Pengelolaan Kualitas Air Faktor dan Proses Penentu Produktivitas

16

2.2.3 Pengelolaan Kualitas Air

Budidaya semi intensif dan intensif dapat dibedakan dari segi ekologinya. Siklus bloming Cyanophyta, Chlorophyta, dan Diatomae merupakan karakteristik ekologi tambak semi-intensif. Alga tersebut merupakan dasar dari jaring makanan di dalam tambak yang meliputi alga, zooplankton, dan udang. Alga berfungsi untuk menyerap karbondioksida dan amonium serta menghasilkan oksigen. Untuk itu diperlukan pengelolaan kepadatan alga yang terkait dengan jaring makanan serta pengaturan konsentrasi oksigen minimum untuk udang yang dicapai dengan keseimbangan pergantian air dan pemberian pakan hingga panen Schuur 2003. Ekologi tambak intensif ditandai oleh produktivitas bakteri heterotrofik yang berkombinasi dengan proses autotrofik. Sisa pakan dan ekskresi udang dicerna bakteri sebagai bentuk dasar dari jaring makanan di tambak.Udang dan organisme didalam jaring makanan pada kepadatan tinggi memerlukan aerasi mekanik dalam rangka meningkatkan kecukupan oksigen untuk mengimbangi respirasi bakteri dan menjaga keseimbangan aerobik dalam sistem. Walaupun aplikasi aerasi mekanik bergantung pada kebutuhan respirasi udang, kapasitas aerasi yang diperlukan pada tambak intensif diperkirakan secara kasar sekitar 5-20 kWha Schuur 2003 atau 1 kW untuk setiap 500 kg produksi udang Boyd 1998. Manipulasi lingkungan untuk mendapatkan produksi lebih besar memerlukan suatu pemahaman fisik dasar serta proses kimia dan biologi Boyd 1982. Untuk memahami proses kimia, informasi nutrien terutama nitrogen dan fosfor sangat penting. Penetapan anggaran nutrien didalam kolam merupakan langkah dasar bagi studi kuantitatif dari efisiensi pemanfaatan pakan, kesuburan kolam, kualitas air serta proses didalam sedimen Avnimelech Lacher 1979. Dalam budidaya udang tradisional, air kolam yang memburuk sering diganti dengan air dari luar untuk memelihara kualitas air yang ideal bagi pertumbuhan udang. Nutrien dalam air tambak dapat menyebabkan eutrofikasi perairan pantai yang berdampak pada lingkungan sekelilingnya Hopkins et al. 1995. Selama 90 hari udang windu Penaeus monodon dibudidaya secara intensif tanpa pergantian air closed system dengan padat tebar 25 dan 50 juvenilm 2 menghasilkan konsentrasi total amoniak-N and nitrit-N yang rendah dan dalam 17 kisaran yang aman untuk udang selama pemeliharaan. Jika sisa nitrogen amoniak dan nitrit yang diproduksi didalam sistem budidaya melebihi kapasitas asimilasi perairan, maka kualitas air akan menurun yang selanjutnya mendorong kearah terjadinya lingkungan yang beracun untuk udang Thakur Lin 2003. Pascalarva PL dari hatceri komersil biasanya menggunakan media air bersalinitas di atas 20 ppt sehingga harus disesuaikan dengan salinitas rendah sebelum ditebar Saoud Davis 2003. Mcgraw et al. 2002 menunjukkan bahwa PL10 bisa disesuaikan dengan air laut buatan 4 ppt sedangkan PL15 dan PL20 bisa disesuaikan dengan salinitas 1 ppt dengan kelangsungan hidup yang tinggi setelah 48 jam diaklimasi. L. vannamei yang dipelihara di air laut telah menunjukkan pertumbuhan yang lebih baik di salinitas rendah 2-10 ppt daripada salinitas tinggi 15 ppt Bray et al. 1994. Bagaimanapun, hukum komposisi air laut yang konstan tidak dapat diterapkan terhadap air sumur. Studi aklimatisasi menghasilkan, bahwa penggunaan air laut tidak bisa diekstrapolasi secara langsung untuk kehidupan udang pada perairan nonlaut Saoud dan Davis 2003. Permasalahan yang berkaitan dengan akumulasi sisa pakan dan feses dapat bersifat akut pada kolam statis dengan sedikit pergantian air flushing. Terjadinya gelembung-gelembung gas metan atau bau busuk dari hidrogen sulfida merupakan indikator bahwa perubahan kimia terjadi secara anoksik sehingga dapat dilakukan tindakan remedial yang perlu Goddard 1996. Periode deplesi oksigen lebih umum terjadi di dalam kolamkolam budidaya dibandingkan dengan di tangki, kolam air deras atau karamba. Fluktuasi oksigen terlarut disebabkan oleh laju pergantian air yang rendah, fotosintesis, dan respirasi biomassa di dalam kolam atau kondisi ekstrem, misalnya blooming fitoplankton. Deplesi oksigen dapat diatasi dengan pergantian air, penggunaan aerator, atau pemberian oksigen cair murni Boyd Watten 1989 dan Colt Orwicz 1991 dalam Goddard 1996. Penanganan dini atau antisipasi permasalahan merupakan elemen kritis dalam menyikapi kondisi yang berbahaya. Pemantauan konsentrasi oksigen terlarut yang dikombinasikan dengan observasi tingkah laku udang merupakan kegiatan yang penting untuk dilakukan dalam budidaya udang Goddard 1996. 