Sistem Permintaan Buah .1 Permintaan Jeruk

66 6.3 Sistem Permintaan Buah 6.3.1 Permintaan Jeruk Hasil perhitungan elastisitas permintaan dan elastisitas pengeluaran jeruk tercantum dalam Tabel 16 dan 17, masing- masing untuk unit sampling Rumah Tangga RT dan Primary Sampling Unit PSU. Dari kedua tabel tersebut dapat dikemukakan beberapa hal sebagai berikut : Tabel 16. Elastisitas permintaan harga sendiri, elastisitas harga silang, dan elastisitas pengeluaran jeruk, unit sampling Rumah Tangga Elastisitas Harga Sendiri Elastisitas harga sendiri untuk jeruk, baik dari analisa yang menggunakan unit sampling RT maupun PSU menghasilkan tanda positif – negatifnya serta arah koefisien dari elastisitas yang secara umum seragam, namun terdapat pula beberapa perbedaan dalam nilai besaran elastisitas. Secara lebih rinci pembahasannya sebagai berikut : 1 Elastisitas harga sendiri jeruk, baik pada unit sampling RT ataupun PSU menunjukkan tanda negatif, yang berarti bahwa kenaikan harga jeruk akan Wilayah Elastisitas Harga sendiri eii Elastisitas Harga Silang eij terhadap : Elastisitas Pengeluaran Pisang Pepaya Jawa Pedesaan Perkotaan Pendapatan : Rendah Sedang Tinggi Pendidikan : Rendah Sedang Tinggi -0.8156 -0.7830 -0.8279 -0.8176 -0.8057 -0.8312 -0.7992 -0.7840 -0.9249 -0.0875 -0.0954 -0.0880 -0.0749 -0.0933 -0.1069 -0.0873 -0.1130 -0.0998 -0.0969 -0.1216 -0.0839 -0.1074 -0.1010 -0.0619 -0.1135 -0.1029 0.0246 0.9352 0.8694 0.9608 0.9329 0.9568 1.0280 0.9200 0.8865 1.0314 67 menyebabkan jumlah jeruk yang diminta turun asumsi ceteris paribus. Hal ini sesuai dengan sifat fungsi permintaan yang mempunyai arah negatif. Tabel 17. Elastisitas permintaan harga sendiri, elastisitas harga silang, dan elastisitas pengeluaran jeruk, unit sampling PSU 2 Berdasarkan pengelompokkan menurut daerah, elastisitas permintaan jeruk lebih elastis pada wilayah perkotaan dibandingkan dengan pedesaan. Interpretasinya ialah bahwa perubahan harga jeruk akan memperoleh respon permintaan yang lebih besarkuat dari konsumen di perkotaan. Hal ini dapat disebabkan oleh relatif lebih banyaknya pilihan dan variasi buah yang ada di perkotaan, sehingga daya subtitusi komoditi jeruk akan menjadi lebih besar di wilayah perkotaan. 3 Berdasarkan kelompok pendapatan, terdapat kecenderungan elastisitas harga sendiri yang semakin elastis pada kelompok masyarakat dengan tingkat pendapatan tinggi. Hal ini dapat dijelaskan sebagai berikut. Pada masyarakat kelompok pendapatan rendah, sebagian besar pendapatannya masih dialokasikan untuk komoditi pangan utama, seperti beras, minyak goreng, sumber protein hewani maupun nabati, dan sebagainya, sehingga buah-buahan dalam hal ini ialah jeruk masih dianggap sebagai makanan tambahan. Oleh Wilayah Elastisitas Harga sendiri eii Elastisitas Harga Silang eij terhadap : Elastisitas Pengeluaran Pisang Pepaya Jawa Pedesaan Perkotaan Pendapatan : Rendah Sedang Tinggi Pendidikan : Rendah Sedang Tinggi -0.925 -0.903 -0.928 -0.390 -0.934 -0.881 -0.9334 -0.8913 -1.2333 -0.039 -0.060 -0.035 -0.026 -0.039 -0.053 -0.0327 -0.0399 -0.0148 -0.013 -0.036 -0.037 -0.035 -0.027 -0.066 -0.0339 -0.0688 0.2480 0.8251 0.7528 0.9005 0.7522 0.9323 0.9778 0.8258 0.8444 1.3141 68 karena itu perubahan harga jeruk tidak akan direspon secara kuat oleh masyarakat dalam kelompok ini. Sebaliknya pada masyarakat kelompok pendapatan tinggi, buah-buahan jeruk sudah dianggap sebagai kebutuhan pokok, sehingga naik-turunnya harga jeruk akan direspon dengan kuat oleh masyarakat pada kelompok ini. 4 Berdasarkan tingkat pendidikan dapat