Hubungan antara Struktur dan Kinerja

Variabel pertumbuhan GROWTH diduga dapat mempengaruhi kinerja industri karena variabel ini dapat menunjukkan permintaan pasar market demand . Jika permintaan pasar terhadap barang meningkat, maka perusahaan akan meningkatkan produksinya untuk memenuhi permintaan yang ada. 100 1 1 x Q Q Q GROWTH t t t − − − = 4.6 Dimana : Q t : Nilai barang yang dihasilkan tahun t juta rupiah Q t-1 : Nilai barang yang dihasilkan tahun t-1 juta rupiah Ketergantungan industri terhadap kestabilan kondisi sosial dan ekonomi selama periode 1984 sampai 2003 diduga dapat mempengaruhi kinerja industri. Untuk mengetahui pengaruh reformasi terhadap industri farmasi, digunakan variabel dummy yang membagi data dari tahun 1984 sampai 1996 sebagai periode sebelum reformasi dan tahun 1997 sampai 2003 sebagai periode setelah reformasi.

4.2.1.4. Hubungan antara Struktur dan Kinerja

Setelah diketahui hubungan struktur dan kinerja, maka dapat dijelaskan bagaimana struktur suatu industri mempengaruhi kinerja industri tersebut. Cara untuk melihat hubungan ini digunakan model regresi berganda. Variabel endogen adalah proksi dari keuntungan industri yaitu PCM. Penggunaan variabel PCM sebagai proksi keuntungan telah dilakukan oleh Collins dan Preston 1968, 1969, kemudian digunakan oleh Stepherd 1972. Rasio konsentrasi juga banyak digunakan sebagai variabel struktur yang mempengaruhi profitabilitas antara lain digunakan oleh Shepherd 1972, 1975 dan Katrak 1980. Penggunaan variable efisiensi-x didasarkan pada pendapat Shepherd 1979 yang mengatakan bahwa kinerja merupakan fungsi dari pangsa pasar, konsentrasi, hambatan masuk, efisiensi internal, dan kondisi eksternal. Efisiensi-x dan produktivitas juga digunakan oleh Robert 1996 dalam model PCM. Variabel ekspor dan impor digunakan oleh Katrak 1980 dalam Shepherd 1979 dan Halida 1998 sebagai faktor yang juga menentukan profitabilitas. Penggunaan variabel-variabel ini ditujukan untuk melihat seberapa besar pengaruh membanjirnya produk impor terhadap profitabilitas industri farmasi. Berdasarkan model-model hubungan struktur dan profitabilitas yang telah dijelaskan, maka model yang digunakan dalam penelitian ini adalah : t t t t t t u Dummy a M a GROWTH a XEFF a CRm a a PCM + + + + + + = 5 4 3 2 1 4.7 Dimana : PCM t : Rasio keuntungan industri yang mencerminkan kelebihan atas biaya langsung pada tahun ke-t persen CRm t : Konsentrasi pasar dari m perusahaan dalam suatu industri pada tahun ke-t persen GROWTH t : Pertumbuhan nilai produksi yang menunjukkan permintaan pasar pada tahun ke-t persen XEFF t : Rasio effisiensi yang dinyatakan sebagai perbandingan antara nilai tambah dan nilai input industri pada tahun ke-t untuk mengukur efisiensi internal industri persen M t : Jumlah komoditi yang diimpor juta rupiah Dummy : Kondisi sebelum dan sesudah krisis 1983 sampai 1997 = 0 ; 1998 Sampai 2003 =1 a : Intercept a 1 ,a 2 ,a 3, a 4 : koefisien kemiringan parsial u t : unsur gangguan stochastic disturbance Dari hasil regresi yang didapatkan, hubungan PCM dengan variabel- variabel endogennya tidak selalu bernilai positif. Dari hasil itu pula dilakukan pengujian-pengujian agar suatu model dapat dikatakan baik. Pengujian-pengujian tersebut adalah uji statistik terhadap model penduga melalui uji F dan pengujian untuk parameter-parameter regresi melalui uji t serta melihat berapa persen variabel bebas dapat dijelaskan oleh variabel-variabel terikatnya melalui koefisien determinasi adj-R 2 . Uji ekonometrika yang dilakukan antara lain uji autokorelasi, heteroskedastisitas, dan multikolinearitas. 1. Uji F Pengujian ini bertujuan untuk mengetahui apakah model penduga yang diajukan sudah layak untuk menduga parameter yang ada dalam fungsi. H : b 1 = b 2 =...= b i = 0 H 1 : minimal ada salah satu 1 ≠ b Kriteria uji : Probability F-statistic taraf nyata α , maka tolak H Probability F-statistic taraf nyata α , maka terima H Jika H ditolak, berarti minimal ada satu variabel bebas yang berpengaruh nyata terhadap variabel terikat dan model layak digunakan. Sebaliknya jika H diterima berarti tidak ada satu pun variabel bebas yang berpengaruh nyata. 2. Uji t Pengujian ini ditujukan untuk mengetahui tingkat signifikan variabel bebas. H : b 1 = b 2 =...= b i = 0 H 1 : 1 ≠ b Kriteria uji : Probability t-statistic α , maka tolak H Probability t-statistic α , maka terima H Jika H ditolak maka variabel bebas berpengaruh nyata pada α terhadap variabel tak bebasnya. Jika H diterima berarti variabel bebas tidak berpengaruh nyata terhadap variabel tak bebas. 3. Uji Autokorelasi Suatu model dikatakan baik apabila telah memenuhi asumsi tidak terdapat gejala autokorelasi. Uji autokorelasi bertujuan untuk menguji apakah hasil estimasi model tidak mengandung korelasi serial diantara disturbance term. Uji autokorelasi dilakukan dengan melihat probability ObsR-squared pada uji Breusch-Godfrey Serial Corelation LM. H : = ρ H 1 : ≠ ρ Kriteria uji : probability ObsR-squared α , maka tolak H probability ObsR-squared α , maka terima H Jika H ditolak maka terjadi autokorelasi positif atau negatif dalam model. Sebaliknya jika H diterima maka tidak ada autokorelasi dalam model 4. Uji Heterokedastisitas Suatu fungsi dikatakan baik apabila memenuhi asumsi homoskedastisitas tidak terjadi heteroskedastisitas atau memiliki ragam error yang sama. Gejala adanya heteroskedastisitas dapat ditunjukan oleh probabilitas ObsR- squared pada uji white heteroskedasticity H : = γ H 1 : ≠ γ Kriteria uji : Probabilitas ObsR-squared α , maka tolak H Probabilitas ObsR-squared α , maka terima H Jika H ditolak, maka terdapat gejala heteroskedastisitas pada model. Sebaliknya jika H diterima, maka pada model tidak terdapat heteroskedastisitas. 5. Uji Multikolinearitas Asumsi lain yang harus dipenuhi adalah tidak terdapat gejala multikolinearitas di dalam suatu model regresi, yaitu adanya kolerasi yang kuat pada sesama variabel bebas eksogen. Uji multikolinearitas dilakukan dengan melihat koefisien korelasi antar variabel eksogen yang terdapat pada matriks korelasi. Jika terdapat koefisien korelasi yang lebih besar dari 8 . , maka terdapat gejala multikolinearitas.

4.2.2. Tahap Analisis Kebijakan