Industri Agro TINJAUAN PUSTAKA 2.1.

liberalisasi dini di lingkungan APEC lebih menguntungkan Indonesia dari sisi neraca perdagangan.

2.7. Industri Agro

Secara etimologi, agribisnis merupakan gabungan dari dua kata yang mengandung makna “bisnis yang berbasis pertanian”. Banyak pendapat tentang batasan dan ruang lingkup agribisnis. Biere 1988 dalam Definisi yang lebih lengkap mengenai agribisnis diberikan oleh pencetus awal istilah agribisnis, yaitu Davis and Goldberg 1957 Daryanto dan Daryanto 1999, mendefinisikan agribisnis sebagai aktivitas-aktivitas di luar usahatani, meliputi kegiatan industri dan perdagangan sarana produksi usahatani, kegiatan industri yang mengolah produk pertanian primer menjadi produk olahan beserta perdagangannya, dan kegiatan yang menyediakan jasa yang dibutuhkan seperti misalnya perbankan, angkutan, asuransi, dan penyimpanan. dalam Nasrun 1996 mendefinisikan industri agro sebagai usaha pengolahan lebih lanjut hasil pertanian perkebunan, untuk dijadikan bahan setengah jadi dari bahan baku industri maupun yang diolah lebih lanjut menjadi barang siap pakai. Proses pengolahan lebih lanjut dalam industri agro memberi nilai tambah pada Daryanto dan Daryanto 1999 sebagai berikut: “Agribusiness is the sum total of all operation involved in the manufacture and distribution of farm supplies; production activities on the farm; and storage, processing and distribution of commodities and items made from them ”. Singkatnya, agribisnis meliputi semua kegiatan ekonomi berbasis pertanian yang melibatkan seluruh pelaku usaha, baik yang berada dalam subsistem usahatani on-farm maupun di luar usahatani off-farm. produk yang dihasilkan, dibandingkan dengan nilai bahan baku awal yang terjadi karena adanya perubahan bentuk maupun karena perubahan rasa. Saragih 1999 memandang batasan agribisnis sebagai sistem yang utuh dan saling terkait diantara seluruh kegiatan ekonomi, yakni subsistem agribisnis hulu, subsistem usahatani, subsistem agribisnis hilir, dan subsistem jasa penunjang agribisnis. Masing-masing subsistem dapat diuraikan sebagai berikut: 1. Subsistem agribisnis hulu up-stream agribusiness, yang meliputi kegiatan di luar usahatani, seperti bioteknologi, industri agrokimia pupuk, pestisida, alat-alat pertanian dan pakan ternak. 2. Subsistem usahatani on-farm agribusiness seperti pembibitan pembenihan, budidaya perikanan; peternakan, perkebunan, dan pertanian 3. Subsistem agribisnis hilir down-stream agribusiness, yang meliputi kegiatan pengolahan hasil produksi sektor agribisnis, baik berupa industri makanan dan industri bukan makanan yang terkait. 4. Subsistem jasa-jasa penunjang, yang meliputi kegiatan-kegiatan yang menunjang kegiatan sektor agribisnis, seperti industri pengolahanpengawetan, agrowisata, perdaganganjasa, transportasi, dan jasa pembiayaankeuangan. White 1990 dalam Kuncoro et al. 1997, mendefinisikan industri agro sebagai berikut: “agro industry can defined loosely as certain forms of agricultural livestock, fishery production itself. In particular, those which are tending toward an industrial character, highly commercialised and normally involving significant investment andor working capital. The agricultural production unit themselves are not necessary large-scale” . Definisi industri agro diatas, relatif sama dengan pengertian agribisnis, sedangkan agrobased industry didefinisikan sebagai: “industry on the upstream input and downstream output processing side of agricultural production generaly limited to the first stage of agro linked input production of processing, or at least to the relatively immadiate stages ”. Sehingga menurut definisi tersebut agrobased industry mengandung dua pengertian, yakni: 1. Industri penyedia input pertanian upstream, seperti: industri pupuk, pestisida, mesin-mesin pertanian, peralatan pertanian, dan lain-lain. 2. Industri pengolah hasil pertanian downstream seperti: industri minuman teh, industri gula, industri barang dari karet, industri kecap, dan lain-lain. Pemahaman industri agro yang relatif lebih lengkap dinyatakan oleh Saragih 1994, bahwa industri agro memiliki pengertian sebagai suatu kegiatan usaha yang mengolah bahan baku yang berasal dari tanaman dan hewan. Pengolahan tersebut dapat mencakup berbagai bentuk transformasi dan preservasi melalui perlakuan fisik dan kimia, penyimpanan, pengemasan dan distribusi. Kondisi ini mengisyaratkan bahwa karakteristik produk olahan yang dihasilkan oleh industri agro banyak ditentukan oleh teknologi yang digunakan. Nilai tambah yang terdapat didalamnya dengan sendirinya akan meningkatkan nilai guna. Menurut UNIDO 1997 bahwa pertumbuhan industri agro di negara- negara yang relatif kurang berkembang, yang berada di Asia meningkat dengan tajam. Peningkatan teknologi merupakan faktor penting bagi perkembangan industri agro di negara-negara ini. Bioteknologi juga berkembang sangat pesat, dan telah mendorong terjadinya pertumbuhan yang