18 Penurunan alkalinitas dan pH dapat dicegah dengan penambahan kalsium karbonat, hydrated limes dan sodium bikarbonat. Peningkatan pelarutan CaCO 3 oleh karbon dioksida recarbonation dapat meningkatkan tekanan untuk meningkatkan laju transfer massa ke bentuk terlarut. Alkalinitas akan bertambah melalui terbentuknya kalsium bikarbonat CaHCO 3 2 yang terlarut dalam air sebagai akibat penambahan secara langsung CaCO 3 padat dan karbon dioksida yang dihasilkan dari respirasi organisme Whangchai et al. 2004. Ketersediaan karbon dioksida CO 2 merupakan faktor penting bagi aktivitas fotosintesis. Pengapuran merupakan salah satu bentuk pengelolaan lingkungan tambak. Pengapuran dilakukan untuk menekan pelepasan ion H + melalui reaksi antara H 2 CO 3 dengan kapur CaCO 3 yang menghasilkan kalsium bikarbonat CaHCO 3 2 yang larut dalam air dengan persamaan reaksi sebagai berikut Goldman Horne 1983: H 2 CO 3 + CaCO 3 → Ca 2+ + 2 HCO 3 − ══ CaHCO 3 2 → CaCO 3 ↓ + H 2 0 + CO 2 Pada siang hari, kalsium bikarbonat berfungsi sebagai sumber CO 2 bagi fotosintesis sehingga pH tidak akan meningkat terlalu tinggi. Sistem bufer perairan tambak yang terbentuk selama 90 hari pemeliharaan telah mampu menekan fluktuasi pH harian. Aplikasi pengapuran selama pemeliharaan telah mampu menjaga kisaran pH perairan dalam batas toleransi udang Budiardi 1998. Fosfat merupakan salah satu makronutrien bagi alga di perairan. Dalam ekosistem perairan, fosfor berbentuk organik dan anorganik. Fosfor dalam senyawa anorganik adalah ortofosfat PO 4 3- , metafosfat P 3 O 9 3- dan polifosfat P 3 O 10 5- sedangkan fosfat organik berada dalam tubuh organisme atau senyawa organik. Senyawa fosfat mempunyai siklus terputus karena sifatnya yang reaktif, yaitu mudah terikat sedimen tetapi sulit untuk melarut kembali ke perairan. Ketepatan konsentrasi ortofosfat dalam air akan menstabilkan pertumbuhan fitoplankton Goldman dan Horne, 1983. Beberapa faktor yang bertanggungjawab terhadap siklus fosfat meliputi pelarutan; asimilasi makrofita, alga planktonik dan bentik, bakteri dan fungi; serta adsorpsi deposit tanah dasar Yamada, 1983. Ortofosfat PO 4 3- merupakan fraksi fosfat yang dapat langsung diserap oleh fitoplankton dalam fotosintesis. Pada umumnya fosfat ditemukan di perairan alami dalam konsentrasi yang kecil. Konsentrasi fosfat sebesar 1 mgl sudah cukup 19 optimal bagi pertumbuhan fitoplankton Goldman Horne, 1983. Sehubungan dengan hal tersebut, Wetzel 1975 mengelompokkan perairan berdasarkan kandungan ortofosfatnya, yaitu perairan dengan kandungan ortofosfat 0,003-0,01 mgl termasuk perairan oligotrofik, 0,011-0,03 mgl termasuk perairan mesotrofik, serta 0,031-0,1 mgl tergolong perairan eutrofik. Pengendalian pertumbuhan fitoplankton merupakan salah satu faktor pengelolaan kualitas air yang penting. Hal ini disebabkan oleh pertumbuhan fitoplankton yang sehat akan menstabilkan ekosistem tambak, yaitu melalui mekanisme: 1 menekan fluktuasi kualitas air, 2 menambah oksigen terlarut, 3 mengurangi konsentrasi senyawa racun CO 2 , NH 3 , NO 2 - , dan H 2 S, 4 meningkatkan turbiditas air sehingga dapat menghambat pertumbuhan alga berfilamen, mengurangi kanibalisme pada udang, dan menstabilkan suhu air, 5 kompetisi terhadap ketersediaan nutrien dengan mikroba dan bakteri patogen, serta 6 meningkatkan pakan alami bagi udang Chien 1992. Pengetahuan tentang jenis-jenis fitoplankton sangat penting di dalam pengelolaan kualitas air. Kelompok fitoplankton yang sering mendominasi perairan darat atau kolam budidaya adalah kelompok Chlorophyta alga hijau, Chrysophyta diatom dan alga emas-coklat, Cyanophyta alga biru-hijau, serta Pyrrophyta dinoflagellata Goldman Horne 1983; Lin 1983. Perubahan atau pergeseran dominasi antar keempat kelompok fitoplankton tersebut mengikuti variasi perbandingan senyawa N dan P NP ratio Lin 1983. Kelompok fitoplankton Cyanophyta dan Pyrrophyta mempunyai persamaan, yaitu dapat berkembang cepat dalam kondisi konsentrasi nutrien yang rendah serta kemampuan mengapung atau bergerak ke permukaan atau lapisan air bagian atas. Kelompok Cyanophyta bergerak ke permukaan air dengan membentuk gelembung gas di dalam selnya, sedangkan Pyrrophyta dapat bergerak aktif ke permukaan pada siang hari dan ke bagian bawah pada malam hari fototaksis positif Goldman Horne 1983. 20

III. BAHAN DAN METODE