E. Simpulan
Dugaan parameter model menggunakan pendekatan Bayes bersifat bias. Besarnya bias dipengaruhi oleh penetapan prior parameter model. Semakin kecil
selisih antara nilai prior yang ditetapkan dengan nilai parameter sesungguhnya, maka semakin kecil bias yang dihasilkan. Oleh karena itu diperlukan kehati-
hatian dalam penetapan besaran prior.
E. Hasil dan Pembahasan
Eksplorasi Data Gingerol
Pada hasil pengukuran serbuk Gingerol menggunakan FTIR Fourier Transform Infrared
, jumlah pasangan titik persentase transmitan dan bilangan gelombang yang dihasilkan untuk setiap spektrum sebanyak 1866 titik. Gambar
17 menyajikan spektrum hasil keluaran FTIR untuk 20 contoh serbuk gingerol yang diamati. Secara umum terlihat bahwa keseluruhan spektrum memiliki pola
yang sama, karena setiap senyawa aktif memiliki pola spektrum tertentu.
0.2 0.4
0.6 0.8
1
400 1400
2400 3400
4400
Bilangan Gelombang cm-1 P
e rs
e n T
ra ns
m it
a n
Gambar 17 Spektrum serbuk Gingerol untuk 20 contoh. Tahapan eksploratif berikut adalah pendekatan kuantitatif untuk melihat
kesamaan pola spektrum keluaran FTIR. Tahapan ini diharapkan dapat dimanfaatkan bila pada suatu kondisi diperoleh suatu spektrum yang tidak
teridentifikasi jenis senyawa aktifnya, maka dengan mengetahui kesamaan pola spektrum senyawa aktif tersebut dengan senyawa aktif yang sudah teridentifikasi,
senyawa aktif tersebut dapat teridentifikasi. Pada setiap contoh dihitung selisih transmitan antara ulangan, rataan dan
ragam dari selisih kedua transmitan tersebut disajikan pada Tabel 17. Nilai ragam maksimal diperoleh pada contoh kedua daerah Kulonprogo yaitu sebesar
0.001809. Pada Gambar 18 terlihat bahwa kedua spektrum pada contoh kedua daerah Kulonprogo tersebut relatif sejajar. Sehingga selanjutnya besaran ragam
selisih transmitan pada contoh kedua daerah Kulonprogo tersebut dipakai sebagai ragam pembanding
2
S , pada penjelasan persamaan 6.8 dalam pengujian
kesejajaran antara spektrum Gingerol. Oleh karena setiap contoh memiliki
spektrum yang sama, pada tahap selanjutnya untuk setiap contoh digunakan rata-
rata persen transmitan dari dua spektrum ulangan dalam setiap contoh.
Tabel 17 Rataan dan ragam selisih persentase transmitan Gingerol antar ulangan dalam setiap contoh
Daerah Contoh
Rataan Ragam
Kulonprogo 1
0.064785 0.000164
2
0.190851 0.001809
Karanganyar 1
0.130953 0.000561
2
0.111714 0.001398
3
0.009168 3.91E-05
4
0.091665 0.000645
5
0.266308 0.000747
Majalengka
0.063764 0.000349
Balitro
0.029061 0.000254
Bogor
0.010813 1.41E-05
Maksimum
0.001809
0.2 0.4
0.6 0.8
1
400 1400
2400 3400
4400
Bilangan Gelombang cm-1 P
e rs
e n Tr
a ns
m it
a n
Gambar 18 Spektrum serbuk Gingerol Contoh 2 Kulonprogo Tabel 18 F-hit kesejajaran spektrum Gingerol antar contoh dalam daerah yang
sama Daerah
2 3
4 5
Kulonprogo 1
0.176394
1
0.085483 0.70588
0.235705 0.722594
2
0.230612 0.078801
0.318076
3
0.396927 0.413781
Karanganyar 4
0.150937
Keterangan: F tab 0.051865,1865 ∼1
Pada keseluruhan pengujian kesejajaran spektrum gingerol antar contoh dalam daerah yang sama diperoleh nilai F-hit yang lebih kecil dari F-tab Tabel
18. Hal ini menunjukkan bahwa spektrum gingerol antar contoh dalam daerah yang sama relatif sejajar. Oleh karena itu pada tahap selanjutnya dari setiap
daerah dihitung rata-rata persen transmitan dari keseluruhan spektrum daerah tersebut yang akan digunakan untuk pengujian kesejajaran spektrum antar daerah.
