Struktur Permintaan Sektor Industri Agro

dengan nilai DP sebesar 1.1662 dan DK sebesar 1.2690, 2 Industri tekstil, kulit dan produk ikutannya dengan nilai DP sebesar 1.8857 dan DK sebesar 1.3299, dan terakhir 3 Industri pulp, kertas, dan percetakan dengan nilai DP sebesar 1.0669 dan DK sebesar 1.3224. Meski pada tahun 2000 terjadi pengurangan sektor industri agro yang menjadi sektor kunci, namun China masih dapat mempertahankan dua sektor industri agronya tetap menjadi sektor kunci, yakni industri tekstil, kulit dan produk ikutannya, serta industri pulp, kertas dan percetakan. Sepertinya sudah merupakan suatu karakteristik tersendiri bahwa sektor industri agro itu mempunyai pengaruh yang paling besar terhadap sisi demand. Sebagaimana yang terjadi di Indonesia dan Thailand, sektor industri agro di China pada umumnya juga memberi dampak paling besar dari sisi demand, situasi ini ditunjukkan dengan lebih tingginya nilai DK dari angka satu untuk seluruh sektor industri agro. Sementara untuk sebagian besar sektor industri agro mempunyai nilai DP yang kurang dari satu.

5.5. Struktur Permintaan Sektor Industri Agro

Aktifitas permintaan dalam kerangka dasar I-O antar negara dapat dipilah menjadi dua bagian besar yakni permintaan input antara dan permintaan akhir, dimana masing-masing permintaan dapat dilihat lebih jauh berdasarkan asal negara tujuan dan sektoral. Permintaan akhir dapat dipecah menjadi empat kelompok sumber permintaan yang meliputi konsumsi rumahtangga, pengeluaran pemerintah, investasi kapital dan perubahan stok kapital dan ekspor. Pada pembahasan ini, analisis struktur permintaan antara atau intermediate input sektor industri agro Indonesia ditelusuri dari tiga negara yang menjadi negara pembandingan dalam penelitian ini yakni Indonesia, Thailand dan China, sedangkan untuk struktur permintaan akhir, sumbernya hanya dilihat secara agregat tanpa membaginya kepada masing-masing negara. Meskipun sumber- sumber permintaan akhir sebenarnya dapat diamati berdasarkan negara tujuan, namun hal itu tidak dilakukan karena pendalaman struktur permintaan lebih mengutamakan bagaimana peranan sektor industri agro Indonesia dalam menunjang kelangsungan produksi negara lain, khususnya negara Thailand dan China, sehingga pembagian sumber permintaan akhir menurut masing-masing negara tidak perlu dilakukan. Selengkapnya struktur permintaan input antara sektor industri agro di Indonesia pada tahun 1995 dan 2000 dapat dilihat pada Tabel 28. Tabel 28. Permintaan Input Antara Industri Agro Indonesia Tahun 1995 dan Tahun 2000 Tahun Kode Sektor Domestik Thailand China Total Input US US US US 1995 008 12 560 144 99.46 27 801 0.22 40 242 0.32 12 628 187 100.00 009 7 116 899 98.46 58 285 0.81 53 387 0.74 7 228 571 100.00 010 4 534 859 93.02 1 091 0.02 338 970 6.95 4 874 920 100.00 011 4 737 678 96.21 38 493 0.78 148 385 3.01 4 924 556 100.00 014 3 998 971 98.75 948 0.02 49 481 1.22 4 049 400 100.00 Total 32 948 551 97.75 126 618 0.38 630 465 1.87 33 705 634 100.00 2000 008 10 616 763 98.36 70 805 0.66 105 898 0.98 10 793 466 100.00 009 4 370 405 95.45 71 942 1.57 136 210 2.97 4 578 557 100.00 010 1 862 210 88.34 10 023 0.48 235 820 11.2 2 108 053 100.00 011 3 175 342 81.66 38 870 1.00 674 427 17.3 3 888 639 100.00 014 1 013 049 99.32 2 879 0.28 4 051 0.4 1 019 979 100.00 Total 21 037 769 93.97 194 519 0.87 1 156 406 5.17 22 388 694 100.00 keterangan: 008 : Makanan, minuman, dan tembakau 011 : Pulp, kertas, percetakan 009 : Tekstil, kulit, dan produk turunannya 014 : Produk karet 010 : Kayu dan produk olahannya US : dalam ribuan Tabel 28 tersebut dapat dibaca dengan dua cara, yakni: 