Masih dari Tabel 31 terlihat bahwa dari seluruh komponen pembiayaan input sektor industri agro di Indonesia lebih banyak disumbangkan oleh industri
makanan, minuman dan tembakau, baik itu berupa pengeluaran untuk input antara, pembiayaan impor, maupun input primer. Misalkan untuk input antara,
kontribusi industri ini pada total biaya input antara sektor industri agro adalah sebesar 65.18 persen untuk tahun 1995, dan sebesar 65.02 persen untuk tahun
2000. Kemudian pada pengeluaran input primer, industri pulp, kertas, dan percetakan menjadi yang terbesar di sektor industri agro dengan kontribusinya
sebesar 39.67 persen di tahun 1995, dan 35.03 persen di tahun 2000.
5.7. Dekomposisi Pertumbuhan Struktural Sektor Industri Agro
Dalam pembahasan ini, hanya sektor-sektor industri yang berbasis pertanian saja yang ditelusuri perubahan strukturnya menggunakan analisis
dekomposisi. Meskipun dalam perhitungan sebenarnya telah didekomposisi semua pertumbuhan sektor ekonomi yang tercantum dalam I-O antar negara.
Trend waktu yang digunakan untuk mengamati perubahan struktur adalah tahun 1995 dan tahun 2000. Tahun 1995 merupakan initial year, sedangkan tahun
2000 merupakan current year. Selisih nilai output diantara kedua waktu tersebut didekomposisi ke dalam empat faktor penyebab perubahan, yakni: 1 expansion
of domestic final demands, 2 expansion of international exports, 3 changes in
international import proportions, and 4 changes in input-output coefficients.
Dengan mengadopsi teknik perhitungan dekomposisi untuk model I-O bilateral yang telah diterangkan di atas, pada Tabel 32 disajikan dekomposisi struktural
sektor industri agro untuk Indonesia, Thailand dan China.
Tabel 32. Sumber-Sumber Pertumbuhan Struktural Sektor Industri Agro Berdasarkan Persentase Terhadap Total Pertumbuhan Sektor Industri
Agro Tahun 1995-2000
Sektor DD
EE IS
IO Total
Indone si
a Makanan, minuman, dan tembakau
83.14 -13.25
8.17 -10.64
67.42
Tekstil, kulit, dan produk ikutannya
8.89 -19.89
9.91 5.94
4.85
Kayu dan kayu olahan
2.96 -1.35
2.67 8.72
13.00
Pulp, kertas, dan percetakan
3.44 -13.32
5.86 0.41
-3.61
Barang dari karet
-0.67 3.58
33.73 -18.30
18.34
Total Indonesia
97.77 -44.22
60.33 -13.88
100.00
T ha
il and
Makanan, minuman, dan tembakau
21.44 -75.71
17.04 47.51
10.29
Tekstil, kulit, dan produk ikutannya
34.25 3.82
-13.47 42.34
66.94
Kayu dan kayu olahan
11.07 -9.86
4.75 7.91
13.86
Pulp, kertas, dan percetakan
0.73 -20.46
-1.46 2.84
-18.35
Barang dari karet
3.14 -0.34
20.47 3.99
27.25
Total Thailand
70.64 -102.56
27.33 104.59
100.00
Chi na
Makanan, minuman, dan tembakau
23.69 25.32
3.13 -11.68
40.46
Tekstil, kulit, dan produk ikutannya
-3.57 61.15
2.64 -17.43
42.79
Kayu dan kayu olahan
3.50 3.06
0.06 -9.06
-2.43
Pulp, kertas, dan percetakan
5.69 12.95
-3.43 -1.40
13.81
Barang dari karet
2.41 5.37
-0.99 -1.41
5.38
Total China
31.72 107.84
1.42 -40.98
100.00
keterangan : DD
: Expansion of domestic final demands EE
: Expansion of international exports IS
: Changes in international import proportions IO
: Changes in input-output coefficients Terlihat dengan jelas pada Tabel 32 dan Gambar 6 bahwa sumber
pertumbuhan sektor industri agro Indonesia dalam kurun waktu 1995 dan 2000 tidak mempunyai pola yang jelas kecuali industri makanan, minuman dan
tembakau yang pertumbuhannya terutama karena adanya dorongan domestic demand
akibat pertumbuhan konsumsi rumah tangga yang tinggi.