diketahui bahwa nilai elastisitas harga sendiri jeruk lebih elastis pada masyarakat kelompok pendidikan tinggi. Pada analisa dengan unit sampling RT, nilai elastisitas harga sendiri jeruk pada kelompok masyarakat pendidikan tinggi ialah -0,92, berarti jika terdapat kenaikan harga jeruk sebesar 100 persen, maka jumlah jeruk ya ng diminta akan naik sebesar 92 persen. Nilai ini relatif lebih besar dibandingkan dengan nilai elastisitas harga sendiri pada masyarakat pendidikan rendah, yaitu sebesar -0,80. Ini diduga kemungkinannya karena ada keterkaitan antara tingkat pendidikan yang tinggi dengan tingkat pendapatan yang tinggi. Seperti dijelaskan sebelumnya bahwa pada kelompok rumah tangga dengan tingkat pendapatan tinggi, permintaannya lebih elastis. Elastisitas Harga Silang 5 Dari Tabel 16 dan 17 diketahui bahwa parameter elastisitas harga silang, baik pada unit sampling RT maupun PSU sebagian besar bertanda negatif. Hal ini menunjukkan adanya hubungan yang bersifat komplemen antara jeruk dengan buah lainnya. Hanya terdapat satu elastisitas harga silang yang bertanda positif, yaitu elastisitas harga silang jeruk terhadap pepaya pada kelompok pendidikan tinggi. Ini dapat diinterpretasikan dengan adanya hubungan subtitusi antara jeruk dan pepaya pada kelompok konsumen dengan tingkat 69 pendidikan tinggi. Namun dari relatif kecilnya nilai elastisitas harga silang tersebut menggambarkan sifat komplementer maupun subtitusi yang tidak terlalu kuat. Elastisitas Pengeluaran 6 Elastisitas pengeluaran pada unit sampling RT maupun PSU mempunyai tanda positif. Hal ini menunjukkan bahwa jeruk merupakan barang normal, yaitu jika pendapatan konsumen meningkat, maka jumlah jeruk yang diminta juga akan meningkat. Dari hasil analisa juga diketahui bahwa elastisitas pengeluaran terhadap jeruk di perkotaan lebih elastis dibanding pedesaan. Pada unit sampling PSU, nilai elastisitas pengeluaran jeruk di perkotaan ialah sebesar 0,90 sedangkan untuk pedesaan sebesar 0,75. Hal ini menunjukkan bahwa apabila terjadi peningkatan pendapatan konsumen sebesar 100 persen maka jumlah jeruk yang diminta akan meningkat sebesar 90 persen di wilayah perkotaan dan 75 persen di wilayah pedesaan. Hal tersebut disebabkan karena di wilayah perkotaan lebih banyak variasi jenis jeruknya, termasuk jenis jeruk impor yang harganya relatif lebih mahal. Seperti yang dijelaskan dalam penelitian Hartoyo 1997 bahwa ketika pendapatan konsumen meningkat, maka ada kecenderungan pergeseran selera dari buah yang harganya murah ke buah yang harganya mahal. Karena itu, di perkotaan ketika pendapatan konsumen meningkat, maka konsumsi jeruknya dapat berubah dari yang harganya murah jeruk lokal ke jenis jeruk yang harganya lebih mahal jeruk impor dengan kualitas yang lebih baik. 7 Berdasarkan tingkat pendapatan, secara konsisten ditunjukkan bahwa elastisitas pengeluaran makin elastis dengan semakin tingginya tingkat 70 pendapatan masyarakat. Di sisi lain, berdasarkan tingkat pendidikan terdapat hasil yang sedikit berbeda pada analisa dengan unit sampling RT dengan PSU. Pada unit analisa PSU, secara konsisten ditunjukkan bahwa semakin tingginya tingkat pendidikan, maka nilai elastisitas pengeluarannya akan semakin elastis, sedangkan pada unit analisa RT hasilnya menunjukkan arah yang tidak konsisten. Dari kelompok konsumen pendidikan rendah ke pendidikan sedang menunjukkan nilai elastisitas pengeluaran yang menurun, namun dari kelompok konsumen pendidikan sedang ke pendidikan tinggi menunjukkan nilai elastisitas pengeluaran yang meningkat.

