Index of International Competitiveness IIC Index of Domestic Competitiveness IDC

Tabel 12. Lanjutan No. Comodity Group Ordinary industrial machinery Heavy Electric machinery Engines and turbines Electronics and electronic products Other electric machinery and appliance Shipbuilding Other transport equipment 019 Other manufacturing products Precision machines Plastic products Other manufacturing products 020 Electricity, gas, and water supply Electricity, gas and water supply 021 Construction Building construction Other construction 022 Trade and transport Wholesale and retail trade Transportation 023 Services Telephone and telecommunication Finance and insurance Education and research Other services Unclassified 024 Public administration Public administration Sumber : Asian International Input-Output Table, 2000 4.3. Ukuran-Ukuran Daya Saing Terdapat dua alat ukur daya saing yang digunakan dalam penelitian ini, yaitu: Index of International Competitiveness IIC dan Index of Domestic Competitiveness IDC dengan penjelasan sebagai berikut:

4.3.1. Index of International Competitiveness IIC

Index of International Competitiveness IIC yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan versi RCA-5 yang sering dipakai oleh UNIDO. Penjelasan lebih lanjut dari Index of International Competitiveness IIC tersebut adalah sebagai berikut. i i i i M X M X IIC + − = ........................................................................................27 dimana X i adalah ekspor komoditi i dari suatu negara, dan M i Berdasarkan angka IIC tersebut kita dapat mengklasifikasikan kekuatan daya saing dari suatu sektor industri, dimana menurut Deperindag 2001 penilaian daya saing menurut angka IIC adalah sebagai berikut: adalah impor komoditi i dari suatu negara. IIC pada dasarnya merupakan perbandingan antara net ekspor dengan total perdagangan luar negeri dari suatu negara. IIC mempunyai dua nilai ekstrim yakni +1 dan -1, di mana bila suatu komoditi memiliki IIC sama dengan +1 ini berarti komoditi tersebut hanya diekspor saja tidak ada impornya. Sebaliknya jika IIC sama dengan -1 ini merupakan petunjuk bahwa komoditi bersangkutan hanya diimpor saja tidak ada ekspornya. Oleh karena semakin banyak ekspor menandakan bahwa semakin tinggi daya saing suatu komoditi di pasar dunia maka dapatlah dikatakan bahwa nilai IIC yang makin dekat dengan +1 mengindikasikan bahwa komoditi yang bersangkutan semakin besar daya saingnya, sedangkan bila IIC makin dekat dengan -1 menunjukkan komoditi tersebut semakin rendah daya saingnya. 1 Daya saing suatu sektor dikatakan kuat bila IIC rata-rata 0. 2 Daya saing suatu sektor dikatakan sedang bila -0.5 IIC rata-rata 0. 3 Daya saing suatu sektor dikatakan lemah bila IIC rata-rata -0.5.

