Data yang dicantumkan dalam Tabel 6.6 menunjukkan bahwa efisiensi industri farmasi dari tahun ke tahun besar yaitu sekitar 76,82 persen. Angka
efisiensi industri farmasi tergolong besar karena dalam memproduksi obat perusahaan wajib mengikuti peraturan Cara Pembuatan Obat yang Baik CPOB.
Tabel 6.6. Effisiensi-x Industri Farmasi di Indonesia
Tahun Nilai Tambah
Nilai Input XEFF
Ribu Rupiah Ribu Rupiah
persen
1984 4592005 7582453
60.56 1985 8542425
13767521 62.05
1986 19611473 16790581
116.80 1987 19775839
12327142 160.43
1988 11814008 23985902
49.25 1989 14691895
28492476 51.56
1990 458468409 691362912
66.31 1991 805772222
940870545 85.64
1992 427488639 795839929
53.72 1993 785826746
1172671806 67.01
1994 1199917273 1567711464
76.54 1995 953149526
1780110265 53.54
1996 1244072109 2049561762
60.69 1997 1373265222
2056665365 66.77
1998 1914161192 2690898038
71.13 1999 3239763879
3488757526 92.86
2000 3777723319 4745775986
79.60 2001 5319829342
9517702160 55.89
2002 7162796483 6529285664
109.70 2003 7514657245
7794353540 96.41
Rata-Rata 76.82
Sumber Biro Pusat Statistik, diolah
6.1.4. Hubungan Struktur dan Kinerja
Dalam pendekatan Structure-Conduct-Performance SCP dikatakan bahwa struktur mempengaruhi profitabilitas dan kinerja secara positif. Hal ini
menjadi hipotesis pada hubungan struktur dan profitabilitas industri farmasi di Indonesia.
Keuntungan merupakan motivasi dasar perusahaan sehingga keuntungan menjadi ukuran yang baik dalam menggambarkan kinerja suatu perusahaan.
Karena keterbatasan data, keuntungan dianalisis dengan menggunakan PCM. Dalam menganalisis hubungan struktur dan kinerja dipakai variabel-variabel
bebas yang diperkirakan dapat mempengaruhi keuntungan yaitu CR
4
, effisiensi-x, dan impor. Upaya untuk membedakan periode saat sebelum dan sesudah krisis,
digunakan variabel kualitatif pada regresi atau biasa disebut variabel dummy. Hasil pengolahan data dengan menggunakan software excel dan Microfit,
didapatkan hasil sebagai berikut : Tabel 6.7 Hasil Dugaan Persamaan PCM pada Industri Farmasi
Variabel terikat PCM Jumlah observsi 20 dari tahun 1984 sampai 2003
Variabel Koefesien T-Rasio Probabilitas
Const CR
4
XEFF GROWTH
Import Dummy
-0.051062 -0.38901
0.41249 0.0019721
0.1057x10
-7
-0.0076604 -0.64271
-5.5434 6.6300
0.57805 1.2038
-0.10112 0.531
0.000 0.000
0.572 0.249
0.921
R-Bar-Squared 0.62922 DW-Statistik 2.2185
Keterangan : Signifikan pada taraf 10
Keterkaitan antara variabel-variabel yang membentuk fungsi PCM dapat diformulasikan ke dalam persamaan regresi berikut :
PCM = -0.051062 – 0.38901 CR
4
+ 0.41249 XEFF + 0.001972 Growth + 0.1057x10
-7
Import – 0.007660 Dummy. Dari hasil itu dapat dilihat bahwa nilai koefisien determinasi sebesar
0,62922. Artinya 62,92 persen keragaman model yang menggunakan PCM dapat
dijelaskan oleh variabel bebas dalam model yang digunakan. Sisanya sebesar 37,08 persen dapat dijelaskan oleh variabel lain di luar model. Model ini layak
digunakan karena minimal ada satu variabel bebas yang berpengaruh nyata terhadap variabel terikat.
Dari analisa hubungan ini dapat dilihat bahwa konstanta, pertumbuhan GROWTH, impor dan dummy hanya memiliki sedikit pengaruh terhadap
variabel endogen PCM. Variabel-variabel ini tidak signifikan pada berbagai taraf sehingga dapat disimpulkan bahwa hipotesis awal yang menyatakan variabel
pertumbuhan, impor dan dummy berpengaruh nyata terhadap PCM diterima karena variabel-variabel ini tidak berpengaruh nyata terhadap variabel PCM.
Berdasarkan hasil estimasi CR
4
signifikan pada taraf 10 persen, namun didapat nilai yang negatif yaitu -0.38901. Artinya jika konsentrasi empat
perusahaan naik satu persen maka margin keuntungan akan berkurang sebesar 0,38901 persen. Berlawanan dengan hipotesa yang diajukan, hubungan CR dan
profitabilitas pada industri farmasi ternyata negatif. Hal ini disebabkan karena semakin bertambahnya perusahaan farmasi setiap tahun namun perusahaan yang
masuk tersebut berupa perusahaan kecil. Koefisien efisiensi-x sebesar 0.41249 dan signifikan pada taraf 10 persen
yang berarti bahwa jika tingkat efisiensi perusahaan dalam industri meningkat satu persen maka margin keuntungan akan meningkat sebesar 0,41249 persen. Hal
ini sesuai dengan hipotesis yang diajukan bahwa efisiensi akan berhubungan searah dan positif dengan PCM.
Hasil uji asumsi statistik pada Tabel 6.8 menunjukkan adanya gejala heteroskedastisitas. Hal ini dapat diatasi dengan menggunakan parameter
Autoregressive Error Specification, sehingga menjadi signifikan pada taraf 10
persen. Tabel 6.8. Uji Asumsi Model Statistik
Test Statistics LM Version
F Version
A. Serial Corelation CHSQ1= 4.4671[.035]
F1,13 = 3.7387[.075]
B:Functional Form CHSQ1= 8.7930[.003]
F1,13 = 10.1997[.007] C:Normality
CHSQ2= 4.7871[.091] Not applicable
D:Heteroscedasticity CHSQ1= 1.7392[.187] F1,18 = 1.7143[.207]
Parameters of the Autoregressive Error Specification U= -.47565U-1+E
-2.4183[.031] T-ratios based on asymptotic standard errors in brackets
Log-likelihood ratio test of AR1 versus OLS CHI-SQ1= 3.5924[.058]
Keterangan : Signifikan pada taraf 10 persen
Dari hasil estimasi yang telah disajikan dapat dipastikan bahwa model yang menggambarkan hubungan struktur dan profitabilitas industri farmasi di
Indonesia memenuhi syarat ekonometrika. Syarat itu berupa tidak terdapatnya gejala autokorelasi, heteroskedastisitas dan multikolinieritas Lampiran 5.
6.2. Analisis Kebijakan Industri Farmasi