6.3.2 Permintaan Pisang

Tabel 18 dan 19 menunjukkan besaran elastisitas permintaan dan elastisitas pengeluaran untuk komoditi pisang, masing- masing untuk unit sampling RT dan PSU. Dari kedua tabel tersebut, dapat dijelaskan beberapa hal sebagai berikut : Tabel 18. Elastisitas permintaan harga sendiri, elastisitas harga silang, dan elastisitas pengeluaran pisang, unit sampling Rumah Tangga Wilayah Elastisitas Harga sendiri eii Elastisitas Harga Silang eij terhadap : Elastisitas Pengeluaran Jeruk Pepaya Jawa Pedesaan Perkotaan Pendapatan : Rendah Sedang Tinggi Pendidikan : Rendah Sedang Tinggi -0.8059 -0.8008 -0.8091 -0.8467 -0.7842 -0.7506 -0.8080 -0.7718 -0.7680 -0.1135 -0.1094 -0.1211 -0.0887 -0.1268 -0.1567 -0.1111 -0.1471 -0.1448 -0.0806 -0.0898 -0.0697 -0.0646 -0.0889 -0.0927 -0.0808 -0.0811 -0.0872 1.1174 1.1355 1.1001 1.0757 1.1064 1.1302 1.1417 1.1029 1.0189 71 Elastisitas Harga Sendiri Tidak berbeda dengan jeruk, pada komoditi pisang hasil analisa dengan menggunakan unit sampling RT maupun PSU menunjukkan tanda dan arah koefisien dari elastisitas harga sendiri yang sama, dan hanya berbeda pada besar nilainya saja. Pembahasan secara lebih terincinya ialah sebagai berikut : 1 Berdasarkan data pada Tabel 18 dan 19 dapat dilihat bahwa nilai elastisitas harga sendiri pada pisang memiliki tanda negatif. Hal ini sesuai dengan teori permintaan, yaitu naik-turunnya harga pisang akan direspon oleh konsumen dengan arah yang berlawanan terhadap jumlah yang diminta. 2 Berdasarkan pengelompokkan menurut daerah, terlihat bahwa elastisitas harga sendiri pisang lebih elastis pada wilayah perkotaan dibanding dengan pedesaan. Alasan yang sama pada komoditi jeruk dapat pula diterapkan untuk menjelaskan hal ini. Di wilayah perkotaan ketersediaan jenis buah lainnya lebih banyak dan lebih bervariasi dibandingkan dengan pedesaan, sehingga daya subtitusi pisang menjadi lebih besar di perkotaan. Hal ini tentunya akan berdampak langsung pada semakin besarnya nilai elastisitas harga sendiri pisang di wilayah perkotaan. 3 Besaran nilai elastisitas harga sendiri pisang antara kelompok pendapatan secara konsisten menunjukkan bahwa semakin tinggi pendapatan, maka konsumen akan semakin kurang responsif terhadap perubahan harga pisang. Dengan kata lain, dengan semakin meningkatnya pendapatan konsumen, nilai elastisitas harga sendiri pisangnya akan semakin kecil. Pola tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut. Dari hasil olah data SUSENAS 2005 diketahui bahwa proporsi pengeluaran untuk pisang terhadap pengeluaran buah total 72 makin mengecil dengan semakin tingginya tingkat pendapatan. Dimana sesuai dengan teori ekonomi bahwa semakin kecil proporsi suatu komoditi terhadap pengeluaran total, maka nilai elastisitas harga sendiri komoditi tersebut akan semakin rendah semakin inelastis. Tabel 19. Elastisitas permintaan harga sendiri, elastisitas harga silang, dan elastisitas pengeluaran pisang di Pulau Jawa, unit sampling PSU Wilayah Elastisitas Harga sendiri eii Elastisitas Harga Silang eij terhadap : Elastisitas Pengeluaran Jeruk Pepaya Jawa Pedesaan Perkotaan Pendapatan : Rendah Sedang Tinggi Pendidikan : Rendah Sedang Tinggi -0.931 -0.913 -0.939 -0.959 -0.925 -0.819 -0.9394 -0.9402 -0.7916 -0.055 -0.062 -0.068 -0.027 -0.068 -0.115 -0.0447 -0.0916 -0.0376 -0.014 -0.025 -0.006 -0.014 -0.007 -0.066 -0.0159 -0.0318 -0.1728 1.3030 1.2736 1.2764 1.2943 1.1899 1.0624 1.2893 1.4194 0.8628 4 Analisa nilai elastisitas harga sendiri pisang berdasarkan tingkat pendidikan menunjukkan kecenderungan bahwa nilai elastisitas lebih rendah pada konsumen dengan tingkat pendidikan tinggi. Hal ini dapat dijelaskan sebagai berikut. Pada konsumen dengan tingkat pendidikan tinggi, pengetahuan mereka mengenai pentingnya pisang dari aspek gizi sudah lebih baik. Oleh karena itu permintaan terhadap pisang menjadi relatif lebih inelastis. Hal ini sesuai dengan teori ekonomi bahwa semakin penting peranan suatu komoditi, maka permintaannya akan menjadi semakin inelastis. Elastisitas Harga Silang 5 Dari hasil analisa dengan unit sampling RT dan juga PSU menunjukkan bahwa seluruh nilai elastisitas harga silang pisang terhadap buah lainnya bertanda negatif. Ini berarti antara pisang denga n jeruk maupun pepaya 73 terdapat hubungan yang bersifat komplemen. Hubungan komplementer relatif kuat terjadi antara komoditi pisang dengan jeruk, terutama pada kelompok konsumen dengan tingkat pendapatan tinggi. Pada analisa dengan unit sampling RT nilai elastisitas harga silang pisang terhadap jeruk pada kelompok pendapatan tinggi ialah sebesar -0,16, yang berarti bahwa jika terdapat penurunan harga jeruk sebesar 100 persen, maka jumlah permintaan pisang akan naik sebesar 16 persen. Elastisitas Pengeluaran 6 Secara keseluruhan, baik analisa yang menggunakan unit sampling RT maupun PSU menunjukkan permintaan pisang akan meningkat dengan semakin besarnya tingkat pendapatan masyarakat. Bila dibandingkan dengan elastisitas pengeluaran jeruk maupun pepaya, elastisitas pengeluaran pisang ini nilainya lebih besar, atau dengan kata lain jika terdapat perubahan pendapatan, maka respon permintaan pisang akan lebih kuat dibandingkan respon permintaan jeruk maupun pepaya. Hal ini terlihat dari nilai elastisitas pisang yang sebagian besar bernilai lebih dari satu, sedangkan untuk jeruk dan pepaya nilainya kurang dari satu. 7 Analisa elastisitas pengeluaran berdasarkan daerah dan tingkat pendapatan menunjukkan kecenderungan hasil yang berbeda antara analisa dengan unit sampling RT dengan PSU. Pada unit sampling RT, nilai elastisitas pengeluaran lebih besar pada konsumen di pedesaan dan pada konsumen dengan tingkat pendapatan tinggi. Sebaliknya, pada unit sampling PSU, nilai elastisitas pengeluaran lebih besar pada konsumen di perkotaan meskipun 74 nilainya tidak jauh berbeda antara pedesaan 1,274 dengan perkotaan 1,276 dan pada konsumen dengan tingkat pendapatn rendah. 8 Berdasarkan pengelompokkan menurut tingkat pendidikan, hasil analisis dengan unit sampling PSU dan RT memperlihatkan kecenderungan yang sama, yaitu nilai elastisitas pengeluaran pisang yang lebih elastis pada kelompok masyarakat dengan tingkat pendidikan rendah. Pada unit sampling PSU, nilai elastisitas pengeluaran untuk kelompok pendidikan rendah ialah 1,29, sedangkan untuk kelompok pendidikan tinggi sebesar 0,86. Hal ini dapat diinterpretasikan bahwa jika terdapat peningkatanpenurunan pendapatan konsumen sebesar 100 persen, maka jumlah permintaan jeruk akan bertambah sebesar 129 persen untuk kelompok pendidikan rendah dan 86 persen untuk kelompok pendidikan tinggi.