nyata dalam hal produktivitas pertanian, yaitu dengan ditemukannya beberapa spesies hasil pangan yang baru. Negara-negara yang kurang berkembang perlu mengembangkan kapasitas penggunaan bioteknologi untuk memperbaiki proses pengolahan pangan guna menaikkan masa simpan dan daya tahan produk pangan, yang pada akhirnya dapat menaikkan tingkat keamanan produk, memberi nilai tambah, dan meningkatkan penyerapan tenaga kerja. Mereka harus pula siap menghadapi tantangan kompetisi di pasar global untuk produk-produk pengganti sumberdaya alam. Penerapan teknologi informasi dan otomasi berkembang pesat, dan ini sangat diperlukan untuk meningkatkan kualitas produk dan efisiensi pada hampir semua sektor industri, termasuk pada proses produksi dan distribusi industri agro. Negara kurang berkembang harus dapat dengan cepat meningkatkan sektor produksi dan teknologi pemasaran di sektor industri untuk dapat bersaing di kancah internasional. Pengembangan industri informasi lokal diperlukan untuk meningkatkan produktivitas dan kualitas di sektor agrondustri. Upaya pengembangan industri agro hendaknya memberikan dampak positif bagi pembangunan ekonomi daerah. Ada lima indikator yang dapat dilihat dari keberhasilan pengembangan industri agro dalam pembangunan ekonomi daerah, yaitu: 1 pertumbuhan pendapatan dan produksi per kapita, 2 pengurangan kemiskinan dan peningkatan pemerataan, 3 peningkatan daya serap tenaga kerja dan upah riil, 4 perlindungan sumberdaya alam, dan 5 berdampak positif terhadap sosial budaya. Lebih jauh disebutkan bahwa menyatakan bahwa ciri industri agro yang baik adalah tumbuh dan berkembangnya spesialisasi usaha industri pengolahan pada setiap mata rantai agribisnis dan diversifikasi pengolahan. Pada akhirnya diharapkan akan menimbulkan peningkatan nilai tambah industri dan mempunyai keterkaitan serta perluasan bidang usaha dan lapangan kerja. Dalam penelitian ini, konsep industri agro yang digunakan adalah industri agro sebagai industri pengolahan hasil pertanian dalam arti luas yang meliputi tanaman pangan, perkebunan, peternakan, kehutanan, dan perikanan. Berdasarkan laporan Bank Dunia 2007, tentang pembangunan dunia Agriculture for Development , bahwa bisnis di sektor pertanian dapat menjadi sumber utama pertumbuhan dan dapat mengurangi kemiskinan serta memperbaiki lingkungan. Bank Dunia merekomendasikan beberapa hal dalam upaya menumbuh-kembangkan sektor pertanian, yaitu: 1. Meningkatkan akses kepada aset Aset rumah tangga adalah faktor penentu utama dari kemampuan untuk berpartisipasi dalam pasar pertanian, mendapatkan mata pencaharian dalam pertanian untuk menjadi penyambung hidup, bersaing sebagai pengusaha di ekonomi pedesaan non pertanian, dan menemukan karyawan dalam pekerjaan yang terampil. Tiga aset ini adalah modal tanah, air dan manusia. Meningkatkan aset membutuhkan investasi-investasi pemerintah yang signifikan dalam irigasi, kesehatan, dan pendidikan. 2. Membuat para petani kecil lebih kompetitif dan bertahan. Meningkatkan produktivitas, profitabilitas, dan sustainabilitas dari petani kecil adalah jalan keluar utama dari kemiskinan dalam menggunakan pertanian untuk pengembangan. Instrumen kebijakan di sektor pertanian dapat digunakan untuk mencapai beberapa hal berikut: 1 Meningkatkan insentif harga dan meningkatkan kualitas dan kuantitas dari investasi pemerintah, 2 Membuat pasar-pasar barang berkerja lebih baik, 3 Meningkatkan akses kepada jasa-jasa keuangan dan mengurangi exsposure kepada risiko-risiko tidak tertanggung, 4 Meningkatkan kinerja dari organisasi produsen, 5 Memajukan inovasi melalui pengetahuan dan teknologi, dan 6 Membuat pertanian lebih bertahan dan penyedia jasa lingkungan. Kontribusi pertanian pada pertumbuhan perekonomian dan pengurangan kemiskinan dapat dilihat dari kategorisasi negara berdasarkan peran pertanian dalam pertumbuhan agregat 15 tahun terakhir dengan menggunakan batas pendapatan 2 per hari sebagai garis kemiskinan. Perspektif ini menghasilkan tiga jenis negara yang menggambarkan tiga dunia pedesaan yang berbeda, yaitu: 1. Agricultural-based countries Pertanian menjadi sumber utama pertumbuhan, berkontribusi rata-rata 32 persen dari pertumbuhan Produk Domestik Bruto PDB dan kebanyakan rakyat miskin 70 persen berada di area pedesaan. 2. Transforming countries Pertanian tidak lagi menjadi sumber utama pertumbuhan ekonomi, dan berkontribusi hanya sekitar 7 persen dari pertumbuhan Gross Domestic Product GDP tetapi tetap mempunyai tingkat kemiskinan yang tinggi di pedesaan 82 persen. Kelompok ini meliputi China, India, Indonesia dan lain-lain. 3. Urbanized countries Pertanian berkontribusi kecil pada pertumbuhan ekonomi, rata-rata 5 persen, dan kemiskinan paling banyak di kota. Meskipun demikian sekitar 45 persen dari orang miskin berada di area pedesaan. Agribisnis dan industri makanan berkontribusi pada sepertiga dari Produk Domestik Bruto PDB.

2.8. Perkembangan Industri Agro Indonesia