4.3.2. Index of Domestic Competitiveness IDC

Secara sistematis, pasar global bisa dipandang sebagai pasar internasional dan pasar domestik. Kemampuan bersaing di pasar global punya makna mampu bersaing di pasar internasional dan pasar domestik. Tentu saja perusahaan yang berada di negara tertentu mempunyai comparative advantage berbeda dengan perusahaan dari negara lain, setidaknya dalam perbedaan perlakuan karena pengaruh transportasi yang mempunyai implikasi biaya. Dengan mengadopsi rumus induk IIC maka IDC dicari dengan rumus sebagai berikut: i i i i M S M S IDC + − = ............................................................................... . 28 dimana S i adalah pasokan komoditi i di Indonesia dari produsen domestik, tanpa ekspor, dan M i Pada dasarnya, IDC merupakan perbandingan antara net domestic supply dengan net supply dari suatu negara. IDC mempunyai dua nilai ekstrim yakni +1 dan -1, dimana bila suatu komoditi memiliki IDC sama dengan +1 ini berarti komoditi tertentu dari negara tertentu menguasai penuh pasar domestiknya tidak ada produk impor, sebaliknya jika IDC sama dengan -1 ini merupakan petunjuk bahwa komoditi bersangkutan di negara tersebut hanya berasal dari pasokan impor saja tidak ada produksi dalam negeri. Oleh karena semakin dominannya pasokan dalam negeri menandakan bahwa semakin tingginya daya saing suatu komoditi di pasar domestik negara bersangkutan, maka dapatlah dikatakan bahwa nilai IDC yang makin dekat dengan +1 mengindikasikan bahwa komoditi yang bersangkutan semakin besar daya saingnya di pasar domestik, sedangkan jika IDC makin dekat dengan -1 menunjukkan komoditi tersebut semakin rendah daya saingnya di pasar domestik. adalah impor Indonesia untuk komoditi i. 4.4. Keterkaitan Antar Sektor Penentuan sektor kunci berdasarkan perbandingan multiplier antarsektor kurang relevan digunakan karena faktor satuan belum disamakan. Biasanya sektor kunci ditetapkan berdasarkan indeks Rasmussen 1957 yang disebut power of dispersion daya penyebaran, dan sensitivity of dispersion derajat kepekaan. Daya penyebaran dan derajat kepekaan merupakan perbandingan dampak, baik ke belakang maupun ke depan, terhadap rata-rata seluruh dampak sektor, sehingga nilai ini masing-masing sering disebut sebagai backward linkage effect ratio dan forward linkage effect ratio. Keduanya dihitung dengan rumus sebagai berikut: ∑∑ ∑ = = i j ij n n i ij g g 1 1 j α ........................................................................... ... 5 ∑∑ ∑ = = i j ij n n j ij g g 1 1 i β ............................................................................ ... 6 dimana α j menunjukkan indeks daya penyebaran dari sektor j dalam perekonomian, dan β i merupakan indeks derajad kepekaan dari sektor i, sedangkan g ij adalah elemen pada matriks invers Leontif, G = I – A -1 Jika nilai indeks daya penyebaran sektor j lebih besar dari satu, α . j 1, ini tandanya secara relatif permintaan akhir sektor j dalam merangsang pertumbuhan produksi lebih besar dari rata-rata, sehingga sektor ini merupakan sektor yang strategis dalam memacu pertumbuhan ekonomi. Begitu pula untuk sektor i yang mempunyai indeks derajat penyebaran lebih besar dari satu, β i 1, dapat digolongkan sebagai sektor strategis, karena secara relatif sektor tersebut dapat memenuhi permintaan akhir sebanyak di atas kemampuan rata-rata dari sektor lainnya. 4.5 . Kinerja Daya Saing Kinerja sektor industri agro pada penelitian ini menggunakan dua indikator yaitu: Efisiensi dan Marjin Bruto. Efisiensi merupakan persentase input primer terhadap total input, yang menggambarkan nilai tambah dalam sektor industri tertentu. Semakin tinggi efisiensi berarti semakin rendah penggunaan input antara. Marjin Bruto menggambarkan tingkat keuntungan yang dinikmati oleh para perusahaan dalam sektor industri tertentu. 4.6. Sumber Pertumbuhan Dari persamaan dekomposisi perubahan sruktural di bab sebelumnya, diperoleh empat komponen penting mengenai sumber-sumber pertumbuhan gross output X dari masing-masing negara Imagawa, 2002, yakni : ∆X = B t [ p t ∆F a + ∆F b + ∆E + ∆p A a X o + F a p + t ∆A a + ∆A b X dimana ∆p = p ] t – p , ∆A a = A t a – A a , ∆A b = A t b – A b 1. The expansion of domestic final demand FD atau B . t p t ∆F a + ∆F b 2. Export expansion EE atau B menjelaskan dampak langsung dan tidak langsung dari perluasan permintaan akhir domestik expansion of domestic final demand. t 3. Import Substitution IS atau B ∆E merupakan dampak langsung dan tidak langsung dari perluasan perdagangan internasional ekspor expantion of international export . t [ ∆p A a X o + F a ] adalah dampak langsung dan tidak langsung akibat perubahan dalam proporsi perdagangan internasional impor change in international import proportions . 4. Technological change IO atau B t p t ∆A a + ∆A b X menunjukkan dampak langsung dan tidak langsung dari perubahan koefisien input- output change in input-output coefficients.

V. DAYA SAING, KETERKAITAN DAN SUMBER-SUMBER PERTUMBUHAN SEKTOR INDUSTRI AGRO