Model Almost Ideal Demand System AIDS Penelitian yang Menggunakan Model Almost Ideal Demand System AIDS

11

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Model Almost Ideal Demand System AIDS

Model Permintaan Almost Ideal Demand System AIDS ini pertama kali diperkenalkan oleh Deaton dan Muellbauer pada tahun 1980. Berbeda dengan model permintaan lainnya, model ini dapat menjawab tuntutan preferensi konsumen, dan bentuk fungsinya lebih fleksibel. Hal tersebut disebabkan restriksi- restriksi dari model ini seperti additivitas, homogenitas, dan simetri dapat diuji secara statistik Deaton dan Muellbauer, 1980. Selain itu, model permintaan ini juga mempertimbangkan keputusan konsumen dalam menentukan seperangkat komoditi secara bersama-sama. Hal tersebut tidak ditemukan dalam model permintaan lainnya, sehingga hubungan silang dua arah antara dua komoditi dapat ditentukan. Hal itu sesuai dengan fakta yang ada bahwa pemilihan suatu komoditi dilakukan oleh konsumen secara bersama-sama. Menurut Deaton dan Muellbauer 1980 beberapa karakteristik penting dari model permintaan AIDS ini ialah 1 model ini merupakan pendekatan orde pertama terhadap sembarang fungsi sistem permintaan, 2 dapat memenuhi aksioma perilaku pemilihan komoditi dengan tepat, 3 dapat digunakan untuk menguji restriksi homogenitas dan simetrik 4 bentuk fungsinya konsisten dengan pengeluaran rumah tangga, 5 dapat mengagregasi perilaku rumah tangga tanpa menerapkan kurva Engel yang linier, dan yang terpenting parameternya mudah diduga tanpa harus menggunakan metode non linier. 12

2.2 Penelitian yang Menggunakan Model Almost Ideal Demand System AIDS

Penelitian mengenai permintaan pangan di Kawasan Timur Indonesia KTI dengan menggunakan Model AIDS ya ng dilakukan oleh Saliem 2002 mencoba untuk menganalisis permintaan pangan dan konsumsi zat gizi rumahtangga di daerah pedesaan dan perkotaan wilayah KTI menurut golongan pendapatan dan dikaitkan dengan upaya pemenuhan konsumsi zat gizi rumahtangga. Dalam penelitian tersebut digunakan data SUSENAS tahun 1996, dimana rumahtangga yang dipilih menjadi sampelnya ialah rumahtangga yang konsumsi energinya berada pada selang 1000 – 4500 kkalkapitahari. Dalam studi tersebut juga dilakukan pengelompokkan agregasi komoditi pangan menjadi 15 kelompok. Hasil penelitian menunjukkan bahwa beras dominan dalam struktur anggaran serta kontribusi energi dan protein rumahtangga di KTI. Konsumsi pangan sumber karbohidrat di daerah pedesaan KTI lebih tinggi daripada di kota, namun untuk pangan sumber protein terjadi sebaliknya. Dari hasil analisis juga diketahui bahwa makin tinggi tingkat pendapatan maka makin tinggi pula tingkat konsumsi pangannya. Selain itu, permintaan pangan rumahtangga di pedesaan KTI lebih responsif terhadap perubahan harga dan pendapatan dibanding rumahtangga di kota. Peubah jumlah anggota rumahtangga dan pendidikan kepala rumahtangga terbukti berpengaruh nyata terhadap permintaan pangan rumahtangga di KTI. Rachmat dan Erwidodo 1993 juga menggunakan model AIDS dalam penelitiannya untuk menganalisis elastisitas harga sendiri, elastisitas harga silang, 13 dan elastisitas pengeluaran dari komoditi pangan utama. Komoditi yang dianalisis meliputi beras, jagung, kacang tanah, gula, dan komoditi kacang-kacangan lainnya. Di samping pendugaan secara agregat nasional, dilakukan pula pendugaan menurut daerah desa-kota serta pendugaan menurut kelompok pendapatan. Dalam penelitian tersebut diperbandingkan pemakaian unit analisa rumah tangga dan blok sensus. Data yang digunakan ialah data SUSENAS tahun 1990 berupa data konsumsi dan pengeluaran rumahtangga. Dari hasil dugaan dapat disimpulkan bahwa permintaan terhadap beras paling elastis, menyusul jagung, gula, kedelai, dan komoditi lainnya. Di wilayah pedesaan, permintaan komoditi beras, jagung, kedelai, dan pangan lain lebih elastis dibanding di perkotaan, sedangkan pada komoditi gula berlaku sebaliknya. Pada seluruh komoditi yang dianalisa, elastisitas pengeluaran cukup elastis yang berarti dengan semakin meningkatnya pendapatan rumahtangga akan meningkatkan permintaan komoditi tersebut. Selain itu diketahui pula adanya kecenderungan sifat komplemen antar komoditi pangan yang dianalisa, dimana sifat komplemen relatif kuat terjadi antara beras dengan kedelai, gula dan komoditi lainnya. Beberapa hasil penelitian lainnya yang menggunakan model AIDS dalam analisanya disajikan dalam Tabel 4.

2.3 Penelitian Mengenai Pola Konsumsi dan Permintaan Buah