Tabel 19 F-hit kesejajaran spektrum Gingerol antar daerah Jawa Tengah
Majalengka Balitro
Bogor DIY
0.093661 0.668432
0.034376 0.526098
Jawa Tengah
1.185382 0.188165
1.341768
Majalengka
0.540885 0.128810
Balitro
0.695839
Keterangan: F tab 0.051865,1865 ∼1
Tabel 19 menyajikan pengujian kesejajaran spektrum Gingerol antar daerah. Hasil keseluruhan menunjukkan bahwa spektrum gingerol antar daerah relatif
sejajar. Pada pengujian kesejajaran antara spektrum gingerol daerah Jawa Tengah dan Majalengka serta Jawa Tengah dan Bogor diperoleh nilai F-hitung
sedikit lebih besar dari satu, meski demikian keputusan yang diambil adalah spektrum ketiga daerah tersebut relatif dianggap sejajar. Kondisi ini diperjelas
melalui Gambar 19, ketiga daerah tersebut relatif memiliki pola spektrum yang sama.
0.2 0.4
0.6 0.8
1
400 1400
2400 3400
4400
Bila n g a n G e lo m b a n g cm -1 P
e rs
e n Tr
a n
s m
it a
Jaw a-Tengah M ajalengk a
B ogor
Gambar 19 Spektrum serbuk Gingerol daerah Jawa Tengah, Majalengka dan Bogor
Keseluruhan hasil yang diperoleh memperlihatkan bahwa spektrum yang dihasilkan dari 20 contoh yang digunakan memiliki pola yang relatif sama,
sehingga selanjutnya cukup diperlukan satu model kalibrasi saja untuk ke-20 data contoh tersebut.
Berdasarkan literatur diketahui bahwa setiap senyawa kimia memiliki pola spektrum tertentu. Hasil akhir tahapan eksplorasi diatas memperkuat kondisi
tersebut, bahwa hanya diperlukan satu model kalibrasi untuk Gingerol yang berasal dari berbagai sumber berbeda. Langkah-langkah pengerjaan diatas
memberikan alternatif teknik statistika yang dapat digunakan untuk melihat kesamaan pola spektrum. Langkah pengerjaan diatas dapat diterapkan pada
kondisi terdapat suatu spektrum yang belum teridentifikasi dan ingin diketahui jenis senyawa kimia yang terkandung didalamnya. Pengujian kesejajaran
spektrum kimia tersebut terhadap spektrum senyawa kimia yang telah teridentifikasi dapat memberi jawaban tentang identifikasi senyawa kimia
tersebut.
Model Kalibrasi Gingerol
Tabel 20 Konsentrasi Gingerol 20 pengamatan
Konsentrasi Gingerol
Daerah Contoh
Ulangan 1 Ulangan 2
Kulonprogo 1
0.63 0.53
2 0.72
0.78 Karanganyar
1 0.58
0.53 2
0.52 0.54
3 0.79
0.78 4
0.63 0.63
5 0.78
0.79 Majalengka
1.26 1.6
Balitro 1.18
1.14 Bogor
1.24 1.07
Konsentrasi Gingerol dari 20 contoh yang diukur menggunakan HPLC High Performance Liquid Chromatography
tersaji pada Tabel 20. Pada Gambar 17 disajikan grafik persen transmitan dari 20 contoh yang diperoleh dari hasil
pengukuran serbuk Gingerol menggunakan FTIR Fourier Transform Infrared.
Jumlah pasangan titik persentase transmitan dan bilangan gelombang yang dihasilkan untuk setiap contoh sebanyak 1866 titik.