Gambar 6. Radar Chart Sumber-Sumber Pertumbuhan Sektor Industri Agro Indonesia Tahun 1995 dan 2000
Andil domestic demand terhadap perubahan struktur industri agro Indonesia diperkirakan sebesar 97.77 persen, yang paling banyak disumbangkan
oleh industri makanan, minuman dan tembakau sebesar 83.14 persen. Industri makanan, minuman dan tembakau menjadi andalan bagi perubahan domestic
demand di sektor industri agro Indonesia. Setelah domestic demand, faktor
pendorong pertumbuhan sektor industri agro lainnya di Indonesia adalah perubahan dalam subtitusi impor atau changes in international import proportions
yang memberi kontribusi terhadap penciptaan perubahan nilai output industri agro sebesar 60.33 persen, terutama diperoleh dari sektor industri barang dari karet
sebesar 33.37 persen. Sumber pertumbuhan industri agro Indonesia khususnya industri makanan,
minuman dan tembakau yang berasal dari domestic demand yang disertai perubahan proporsi substitusi impor menjadi bukti pengaruh produk impor dalam
konsumsi masyarakat Indonesia yang terus meningkat. Dua faktor perubahan lainnya, yaitu promosi ekspor expansion of
international exports dan kemajuan teknologi changes in input-output
DD
EE
IS IO
AG008 AG009
AG010 AG011
AG014
DD
EE
IS IO
AG008 AG009
AG010 AG011
AG014
coefficients bukan menjadi sumber-sumber pertumbuhan yang dapat diandalkan
bagi perkembangan sektor industri agro Indonesia selama dua periode tersebut. Bahkan hasil perhitungan menunjukkan hal sebaliknya. Keduanya menjadi
penyebab berkurangnya pertumbuhan sektor industri agro Indonesia, yang diindikasikan dengan nilai proporsinya masing-masing bertanda negatif, yakni
-44.22 persen untuk promosi ekspor, dan -13.88 persen untuk perubahan teknologi.
Tidak seperti Indonesia, perkembangan sektor industri agro di Thailand lebih besar didorong oleh perubahan teknologi, perhatikan Tabel 32 dan Gambar
7. Ini tercermin dari angka proporsi perubahan teknologi yang sangat tinggi mencapai 104.59 persen. Dimana sektor industri agro yang paling besar memberi
kontribusi terhadap perubahan teknologi adalah industri makanan, minuman dan tembakau sebesar 47.51 persen, serta industri tekstil, kulit dan produk ikutannya
sebesar 42.34 persen.
Gambar 7. Radar Chart Sumber-Sumber Pertumbuhan Sektor Industri Agro Thailand Tahun 1995 dan 2000
DD
EE
IS IO
AG008 AG009
AG010 AG011
AG014
Setelah faktor perubahan teknologi, faktor lainnya yang menyumbang perubahan nilai output industri agro Thailand yang cukup dominan adalah demand
domestic yang mampu memberi andil terhadap pertumbuhan sektor industri agro
sebanyak 70.64 persen. Pertumbuhan ini paling besar datang dari sektor industri tekstil, kulit dan produk ikutannya, yakni sebesar 34.25 persen.
Pertumbuhan faktor demand domestic di Thailand tidak bertumpu hanya pada satu industri agro saja layaknya di Indonesia. Selain industri tekstil, kulit
dan produk ikutannya, masih ada sektor industri agro lain yang dapat menjadi sumber-sumber perubahan demand domestic, yakni industri makanan, minuman
dan tembakau, serta industri kayu dan kayu olahan. Satu-satunya faktor pertumbuhan yang terlihat tidak mampu mengangkat perubahan output sektor
industri agro di Thailand saat ini adalah faktor promosi ekspor. Proporsinya terhadap perubahan nilai output industri agro negatif sebesar -102.56 persen. Jadi,
penyebab pertumbuhan sektor industri agro di Thailand bukan datang dari promosi ekspor.
Gambar 8. Radar Chart Sumber-Sumber Pertumbuhan Sektor Industri Agro China Tahun 1995 dan 2000
Kondisi yang cukup kontras jika kita perhatikan pada China. Di negara ini
ternyata pertumbuhan sektor industri agro itu lebih banyak didorong oleh perubahan faktor promosi ekspor, yakni sekitar 107.84 persen andilnya terhadap
perubahan nilai output sektor industri agro pada tahun 2000, seperti yang disajikan pada Gambar 8 dan Tabel 32.
