Pembahasan HASIL DAN PEMBAHASAN

59

4.1.3.4 Produksi

Produksi adalah jumlah biomassa yang dapat dihasilkan dalam rentang waktu tertentu. Produksi biomassa merupakan biomassa hidup yang ditentukan oleh bobot rata-rata dan jumlah udang pada waktu tertentu. Produksi mencapai maksimal jika bobot rata-rata dan sintasan udang tinggi. Tabel 17 Produksi biomassa udang Produksi biomassa udang kgha Tahap waktu A B C D E F T1 1130 a 1004 a 830 a 866 a 933 a 1063 a T2 4189 a 3734 a 3671 a 4187 a 3399 a 4528 a T3 7124 a 6668 a 6132 a 5494 ab 3268 b 5973 ab Angka yang dikuti oleh huruf yang tidak sama berbeda nyata antar petak pada tiap tahap waktu pada taraf uji 5 Pada Tabel 17 ditunjukkan, bahwa produksi biomassa pada T1 dan T2 tidak berbeda nyata antar petak P0.05 dengan rata-rata masing-masing sebesar 971±116 kgha dan 3951±418 kgha. Produksi biomassa pada T3 berbeda nyata antar petak P0.05 sehingga terjadi pengelompokan, yaitu petak dengan produksi biomassa tinggi petak A, B dan C, produksi biomassa sedang petak D dan F, serta produksi biomassa rendah petak E.

4.2 Pembahasan

Sampai dengan hari ke-70 H70 atau akhir T2, tingkat pemanfaatan pakan bagi peningkatan biomassa tumbuh IOIR-BG pada semua petak A, B, C, D, E dan F tidak berbeda nyata P0.05 Tabel 13. Berdasarkan nilai IOIR-BG tersebut dapat dinyatakan, bahwa semua petak efisien dalam pemanfaatan pakan bagi pertumbuhan biomassa. Dari analisis data didapatkan, bahwa jumlah pemberian pakan harian y, kghari pada T2 ditentukan oleh parameter jumlah populasi udang x 1 , ekor dan laju mortalitas, bobot rata-rata udang x 2 , gram dan laju pertumbuhan spesifik, waktu pemeliharaan t, hari serta tingkat pemberian pakan x 3 , 3-4, dengan model persamaan sebagai berikut: 60 - Petak A, B, dan C : y = {[x 1 exp-0.0002t] [x 2 exp0.0245t] x 3 } - Petak D dan F : y = {[x 1 exp-0.0043t] [x 2 exp0.0277t] x 3 } Pada T3, tingkat pemanfaatan pakan bagi peningkatan biomassa tumbuh BG pada petak D, E dan F menurun sehingga lebih kecil daripada petak A, B dan C P0.05 seperti tertera pada Tabel 13. Berdasarkan nilai IOIR-BG tersebut dinyatakan, bahwa petak A, B dan C 0.59, 0.56 dan 0.62 efisien dalam pemanfaatan pakan bagi pertumbuhan biomassa, sedangkan pada petak D, E dan F 0.16, -0.10 dan 0.19 tidak efisien. Efisiensi pemanfaatan pakan yang rendah disebabkan oleh tereleminasinya biomassa tumbuh menjadi biomassa mati BE pada petak D, E dan F yang terindikasi dari nilai IOIR-BE yang tinggi, yaitu masing-masing 0.29, 0.47 dan 0.15. Dari analisis data didapatkan, bahwa jumlah pemberian pakan harian y, kghari pada T3 ditentukan oleh parameter jumlah populasi udang x 1 , ekor dan laju mortalitas, bobot rata-rata udang x 2 , gram dan laju pertumbuhan spesifik, waktu pemeliharaan t, hari serta tingkat pemberian pakan x 3 , 2-3, dengan model persamaan sebagai berikut: - Petak A, B, dan C : y = {[x 1 exp-0.0003t] [x 2 exp0.0115t] x 3 } - Petak D dan F : y = {[x 1 exp-0.0055t] [x 2 exp0.0099t] x 3 } Pada petak A, B dan C, pemberian pakan tepat terkendali selama pemeliharaan menyebabkan pakan tidak banyak tersisa yang terindikasi dari nilai IOIR-BG yang tinggi dan IOIR-BE yang rendah Tabel 13. Konsekuensi dari IOIR-BG yang tinggi adalah peningkatan biomassa yang berlanjut pada peningkatan ekskresi selama pemeliharaan. Hal tersebut terindikasi dari meningkatnya konsentrasi bahan organikTOM, y Tabel 5, Gambar 7 seiring dengan meningkatnya biomassa udang, x Tabel 12 dan 17 dengan persamaan: y = 0.0237x + 42.707 R 2 = 0.9056. Konsentrasi TOM yang semakin meningkat dan DO yang semakin menurun menyebabkan konsentrasi NH 3 dan H 2 S semakin meningkat Tabel 5. Konsentrasi DO masih cukup untuk menguraikan TOM yang terindikasi dari rendahnya konsentrasi gas toksik yang terbentuk. Dengan demikian, konsentrasi DO, NH 3 dan H 2 S tersebut masih dalam batas kelayakan bagi kehidupan dan pertumbuhan udang sampai akhir pemeliharaan. 61 Pada petak D, E dan F, rendahnya ekskresi udang yang terindikasi dari rendahnya biomassa udang selama T1 dan T2 Tabel 12 dan 17 telah menyebabkan rendahnya konsentrasi TOM Tabel 5, Gambar 7. Namun pada T3 terjadi akumulasi bahan organik akibat dari sisa pakan yang tidak termakan yang terukur sebagai TOM serta biomassa mati yang tinggi yang tidak terukur sebagai TOM selama T2 Tabel 13 yang memerlukan penguraian. Adanya proses akumulasi dan penguraian tersebut terindikasi dari terjadinya penurunan konsentrasi DO untuk menguraikan bahan organik dan peningkatan konsentrasi gas toksik H 2 S dan NH 3 sebagai hasil penguraian bahan organik dalam kondisi konsentrasi DO rendah Tabel 5. Selanjutnya, kondisi ini menyebabkan penurunan kelayakan kualitas air bagi kelangsungan hidup udang yang terindikasi dari tingginya biomassa mati BE, terutama pada petak E Tabel 13. Kualitas air pada petak A, B dan C Tabel 5 masih layak bagi kehidupan udang yang terindikasi dari laju mortalitas yang rendah dan sintasan yang tinggi selama pemeliharaan Tabel 14. Kondisi tersebut menyebabkan biomassa mati menjadi rendah Tabel 13. Pakan yang mencukupi dan tingkat pemanfaatan pakan yang tinggi serta didukung oleh biomassa mati yang rendah menyebabkan produksi biomassa menjadi tinggi Tabel 17. Pada akhir pemeliharaan didapatkan produksi biomassa udang sebesar 7648 ± 565 kgha Tabel 17. Model hubungan antara jumlah pakan x dan produksi biomassa y pada petak A, B dan C selama pemeliharaan mengikuti persamaan: y = 0.7931 x + 787.6 R 2 = 0.9357. Pada petak D, E dan F, kondisi kualitas air masih layak sampai T2, namun menurun pada T3 sehingga menjadi tidak layak bagi kehidupan udang. Hal ini terindikasi dari tingginya laju mortalitas dan rendahnya sintasan pada T3 Tabel 14 sehingga biomassa mati menjadi tinggi, terutama di petak E Tabel 13. Kondisi tersebut menyebabkan produksi biomassa menjadi rendah Tabel 17. Pada akhir pemeliharaan di petak D dan F dihasilkan produksi biomassa sebesar 6051 ± 482 kgha. Model hubungan antara jumlah pakan x dan produksi biomassa y pada petak D dan F selama pemeliharaan mengikuti persamaan: y = 0.6564 x + 1071.4 R 2 = 0.8431. 62 Dari uraian yang telah dikemukakan dapat dinyatakan, bahwa tingkat pemanfaatan pakan pada petak A, B dan C sangat tinggi di setiap tahap pemeliharaan sehingga TOM dari sisa pakan menjadi rendah yang berlanjut pada terjaganya kualitas air tetap layak bagi kehidupan udang selama pemeliharaan. Kondisi ini menyebabkan laju mortalitas menjadi rendah dan sintasan menjadi tinggi, serta udang dapat tumbuh dengan baik sesuai dengan potensi pertumbuhannya. Dengan sintasan dan laju pertumbuhan yang tinggi tersebut, petak A, B dan C dapat menghasilkan produksi biomassa udang yang tinggi. 63

V. KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Dari penelitian ini disimpulkan, bahwa: 1 Pemberian pakan bagi pembentukan biomassa berkelanjutan yang tepat serta efisien dari setiap tahap pemeliharaan sehingga tidak mengakibatkan penurunan kelayakan kualitas air dapat menghasilkan produksi biomassa udang yang tinggi. 2 Model prediksi biomassa yang dihasilkan y dari sejumlah pakan yang diberikan x selama 100 hari pemeliharaan berupa regresi: y = 0.7931x + 787.6 R 2 = 0.9357 dengan produksi biomassa sebesar 7648 ± 565 kgha pada pemberian pakan sebanyak 8650 kg atau FCR sebesar 1.1. 3 Dengan menggunakan nilai laju mortalitas dan laju pertumbuhan yang telah didapatkan, untuk mencapai sistem budidaya udang intensif yang berkelanjutan dan ramah lingkungan dalam mendapatkan produksi biomassa yang tinggi, maka pemberian pakan harian y, kghari ditentukan oleh jumlah populasi udang x 1 , ekor dan laju mortalitas, bobot rata-rata udang x 2 , gram dan laju pertumbuhan spesifik, waktu pemeliharaan t, hari serta tingkat pemberian pakan x 3 , 3-4 atau x 4 , 2-3, dengan model regresi: - Pada T2 H40-H70 : y = {[x 1 exp-0.0002t] [x 2 exp0.0245t] x 3 } - Pada T3 H70-H100 : y = {[x 1 exp-0.0003t] [x 2 exp0.0115t] x 4 }

5.2 Saran

Dari hasil penelitian ini disarankan untuk: 1 Memperhatikan nilai laju mortalitas z atau MR dan laju pertumbuhan individu SGRi dalam penentuan pemberian pakan setelah memasuki hari ke- 40 pemeliharaan. 2 Meningkatkan cadangan DO setelah memasuki hari ke-70 pemeliharaan untuk mencegah DO minimum kurang dari 3 mgL sesuai dengan kemampuan kincir aerator untuk mengantisipasi terjadinya penguraian bahan organik yang menghasilkan gas toksik NH 3 dan H 2 S.