merupakan pangan pokok, sehingga gaya hidup konsumennya tidak banyak mempengaruhi pola konsumsi terhadap komoditi-komoditi tersebut. Pada masyarakat pendapatan tinggi, tingkat pendidikannya relatif lebih baik sehingga pengetahuannya mengenai pola hidup sehat dan aspek-aspek gizi pada makanan pun lebih baik. Di pihak lain, pada masyarakat dengan tingkat pendapatan rendah, pola konsumsinya masih terbatas untuk memenuhi kebutuhan perut saja, atau dengan kata lain “asal kenyang”, sehingga pola hidup sehat dan pemenuhan gizi berimbang tidak menjadi perhatian utama. Oleh karena itu, untuk komoditi buah-buahan proporsi pengeluarannya 50 terhadap pengeluaran pangan total akan semakin besar dengan semakin tingginya tingkat pendapatan. Dari analisis tersebut, dapat dikatakan bahwa Hukum Engel berlaku untuk komoditi pangan secara agregat, namun tidak untuk diterapkan pada komoditi-komoditi pangan tertentu secara khusus. Hasil analisis tersebut sejalan dengan penelitian Hartoyo 1997 yang menjelaskan bahwa dengan meningkatnya pendapatan dapat diduga akan menyebabkan terjadinya perubahan selera konsumen, yaitu dari selera buah- buahan yang harganya relatif murah, seperti pisang dan pepaya ke buah-buahan yang lebih mahal, seperti apel, mangga, dan jeruk. Ini berarti ketika terjadi peningkatan pendapatan maka proporsi pengeluaran buah turut meningkat. Selain faktor gaya hidup konsumen, faktor- faktor lain yang juga mempengaruhi pola konsumsi buah ialah faktor selera, ketersediaan buah itu sendiri mengingat beberapa buah bersifat musiman, dan juga kemudahan konsumen dalam memperolehnya.

6.1.2 Tingkat Konsumsi Buah di Indonesia

Buah-buahan merupakan sumber vitamin dan mineral di samping sayuran, yang dibutuhkan oleh tubuh manusia untuk mempertahankan kesehatannya. Berbeda dengan sayuran, produksi buah-buahan ada yang tergantung musim seperti durian, rambutan, mangga, duku dan ada pula yang tidak mengenal musim, seperti pisang, jeruk, pepaya, nanas, dan sebagainya. Perkembangan tingkat konsumsi komoditi buah-buahan di Indonesia disajikan dalam Tabel 10. Dari Tabel 10 tersebut terlihat bahwa hingga tahun 2005 tingkat konsumsi buah di 51 Indonesia masih di bawah standar yang dianjurkan oleh FAO yaitu sebesar 60 kgkapitatahun. Tabel 10. Perkembangan Konsumsi Buah-Buahan di Indonesia tahun 1990-2005 Sumber : Ditjen Tanaman Hortikultura, Departemen Pertanian tahun 2005 Secara agregat, di antara jenis buah yang tingkat konsumsinya paling besar adalah pisang, rambutan, jeruk, dan pepaya. Kecenderungan ini relatif konsisten untuk setiap tahunnya, yaitu dari tahun 1990 sampai 2005. Sebagai gambaran, tingkat konsumsi pisang, jeruk, rambutan, dan pepaya pada tahun 2005 berturut- turut sebesar 7,85 kg, 2,6 kg, 8,37 kg, dan 2,3 kgkaptahun. Dalam hal ini, yang dimaksud dengan pisang adalah gabungan dari semua jenis pisang pisang ambon, pisang raja, dan lainnya. Sementara itu, pada tahun yang sama untuk jenis buah yang lain, tingkat konsumsinya hanya berkisar 0,156 kg untuk melon dan kedondong sampai 1,6 kgkaptahun durian. Tingginya tingkat konsumsi beberapa jenis buah tertentu, tidak terlepas dari pengaruh musim. Buah pisang, jeruk, dan pepaya merupakan jenis buah yang selalu tersedia sepanjang tahun. Hal ini tentu saja memudahkan konsumen bila ingin mengkonsumsinya. Untuk buah rambutan, meskipun tergolong buah musiman, namun pada waktu pencacahan bulan Februari umumnya sedang Jenis Buah Konsumsi per kapita kgtahun 1990 1993 1996 1999 2002 2005 Alpokat Jeruk Duku Durian Jambu Mangga Nanas Pepaya Pisang Rambutan Salak Apel Semangka Melon Nangka Total 0.26 0.88 1.14 1.25 0.62 0.42 1.09 3.12

13.83 4.78