Terdapat tiga sektor industri agro andalan yang mampu menciptakan dorongan promosi ekspor tersebut yakni industri makanan, minuman dan
tembakau yang memberi sumbangan terhadap faktor perubahan promosi ekspor sebesar 25.32 persen, kemudian industri tekstil, kulit dan produk ikutannya
sebesar 61.15 persen, dan terakhir industri pulp, kertas dan percetakan sebesar 12.95 persen.
Situasi di China terlihat sangat berbeda di Indonesia dan Thailand, dimana kedua negara tersebut hanya mengandalkan satu atau dua sektor industri agro saja
sebagai sektor industri yang dapat menciptakan faktor pertumbuhan yang dominan. Hanya saja meskipun promosi ekspor menjadi faktor pendorong
perubahan nilai output industri agro di China, ternyata hal tersebut tidak ditunjang oleh perubahan teknologi yang positif. Bahkan terlihat pada Tabel 32 tersebut
bahwa seluruh sektor industri agro di China mengalami penurunan proporsi perubahan teknologi terhadap perkembangan nilai output sektor industri agro di
China yang mencapai -40.98 persen. Patut dijadikan bahan pelajaran bagi Indonesia untuk memahami mengapa meski teknologi kurang berkembang tetapi
China mampu mendorong promosi ekspor yang lebih baik. Tentu saja lemahnya teknologi tersebut mendapat perhatian dari pemerintah China sebagai masukan
untuk melakukan koreksi kebijakan di periode berikutnya.
Untuk mendukung faktor permintaan domestik, perlu dilakukan berbagai upaya yang memberi akses lebih besar termasuk memberikan perlindungan bagi
produk Indonesia dalam menjual produknya di pasar domestik. Seperti tergambar dari merosotnya Index of Domestic Competitiveness, sektor industri agro
Indonesia perlu memberi perhatian pada penguasaan pasar domestik sejalan dengan upaya peningkatan daya saing di pasar internasional. Penguasaan pasar
domestik bisa dimanfaatkan sebagai batu lompatan dan tempat berlatih menempa kemampuan bersaing di dunia.
Untuk maksud tersebut maka perlu dilakukan upaya-upaya yang lebih sistematis guna meningkatkan penetrasi pasar produk industri agro Indonesia di
pasar global. Peningkatan penetrasi pasar bisa dilakukan melalui peningkatan penyebaran distribusi dan promosi. Selain itu pengembangan teknologi dan bisnis
industri agro secara terpadu perlu ditempatkan sebagai kebijakan strategis dalam pembangunan sektor industri agro di masa mendatang.
VI. STRATEGI PENINGKATAN DAYA SAING INDUSTRI AGRO INDONESIA
Penurunan daya saing sektor industri agro Indonesia pada tahun 1995- 2000, khususnya dibandingkan dengan Thailand dan China, perlu diantisipasi dan
dicarikan jalan keluar. Demikian pula rendahnya backward linkages dan forward linkages
pada sektor industri agro Indonesia serta terdapatnya keterkaitan sektor industri agro Indonesia dengan China dan Thailand perlu dioptimalkan agar
memberi manfaat lebih jauh bagi perekonomian nasional. Tidak adanya pola sumber pertumbuhan industri agro Indonesia memberi gambaran belum tepatnya
kebijakan yang ditempuh untuk meningkatkan daya saing pada sektor industri agro Indonesia.
Dengan menggunakan Konsep Daya Saing Diamond Porter dan Kerangka Pemikiran yang digunakan dalam penelitian ini, dilakukan analisis untuk
mendapatkan strategi peningkatan daya saing sektor industri agro Indonesia sebagai berikut:
6.1. Peningkatan Keterkaitan Antar Sektor
Faktor produksi seperti tenaga kerja terlatih atau infrastruktur, merupakan faktor penting untuk bersaing dalam suatu sektor industri. Faktor-faktor standar,
seperti tenaga kerja dan sumberdaya alam bukan merupakan suatu keunggulan yang perlu dibanggakan, karena perusahaan dapat dengan mudah
mendapatkannya melalui strategi global atau melalui kemajuan teknologi. Diperlukan langkah terpadu untuk mensinergikan berbagai potensi yang
menguasai faktor produksi terkait. Demikian pula diperlukan upaya peningkatan