II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Industri Farmasi di Indonesia
Indonesia dengan penduduk lebih dari 200 juta jiwa, merupakan pasar yang sangat menarik dalam pemasaran produk-produk farmasi, terutama obat-
obatan. Di Indonesia saat ini terdapat 205 perusahaan farmasi. Di antara sekian banyak perusahaan itu, yang masih aktif hanya sekitar 198 perusahaan termasuk
didalamnya 4 perusahaan milik negara, 33 perusahaan penanaman modal asing PMA, dan sisanya perusahaan swasta lokal. Perusahaan yang masih aktif ini
dianggap sebagai kunci penggerak utama kemajuan industri farmasi nasional Biantoro, 2003.
Tabel 2.1. Kondisi Industri Farmasi Indonesia
Jenis Usaha Total GP Farmasi
Anggota
Industri Farmasi - BUMN
- Swasta Nasional - Multi Nasional
Distribusi PBF Apotik
Toko Obat - Toko obat berijin
- Toko obat tanpa ijin 205
4 168
33 2,250
7,000 10,000
10,000 205
4 168
33 2,250
5,250 5,520
Sumber : Data IMS 2004
Dari segi penjualan, industri farmasi Indonesia terus berkembang setiap tahunnya. Hal ini tidak berarti konsumsi obat Indonesia sudah meningkat.
Menurut data IMS Health, konsumsi obat Indonesia baru sekitar US7.2 per kapita. Penyebab utamanya adalah terbatasnya akses masyarakat terhadap produk-
produk kesehatan dan lemahnya daya beli masyarakat Sunarjo, 2005 dalam GP Farmasi 2006.
Menurut Kuncahyo 2004, ada enam fungsi kegiatan utama farmasi. Pertama, menemukan obat dengan riset dan inovasi. Kedua, mengembangkan obat
baik yang sudah ada maupun yang baru diteliti. Ketiga, memproduksi bahan baku. Keempat, melakukan penelitian pengiriman obat. Kelima, melakukan quality
control dan drug doses manufacturing, dan terakhir melakukan pemasaran yang
baik. Kenyataannya, keenam fungsi farmasi itu belum dijalankan dengan baik
oleh industri farmasi Indonesia. Contohnya, industri farmasi Indonesia masih berfungsi sebagai industri manufaktur berbasis pasar bukan berbasis riset.
Keadaan ini terjadi karena sejarah industri perusahaan farmasi Indonesia yang berangkat dari pedagang obat, bukan murni pendirian perusahaan farmasi. Banyak
pula industri farmasi yang menggunakan nama dagang pada obat-obat generik sehingga masyarakat membeli dengan harga yang lebih mahal. Industri bahan
baku dan industri bahan alam farmasi pun relatif sederhana dan belum berkembang. Masalah ini semakin parah dengan adanya krisis ekonomi yang
berkepanjangan, kompetisi yang cenderung tidak adil, kolusi industri farmasi dengan dokter serta apoteker juga maraknya obat-obat palsu.
Menurut Djamaludin 1999 disepakatinya Asean Free Trade Area AFTA pada tahun 2003 dan ditandatanganinya General Agreement on Tariff and
Trade GATT yang akan dimulai tahun 2010 menjadikan Asia Tenggara dan
Asia Pasifik kawasan perdagangan bebas. Dibukanya pasar bebas membuat iklim
kompetisi akan berlangsung semakin ketat. Era ini merupakan peluang atau ancaman bagi industri farmasi Indonesia. Agar bertahan hidup dalam pasar bebas,
industri farmasi Indonesia harus segera mengubah pola pikir dan segera melakukan restrukturisasi industri. Hal ini perlu dilakukan supaya industri farmasi
Indonesia mampu bersaing dengan pesaing regional maupun global. Dilihat dari kondisi industri farmasi dunia, total keseluruhan perusahaan
farmasi Indonesia tergolong kecil. Industri farmasi Indonesia hanya memiliki 3 persen dari total jumlah pabrik obat di seluruh dunia. Gambaran ini menunjukkan
betapa lemahnya persaingan industri farmasi Indonesia.
2.2. Teori Structure-Conduct-Performance SCP