Setiap pola spektrum terdiri dari titik yang menunjukkan hubungan antara bilangan gelombang cm
-1
dengan persentase transmittan yang dihasilkan oleh FTIR. Banyaknya titik yang dihasilkan mengakibatkan dimensi yang dihasilkan
oleh setiap pola spektrum sangat besar. Bila diperhatikan secara seksama ternyata pola spektrum yang dihasilkan dapat dipartisi menjadi beberapa penggalan garis,
dengan setiap partisi memilliki pola spektrum tertentu. Berdasarkan pola yang diperoleh pada setiap partisi, dapat dilakukan pereduksian jumlah titik dalam
partisi tersebut. Sebagai contoh pada suatu partisi yang terdiri dari 20 titik dan membentuk suatu pola garis lurus, maka sesungguhnya cukup hanya diambil
sedikitnya dua titik saja dari partisi tersebut. Sehingga jumlah data yang semula 20 titik dapat direduksi menjadi dua titik..
Pada penelitian ini dilakukan pereduksian data menggunakan pendekatan regresi terpenggal. Konsep pendekatan ini yaitu dengan membuat sekatan dengan
setiap sekatan membentuk suatu persamaan regesi linier sederhana. Kriteria penentuan jumlah titik pada setiap partisi yaitu berdasarkan besaran koefisien
Determinasi R
2
yang diperoleh dengan menggunakan regresi linier sederhana tersebut. Jumlah titik yang berada dalam satu partisi akan ditentukan oleh besaran
R
2
yang ditetapkan
2
R . Semakin tinggi nilai penetapan
2
R , akan semakin kecil
jumlah titik yang dihasilkan untuk setiap partisi. Penguraian konsep pendekatan regresi sekatan diuraikan secara rinci pada BAB III.
Pada penelitian ini pereduksian data dicobakan pada beberapa besaran
2
R .
Hasil pereduksian jumlah pasangan data persentase transmitan dan bilangan gelombang dengan sepuluh kriteria
2
R yang digunakan tertera pada Tabel 21
Gambar 20, 21 dan 22 menyajikan spektrum hasil pereduksian menggunakan pendekatan regresi terpenggal untuk
2
R = 0.98 D8,
2
R = 0.99 D9 dan
2
R =
0.999 D4. Secara keseluruhan dapat terlihat bahwa pendekatan regresi terpenggal dapat mereduksi jumlah titik tanpa menghilangkan pola spektrum
awal. Semakin besar kriteria
2
R yang digunakan semakin banyak jumlah titik
hasil yang diperoleh.
Tabel 21 Jumlah titik persentase transmitan Gingerol hasil reduksi menggunakan pendekatan Regresi Terpenggal
2
R Jumlah Titik Hasil
p Kode Data
0.8 4
D1
0.83 4
D2
0.85 4
D3
0.88 4
D4
0.9 4
D5
0.92
6 D6
0.95 6
D7 0.98
14 D8
0.99 22
D9 0.999
108 D10
0.2 0.4
0.6 0.8
1
400 1400
2400 3400
4400
Bilangan Ge lom bang cm -1 P
e rs
e n T
ra ns
m it
a n
0.2 0.4
0.6 0.8
1
400 1400
2400 3400
4400
Bilan g an Ge lo m b an g cm - 1 P
e rse
n T ra
n s
m it
a n
Gambar 20 Spektrum serbuk Gingerol Gambar 21 Spektrum serbuk Gingerol D8 D9
0.2 0.4
0.6 0.8
1
400 1400
2400 3400
4400
Bilangan Ge lom bang cm -1 P
e rse
n Tr a
ns m
it a
n
Gambar 22 Spektrum serbuk Gingerol D10 Model kalibrasi yang akan disusun merupakan suatu fungsi hubungan
persentase transmitan X yang dihasilkan oleh FTIR dengan konsentrasi Gingerol
y yang diperoleh dari hasil pengukuran HPLC. Pada penelitian ini ketepatan
model yang dihasilkan dilihat dari beberapa kriteria yaitu besaran R
2
, JKG dan RMSEP. Perangkat lunak yang digunakan adalah Winbugs14.