1 dari sisi lajur baris yang menggambarkan penyebaran output suatu produk industri agro untuk memenuhi permintaan antara yang berasal dari negara Indonesia sendiri, Thailand dan China, dan 2 dari sisi lajur kolom yang menunjukkan komposisi permintaan antara berdasarkan output industri agro yang dihasilkan negara Indonesia untuk masing-masing negara tujuan. Jika kita perhatikan pada lajur baris, terlihat bahwa dari rata-rata total output sektor industri agro Indonesia pada tahun 1995 sebesar US 33 705.63 juta lebih banyak didistribusikan untuk memenuhi permintaan antara Indonesia sendiri, yakni sekitar 97.7 persen. Sedangkan sisanya sebesar 2.25 persen dipasarkan ke luar negeri untuk memenuhi permintaan antara negara- negara lain, yaitu di Thailand sebesar 0.38 persen dan China sebesar 1.87 persen. Pada tahun 2000, proporsinya berubah menjadi 93.97 persen atau US 21 037.77 juta untuk memenuhi permintaan antara negara Indonesia sendiri, 0.87 persen untuk permintaan antara negara Thailand dan 5.17 persen untuk China. Masih dalam lajur baris, jika diperhatikan pada tahun 1995 dan 2000 tampaknya tidak ada perubahan intensitas perdagangan output industri agro negara Indonesia ke Thailand dan China. Pada tahun 1995, distribusi output sektor industri agro Indonesia untuk memenuhi kebutuhan input antara di negara China lebih besar dibandingkan negara Thailand, yakni 1.87 persen berbanding 0.38 persen. Selanjutnya pada tahun 2000, posisinya tetap tidak berubah, negara China masih pengimpor output industri agro Indonesia lebih besar dibandingkan Thailand, yakni 5.17 persen berbanding 0.87 persen. Dalam dua periode tersebut terlihat juga ada peningkatan persentase jumlah komoditi industri agro Indonesia yang dipasarkan ke Thailand dan China. Berdasarkan kondisi arus perdagangan seperti ini maka dapat dikatakan bahwa perdagangan bilateral komoditi industri agro Indonesia lebih kuat ke China dibanding ke Thailand. Terjadi peningkatan persentase permintaan antara di Thailand dan China tahun 2000 pada produk agribisnis Indonesia. Demikian juga nilai impor Thailand dan China pada produk industri agro Indonesia terus meningkat dari US 126 618 juta dan US 630 465 juta di tahun 1995 menjadi US 194 519 juta dan US 1,156 406 juta di tahun 2000. Sektor industri di China tampak lebih banyak menggunakan output industri kayu dan olahan kayu, serta industri pulp, kertas dan percetakan dari Indonesia dibandingkan output sektor industri agro yang lain, baik itu pada tahun 1995 maupun tahun 2000. Hal ini dapat dilihat pada Tabel 28 dengan cara membaca lajur kolom. Pada tahun 1995, dari total output antara komoditi industri agro yang diminta China dari negara Indonesia sebesar US 630.47 juta, sekitar 53.77 persen merupakan produk industri kayu dan olahan kayu. Kemudian di tahun 2000 terjadi perubahan struktur permintaan antara di China atas komoditi industri agro Indonesia, yakni dari komoditi industri kayu dan olahan kayu beralih ke komoditi industri pulp, kertas dan percetakan. Pada Tabel 28 terlihat jelas komposisi ekspor industri agro Indonesia ke China pada tahun 2000 didominasi oleh produk industri pulp, kertas dan percetakan, yakni sekitar 58.32 persen. Untuk Thailand sepertinya permintaan antara dari komoditi industri agro Indonesia yang berupa tekstil, kulit dan produk ikutannya selalu mendominasi preferensi permintaan input antara negara tersebut. Pada tahun 1995, kontribusi output industri tekstil, kulit dan produk ikutannya mencapai 46.03 persen dari seluruh output industri agro Indonesia yang diminta oleh Thailand. Kemudian di tahun 2000, meskipun mengalami penurunan persentase