Tahap Analisis Kebijakan Metode Analisis

Gejala adanya heteroskedastisitas dapat ditunjukan oleh probabilitas ObsR- squared pada uji white heteroskedasticity H : = γ H 1 : ≠ γ Kriteria uji : Probabilitas ObsR-squared α , maka tolak H Probabilitas ObsR-squared α , maka terima H Jika H ditolak, maka terdapat gejala heteroskedastisitas pada model. Sebaliknya jika H diterima, maka pada model tidak terdapat heteroskedastisitas. 5. Uji Multikolinearitas Asumsi lain yang harus dipenuhi adalah tidak terdapat gejala multikolinearitas di dalam suatu model regresi, yaitu adanya kolerasi yang kuat pada sesama variabel bebas eksogen. Uji multikolinearitas dilakukan dengan melihat koefisien korelasi antar variabel eksogen yang terdapat pada matriks korelasi. Jika terdapat koefisien korelasi yang lebih besar dari 8 . , maka terdapat gejala multikolinearitas.

4.2.2. Tahap Analisis Kebijakan

Tahapan ini menggunakan metode analisis kebijakan publik yang dilakukan secara deskriptif dalam perspektif undang-undang yang berkaitan dengan industri farmasi. Metode analisis kebijakan publik diambil dengan memadukan elemen-elemen dari berbagai disiplin ilmu politik, sosial, psikologi, ekonomi dan filsafat. Analisis kebijakan publik bersifat normatif. Tujuan analisis kebijakan ini adalah untuk menciptakan dan melakukan kritik terhadap klaim pengetahuan tentang nilai kebijakan publik untuk generasi masa lalu, masa kini dan masa depan. Analisis ini bersifat normatif . Metode analisis kebijakan menggabungkan lima prosedur umum yang lazim dipakai dalam pemecahan masalah manusia. Lima prosedur itu terdiri dari definisi, prediksi, preskrepsi, deskripsi dan evaluasi. Perumusan masalah definisi menghasilkan informasi mengenai kondisi-kondisi yang menimbulkan masalah kebijakan. Peramalan prediksi menyediakan informasi mengenai konsekuensi dimasa mendatang dari penerapan alternatif kebijakan, termasuk tidak melakukan sesuatu. Rekomendasi preskrepsi menyediakan suatu informasi mengenai nilai atau kegunaan relatif dari konsekuensi dimasa depan dari suatu pemecahan masalah. Pemantauan deskripsi menghasilkan informasi tentang konsekuensi sekarang dan masa lalu dari ditetapkannya alternatif kebijakan. Evaluasi menyediakan informasi mengenai nilai atau kegunaan dari konsekuensi pemecahan atau pengatasan masalah.

V. GAMBARAN UMUM INDUSTRI FARMASI DI INDONESIA

Bidang farmasi berada dalam lingkup dunia kesehatan yang berkaitan erat dengan produk dan pelayanan produk untuk kesehatan. Pada mulanya penggunaan obat dilakukan secara empirik dari tumbuhan, hanya berdasarkan pengalaman dan selanjutnya Paracelsus 1541-1493 SM berpendapat bahwa untuk membuat sediaan obat perlu pengetahuan kandungan zat aktifnya dan dia membuat obat dari bahan yang sudah diketahui zat aktifnya. Hippocrates 459-370 SM yang dikenal sebagai bapak kedokteran, dalam praktek pengobatannya telah menggunakan lebih dari 200 jenis tumbuhan. Claudius Galen 200-129 SM menghubungkan penyembuhan penyakit dengan teori kerja obat yang merupakan bidang ilmu farmakologi. Selanjutnya Ibnu Sina 980-1037 telah menulis beberapa buku tentang metode pengumpulan dan penyimpanan tumbuhan obat serta cara pembuatan sediaan obat seperti pil, supositoria, sirup dan menggabungkan pengetahuan pengobatan dari berbagai negara yaitu Yunani, India, Persia, dan Arab untuk menghasilkan pengobatan yang lebih baik. Johann Jakob Wepfer 1620-1695 berhasil melakukan verifikasi efek farmakologi dan toksikologi obat pada hewan percobaan. Ia adalah orang pertama yang melakukan penelitian farmakologi dan toksikologi pada hewan percobaan. Percobaan pada hewan merupakan uji praklinik yang sampai sekarang merupakan persyaratan sebelum obat diuji–coba secara klinik pada manusia. Sampai akhir abad 19, obat merupakan produk organik atau anorganik dari tumbuhan yang dikeringkan atau segar, bahan hewan atau mineral yang aktif dalam penyembuhan penyakit tetapi dapat juga menimbulkan efek toksik bila