II. TINJAUAN PUSTAKA
Kategori dasar bagi respons organisme terhadap lingkungan dapat dibagi dalam tiga kelompok, yaitu 1 pertumbuhan dan kelangsungan hidup, 2 konsumsi
oksigen dan pakan, serta 3 produk metabolisme. Dua kelompok pertama berhubungan dengan keluaran sistem sedangkan produk metabolisme merupakan
kelompok yang berpengaruh terhadap lingkungan sistem budidaya.
2.1 Intensitas dan Produktivitas Tambak Udang
Pertumbuhan budidaya udang di Asia terganggu oleh banyak permasalahan, antara lain perjangkitan penyakit, degradasi kualitas lingkungan serta kelemahan
praktek manajemen Primavera 1998 sehingga diperlukan pengembangan dan diseminasi bidang akuakultur udang, baik yang ramah lingkungan maupun
kelayakan secara ekonomis Funge-Smith dan Briggs 1998. Untuk mengurangi dampak lingkungan dari buangan air tambak dan mengurangi resiko pencemaran
penyakit dari air yang terpolusi dari luar, maka budidaya udang intensif berkembang dari sistem terbuka dengan pergantian air menjadi sistem tertutup
dengan sedikit atau nol tanpa pergantian air Thakur Lin 2003. Budidaya semi-intensif saat ini merupakan teknologi utama yang digunakan
untuk budidaya Litopenaeus stylirostris. Namun, peluang untuk meningkatkan produksi yang dapat dilakukan tanpa meningkatkan luasan tambak dan
mengurangi dampak lingkungan dengan pengurangan pergantian air tambak telah mendorong masyarakat untuk beralih ke teknologi intensif Hernandez-Llamas et
al. 2004. Eutrofikasi yang cepat didalam tambak sebagai hasil peningkatan
konsentrasi nutrien dan bahan organik selama periode pemeliharaan merupakan masalah utama dalam sistem tertutup. Kondisi air tambak yang super-eutrofik
merupakan indikator lingkungan yang kurang baik dan dapat mengarah ke penurunan daya dukung tambak Lin 1995. Dengan demikian keseimbangan
antara produksi limbah dan kapasitas asimilasi didalam lingkungan tambak menjadi sangat penting untuk keberhasilan sistem tertutup. Untuk itu diperlukan
8 strategi untuk mengatasi dampak limbah terhadap pertumbuhan organisma
budidaya, mortalitas, serta keseluruhan total biomassa didalam sistem produksi Thakur Lin 2003.
Selama 90 hari udang windu Penaeus monodon dibudidaya secara intensif tanpa pergantian air closed system dengan padat tebar 25 dan 50 juvenilm
2
menghasilkan pertambahan bobot udang dan produksi tertinggi pada padat tebar 50 juvenilm
2
, sedangkan SR tidak berbeda antar padat tebar Thakur Lin 2003. Tidak ada perbedaan SR udang pada media bersalinitas 9, 18 dan 36 ppt.
Namun penurunan salinitas dari 36 ppt ke 9 ppt mengarah pada penurunan bobot akhir udang dari 13.40 ± 0.26 g menjadi 10.23 ± 2.72 g Decamp et al. 2003.
Dari hasil penelitian pada 8 petak budidaya udang windu intensif dengan luas efektif masing-masing 4000 m
2
dan berpadat tebar 34-35 ekor PL12m
2
, didapatkan derajat kelangsungan hidup pada hari ke-90 sebesar 74.27
± 6.38 dengan kisaran 64.58-84.31. Mortalitas udang yang tinggi akibat serangan
penyakit terjadi pada umur 95-100 hari pemeliharaan Budiardi, 1998.
2.2 Faktor dan Proses Penentu Produktivitas