menjadi 36.98 persen, akan tetapi proporsinya masih tetap lebih tinggi dibandingkan produk industri agro lain. Konsep teoritis Keynes mengenai agregate expenditure menjadi salah satu komponen paling penting dalam struktur I-O, termasuk I-O antar negara yang digunakan dalam studi ini. Agregate expenditure yang terdiri atas konsumsi rumahtangga, pengeluaran pemerintah, investasi dan ekspor dalam struktur I-O dikenal dengan nama final demand atau permintaan akhir yang biasa digunakan sebagai instrumen kebijakan untuk mengetahui dampak pengembangan suatu sektor ekonomi terhadap sektor lainnya dan perekonomian secara menyeluruh. Tabel 29. Struktur Permintaan Akhir Industri Agro Indonesia Tahun 1995 dan Tahun 2000 Tahun Kode Sektor Konsumsi Rumah Tangga Domestik Investasi Ekspor Total Output per Kode US US US US 1995 008 41 871 451 93.49 1 527 519 3.41 1 388 887 3.10 44 787 857 100 009 7 994 113 64.13 148 745 1.19 4 323 355 34.68 12 466 213 100 010 3 998 010 72.79 75 975 1.38 1 418 335 25.82 5 492 320 100 011 1 043 998 63.82 17 721 1.08 574 016 35.09 1 635 735 100 014 1 905 541 71.05 25 499 -0.95 801 909 29.90 2 681 951 100 Total 56 813 113 84.71 1 744 461 2.60 8 506 502 12.68 67 064 076 100 2000 008 26 166 184 92.97 4 183 0.01 1 975 769 7.02 28 146 136 100 009 6 015 332 54.56 83 348 0.76 4 926 566 44.68 11 025 246 100 010 2 777 038 58.79 81 340 1.72 1 865 176 39.49 4 723 554 100 011 1 482 523 53.72 33 747 1.22 1 243 254 45.05 2,759,524 100 014 493 055 54.35 3 390 -0.37 417 450 46.02 907 115 100 Total 36 934 132 77.66 199 228 0.42 10 428 215 21.93 47 561 575 100 keterangan: 008 : Makanan, minuman, dan tembakau 011 : Pulp, kertas, dan percetakan 009 : Tekstil, kulit, dan produk turunannya 014 : Produk karet 010 : Kayu dan produk olahannya US : dalam ribuan Dari struktur permintaan akhir sektor industri agro di Indonesia pada tahun 1995 dan 2000 sebagaimana yang disajikan dalam Tabel 29, tampak jelas bahwa keberlangsungan produk industri pengolahan makanan, minuman dan tembakau sangat bergantung kepada permintaan konsumsi rumahtangga domestik yakni sekitar 93 persen dari seluruh output yang disediakan untuk memenuhi permintaan akhir pada tahun 1995 dan 2000, yang berarti sisanya sekitar 7 persen disebar untuk memenuhi permintaan akhir investasi dan ekspor. Di lain pihak output sektor industri agro selain makanan, minuman dan tembakau di tahun 1995, lebih banyak disalurkan untuk memenuhi permintaan akhir konsumsi domestik dan ekspor. Sebagai contoh industri tekstil, kulit dan produk ikutannya, dari jumlah output yang disediakan untuk memenuhi permintaan akhir sebesar US12 466.21 juta pada tahun 1995 sekitar 64.13 persen adalah untuk konsumsi domestik, dan 34.68 persen untuk kebutuhan ekspor. Kemudian industri kayu dan olahan kayu sekitar 72.79 persen outputnya disalurkan kepada konsumsi domestik, dan 25.82 persen untuk kebutuhan ekspor. Jika diperhatikan pada lajur kolom, untuk komponen konsumsi rumahtangga domestik tahun 1995 dan tahun 2000 terlihat yang paling besar memberi kontribusinya adalah industri makanan, minuman dan tembakau, yakni lebih dari 70 persen output industri agro yang disalurkan kepada pemenuhan kebutuhan konsumsi domestik. Menyusul kemudian industri tekstil, kulit dan produk ikutannya sebesar lebih dari 14 persen. Lain halnya dengan komponen ekspor, sepertinya yang memegang kontribusi terbesar adalah industri tekstil, kulit dan produk ikutannya dengan lebih dari 47 persen. Struktur investasi industri agro di Indonesia pada tahun 1995 berada pada sektor industri makanan, minuman dan tembakau.

5.6. Struktur Penggunaan Input Antara dan Input Primer