Hayati 2005, melakukan suatu penelitian pengaruh waktu penyimpanan serbuk gingerol terhadap konsentrasi gingerol. Hasil yang diperoleh menunjukan
adanya pengaruh yang cukup berarti waktu simpan terhadap konsentrasi senyawa aktif yang dihasilkan. Pada penelitian ini terdapat perbedaan waktu simpan
rimpang Jahe dan Temulawak hasil pengamatan contoh berbagai daerah dan waktu simpan rimpang Jahe dan Temulawak hasil percobaan. Sehingga pada
penyusunan model kalibrasi perlu ditambahkan peubah dummy waktu simpan. Pada pengamatan menggunakan FTIR, seringkali dijumpai untuk dua
spektrum dengan konsentrasi gingerol yang sama diperoleh hasil persen transmitan yang berbeda. Pada pengamatan 20 contoh serbuk gingerol, hal ini
dijumpai pada ulangan-1 contoh-1 Kulonprogo dan ulangan1 dan 2 contoh 4 Karanganyar. Ketiga serbuk gingerol tersebut memilik konsentrasi yang sama
yaitu 0.63, tetapi memiliki nilai persen transmitan yang berbeda. Gambar 23 menunjukkan tiga contoh dengan besaran konsentrasi gingerol yang sama tersebut
memiliki besaran persen transmitan yang berbeda pada tiap bilangan gelombang tertentu. Arnita 2005 pada penelitiannya menunjukkan perlunya dilakukan
koreksi pencaran pada spektrum gingerol. Koreksi pencaran dapat menjadikan pola dan posisi spektrum tiap contoh lebih mendekati rujukannya dalam hal ini
spektrum rata-rata keseluruhan contoh. Hal ini mengakibatkan informasi yang diberikan spektrum tiap contoh relatif sama. Model kalibrasi yang dibentuk dari
data yang dikoreksi pencarannya mampu memberikan nilai RMSEP, MSEP dan SEP yang lebih kecil dibanding model kalibrasi yang dibentuk dari data yang
tidak dikoreksi pencarannya.
0 .2 0 .4
0 .6 0 .8
1
4 0 0 1 4 0 0
2 4 0 0 3 4 0 0
4 4 0 0
Bilangan G e lo mb ang cm-1 P
e rs
e n T
ra ns
m it
a n
0.2 0.4
0.6 0.8
400 1400
2400 3400
4400
Bilan g an Ge lo m b an g cm -1 P
e rs
e n T
ra ns
m it
a n
Gambar 23 Spektrum serbuk Gingerol dengan konsentrasi 0.63.
Gambar 24 Spektrum serbuk Gingerol 20 contoh setelah dikoreksi
pencaran
Gambar 24 menyajikan spektrum 20 contoh setelah dilakukan koreksi pencaran, ternyata pola dan posisi spektrum yang dihasilkan akan lebih
mengumpul mendekati spektrum rata-rata keseluruhan contoh Pada tahap awal penyusunan model kalibrasi dilakukan hanya untuk data
D8 dengan berbagai kemungkinan model yaitu, model kalibrasi data D8 Model D8, model kalibrasi data D8 dengan koreksi pencaran Model D8
k
, model kalibrasi data D8 dengan pembobot waku simpan Model D8
w
dan model kalibrasi data D8 dengan koreksi pencaran serta pembobot waku simpan Model
D8
kw
. Model kalibrasi dibuat dengan menggunakan 15 contoh, sedangkan 5 contoh lainnya digunakan untuk validasi model. Besaran R
2
, JKG dan RMSEP untuk setiap model tersaji pada Tabel 22. Hasil pengolahan keempat model diatas
menunjukkan bahwa model kalibrasi D8
w
dan D8
kw
memberikan hasil R
2
, JKG dan RMSEP terbaik dibanding model lainnya.
Tabel 22 R
2
, JKG dan RMSEP model D8, D8
k
, D8
w
dan D8
kw
Model R
2
JKG RMSE
D8 0.9196
0.1157 0.0878
D8
k
0.9312 0.0990
0.0813
D8
w
0.9929
0.0149 0.0262
D8
kw
0.9803
0.0284 0.0435
Berdasarkan hasil penyusunan model kalibrasi untuk D8, pada tahap selanjutnya untuk mendapatkan model kalibrasi terbaik bagi gingerol, disusun
model kalibrasi dengan memasukkan pembobotan waktu penyimpanan untuk berbagai data reduksi hasil pendekatan regresi terpenggal. Keseluruhan model
dicobakan dengan menggunakan koreksi pencaran dan tanpa koreksi pencaran. Pada tahap pembentukan model kalibrasi, nilai R
2
, JKG dan RMSE yang dihasilkan untuk berbagai model tertera pada Tabel 23. Pada tahap validasi model,
nilai dugaan yang diperoleh untuk 5 contoh serta besaran JKG dan RMSEP yang dihasilkan tertera pada Tabel 24.