6.3.3 Permintaan Pepaya

Besaran dan arah parameter elastisitas permintaan harga sendiri, elastisitas harga silang dan elastisitas pengeluaran pepaya, tercantum dalam tabel 20 dan 21, masing- masing untuk hasil analisa dengan unit sampling RT dan PSU. Dari kedua tabel tersebut dapat dikemukakan beberapa hal sebagai berikut : Elastisitas Harga Sendiri 1 Dari tabel 20 dan 21 dapat dilihat bahwa nilai elastisitas harga sendiri untuk pepaya bertanda negatif. Hal ini sesuai dengan sifat fungsi permintaan yang menjelaskan adanya korelasi negatif antara harga suatu komoditi dengan jumlah permintaannya. Dari kedua unit sampling, baik dengan RT maupun 75 PSU menunjukkan bahwa nilai elastisitas harga sendiri untuk pepaya relatif lebih rendah dibandingkan dengan jeruk dan pisang. Tabel 20. Elastisitas permintaan harga sendiri, elastisitas harga silang, dan elastisitas pengeluaran pepaya, unit sampling Rumah Tangga Wilayah Elastisitas Harga sendiri eii Elastisitas Harga Silang eij terhadap : Elastisitas Pengeluaran Jeruk Pisang Jawa Pedesaan Perkotaan Pendapatan : Rendah Sedang Tinggi Pendidikan : Rendah Sedang Tinggi -0.6829 -0.5955 -0.7332 -0.6901 -0.6668 -0.7267 -0.6550 -0.6480 -0.9229 -0.1932 -0.2464 -0.1663 -0.2055 -0.2022 -0.1352 0.2213 -0.2197 0.0537 -0.1240 -0.1583 -0.1004 -0.1044 -0.1309 -0.1381 -0.1237 -0.1328 -0.1308 0.9486 1.0253 0.9335 1.0059 0.9299 0.7449 0.9389 1.0733 0.9033 2 Apabila dibedakan menurut daerah, terlihat bahwa permintaan pepaya penduduk di perkotaan lebih responsif terhadap perubahan harga dibanding penduduk desa. Pada analisa dengan unit sampling RT, nilai elastisitisitas harga sendiri pepaya nya ialah -0,59 dan -0,73, masing- masing untuk wilayah pedesaan dan perkotaan, sedangkan pada unit sampling PSU, nilai elastisitas pengeluaran untuk penduduk di pedesaannya ialah sebesar-0,79 dan untuk penduduk di perkotaan sebesar -0,87. 3 Keragaan besaran nilai elastisitas harga sendiri antar kelompok pendapatan menunjukkan arah koefisien yang berbeda antara unit sampling RT dengan PSU. Pada unit analisa RT, makin tinggi tingkat pendapatan konsumen, kecenderungannya ialah makin tinggi pula nilai elastisitas harga sendirinya. Sebaliknya pada unit analisa PSU, nilai elastisitas harga sendiri pepaya makin rendah dengan semakin tingginya tingkat pendapatan konsumen. 76 Tabel 21. Elastisitas permintaan harga sendiri, elastisitas harga silang, dan elastisitas pengeluaran pepaya, unit sampling PSU Wilayah Elastisitas Harga sendiri eii Elastisitas Harga Silang eij terhadap : Elastisitas Pengeluaran Jeruk Pisang Jawa Pedesaan Perkotaan Pendapatan : Rendah Sedang Tinggi Pendidikan : Rendah Sedang Tinggi -0.831 -0.789 -0.871 -0.837 -0.876 -0.657 -0.8337 -0.7755 -1.8280 -0.132 -0.127 -0.141 -0.118 -0.107 -0.236 -0.1237 -0.2812 1.1356 -0.038 -0.084 -0.013 -0.045 -0.016 -0.107 -0.0426 0.0567 -0.3078 0.8575 0.9290 0.8313 0.8742 0.8366 0.9775 0.8625 0.8886 -0.0817 4 Analisa nilai elastisitas harga sendiri berdasarkan tingkat pendidikan menunjukkan hasil yang seragam, baik analisa yang menggunakan unit sampling RT maupun PSU. Keduanya menunjukkan bahwa permintaan pepaya lebih responsif terhadap perubahan harga pada penduduk kelompok pendidikan tinggi. Pada analisa dengan unit sampling RT, elastisitas harga sendiri untuk kelompok pendidikan rendah ialah sebesar -0,65, dan untuk kelompok pendidikan tinggi mencapai -0,92. Elastisitas Harga Silang 5 Dari sisi tanda, hubungan antara pepaya dengan buah lainnya bersifat komplementer yang ditunjukkan oleh tanda negatif dari elastisitas harga silang. Interpretasi dari hubungan komplementer antara pepaya dengan komoditi komplemen tersebut ialah apabila terdapat penurunan harga komoditi komplemen tersebut, maka jumlah permintaan terhadap pepaya akan meningkat. Sementara itu hubungan yang bersifat subtitusi terlihat pada 77 pepaya dengan jeruk, khususnya pada kelompok masyarakat dengan tingkat pendidikan tinggi. Elastisitas Pengeluaran 6 Hasil analisis sebagian besar menunjukkan bahwa pepaya bersifat normal, yang berarti jika terdapat peningkatan pendapatan maka jumlah permintaan pepaya pun akan meningkat. Namun ditemukan nilai elastisitas pengeluaran pepaya yang bertanda negatif yaitu pada kelompok masyarakat dengan pendidikan tinggi. Dengan kata lain, pada kelo mpok pendidikan tinggi tersebut, pepaya merupakan komoditi yang bersifat inferior, dimana jika terdapat peningkatan pendapatan maka permintaannya justru menurun. 7 Elastisitas pengeluaran pepaya lebih elastis di wilayah pedesaan dibanding dengan di wilayah perkotaan. Pada unit sampling RT, elastisitas pengeluaran di wilayah pedesaan bahkan nilainya lebih dari satu. 8 Pengelompokkan berdasarkan tingkat pendapatan menunjukkan hasil yang berbeda antar unit sampling RT dengan PSU. Pada unit sampling RT, secara konsisten ditunjukkan bahwa nilai elastisitas pengeluaran akan semakin elastis dengan makin rendahnya tingkat pendapatan konsumen. Di sisi lain, pada unit sampling PSU hasilnya tidak menunjukkan arah yang konsisten, dari pendapatan rendah ke pendapatan sedang mengalami penurunan besaran elastisitas pengeluarnnya, namun dari pendapatan sedang ke pendapatan tinggi mengalami kenaikan besaran elastisitas. 9 Berdasarkan tingkat pendidikan, baik analisa dengan unit sampling RT maupun PSU menunjukkan bahwa penduduk dengan tingkat pendidikan rendah lebih elastis nilai elastisitas pengeluaran pepayanya. Ini berarti 78 perubahan pendapatan, akan mendapat respon perubahan permintaan pepaya yang lebih besar dari kelompok pendidikan rendah daripada kelompok pendidikan tinggi.

6.4 Implikasi Kebijakan