Tabel 23 R
2
, JKG dan RMSE penyusunan model Kalibrasi Gingerol Tanpa Koreksi Pencaran
Dengan Koreksi Pencaran Model P
R
2
JKG RMSE
R
2
JKG RMSE
D1
4
0.7997
0.2883 0.1386
0.9381 0.0891 0.0771
D2
4
0.8282
0.2473 0.1284
0.9035 0.1389 0.0962
D3
4
0.8252
0.2516 0.1295
0.8987 0.1458 0.0986
D4
4
0.8140
0.2677 0.1336
0.8956 0.1503 0.1001
D5
4
0.8044
0.2815 0.1370
0.9298 0.1010 0.0821
D6 6
0.7842
0.3106 0.1439
0.9380 0.0892 0.0771
D7
6
0.9432
0.0818 0.0738
0.9324 0.0973 0.0806
D8 14
0.9929
0.0149 0.0262
0.9803 0.0284 0.0435
D9 22
0.9998 0.0002
0.0038 1.0000
0.0000 0.0017
D10 108
0.8987 0.1458
0.0986 0.9015
0.1417 0.0972
Tabel 24. Nilai dugaan konsentrasi Gingerol y-duga pada validasi model
y-duga Tanpa Koreksi Pencaran y
HPLC D1
D2 D3
D4 D5
D6 D7
D8 D9
D10 0.63
0.69 0.60
0.67 0.66
0.66 0.68
0.70 0.26
0.73 -14.70
0.78 0.73
0.67 0.72
0.72 0.73
0.75 0.61
0.52 0.53
0.42 0.54
0.81 0.66
0.66 0.66
0.67 0.67
0.69 0.78
0.44 11.79
0.63 0.79
0.57 0.60
0.60 0.60
0.59 0.62
0.29 0.56
3.34 1.24
1.04 1.25
1.25 1.25
1.26 1.26
1.00 1.05
1.00 -1.51
JKG 0.1418 0.0311 0.0194 0.0208 0.0211 0.0218 0.1136 0.4087 23.9939 376.471
RMSEP 0.1684 0.0789 0.0622 0.0645 0.0649 0.066 0.1508 0.2859 2.1906
8.6772 y-duga Dengan Koreksi Pencaran
y HPLC
D1 D2
D3 D4
D5 D6
D7 D8
D9 D10
0.63 0.70
0.70 0.75
0.78 0.77
0.76 0.76
0.82 0.55
-7.90 0.78
0.47 0.60
0.64 0.66
0.60 0.55
0.49 0.47
0.53 0.46
0.54 0.64
0.63 0.61
0.61 0.59
0.59 0.57
0.64 0.32
0.57 0.63
0.54 0.56
0.58 0.60
0.60 0.62
0.64 0.65
0.62 11.73
1.24 1.18
1.24 1.25
1.23 1.19
1.18 1.23
1.00 1.03
-0.23 JKG
0.1254 0.0517 0.04
0.0417 0.0599 0.0747 0.1009 0.1973 0.1605 116.042
RMSEP 0.1584 0.1017 0.0895 0.0913 0.1095 0.1222 0.142 0.1987 0.1792
4.8175
Pada tahap pembentukan model, besaran nilai R
2
pada model dengan menggunakan koreksi pencaran relatif lebih tinggi dibandingkan model tanpa
koreksi pencaran. Seiring dengan hasil tersebut, besaran nilai JKG dan RMSE pada model dengan menggunakan koreksi pencaran lebih kecil dibandingkan
model tanpa koreksi pencaran. Secara keseluruhan nilai R
2
terbesar dan nilai JKG serta RMSE terkecil diperoleh pada model D8 dan D9. Namun tidak berarti
kedua model tersebut merupakan model terbaik yang dihasilkan. Pada model D8 dan D9 besaran p
yang dihasilkan relatif besar 14 dan 22. Hal ini dikhawatirkan mengakibatkan munculnya masalah overparameterisasi.
Permasalahan ini terlihat dengan memperhatikan hasil validasi model pada Tabel 24, model D8, D9 dan D10 ternyata memiliki besaran nilai JKG dan RMSEP
lebih besar dibanding model lainnya. Tujuan penyusunan model kalibrasi adalah mendapatkan model terbaik untuk melakukan pendugaan konsentrasi suatu
senyawa aktif. Model kalibrasi terbaik adalah model yang memiliki tingkat validasi terbaik, artinya nilai dugaan yang diperoleh mendekati nilai pengamatan
yang sesungguhnya. Sehingga model terbaik yang digunakan adalah model yang memiliki besaran JKG dan RMSEP terkecil.
Secara keseluruhan pada setiap model besaran JKG dan RMSEP yang dihasilkan dengan menggunakan koreksi pencaran cenderung lebih tinggi
dibandingkan bila tidak menggunakan koreksi pencaran. Sebagai contoh pada model D4 dengan menggunakan koreksi pencaran dihasilkan JKG dan RMSEP
masing-masing sebesar 0.0417 dan 0.0913. Sedangkan model D4 bila tidak menggunakan koreksi pencaran menghasilkan JKG dan RMSEP sebesar 0.0208
dan 0.0645. Diantara sepuluh model kalibrasi yang dicobakan, model D3 tanpa
menggunakan koreksi pencaran merupakan model dengan besaran JKG dan RMSEP terkecil, JKG untuk model tersebut adalah 0.0194 dan RMSEP sebesar
0.0622. Gambar 25 dan 24 menyajikan plot JKG serta RMSEP untuk D1, D2, D3, D4, D5, D6, D7, D8, D9 dan D10. Besaran JKG dan RMSEP minimum
diperoleh pada interval besaran
2
R = 0.84 sampai dengan
2
R = 0.86, dan ternyata
nilai minimum JKG dan RMSEP diperoleh pada
2
R = 0.85, titik ini merupakan
titik yang memberikan hasil terbaik. Sehingga secara keseluruhan model D3 merupakan model kalibrasi Gingerol yang terbaik untuk digunakan. Gambar 27
menunjukkan plot antara nilai y dugaan y-duga pada model D3 dan nilai y hasil pengamatan dengan HPLC y-HPLC. Plot yang diperoleh mendekati pola
persamaan garis y-duga = y-HPLC, sehingga hasil y dugaan yang diperoleh dengan model D3 sangat mendekati nilai y pengamatan y-HPLC.
Arnita 2005 menggunakan data yang sama dengan penelitian ini menyusun model kalibrasi untuk Gingerol menggunakan pendekatan Regresi
Komponen Utama dengan memasukan peubah waktu simpan sebagai peubah boneka. Sebelumnya data terlebih dahulu dilakukan koreksi pencaran, RMSEP
yang diperoleh dari penelitian tersebut sebesar 0.1096. Memperbandingkan besaran RMSEP yang dihasilkan, model kalibrasi dengan menggunakan
pendekatan regresi terpenggal pada tahap awal serta pendekatan Bayes dengan memasukan peubah waktu simpan merupakan alternatif pendekatan yang baik
untuk digunakan dalam penyusunan model kalibrasi Gingerol.
0.00 0.10
0.20 0.30
0.40 0.50
0.8 0.82 0.84 0.86 0.88 0.9 0.92 0.94 0.96 0.98 1
R2-std J
K G
Tanpa Koreksi
Pencaran Dengan
Koreksi Pencaran
Gambar 25. Pola JKG pada seluruh model kalibrasi Gingerol
0.00 0.05
0.10 0.15
0.20 0.25
0.30 0.35
0.8 0.82 0.84 0.86 0.88 0.9 0.92 0.94 0.96 0.98
1
R2-std R
M SEP
Ta n p a K o re ks i
P e n ca ra n D e n g a n
K o re ks i P e n ca ra n
Gambar 26. Pola RMSEP pada seluruh model kalibrasi Gingerol
0 .5 1
1 .5
0 .5 1
1 .5
y- HPL C y
-duga
Gambar 27. Plot y-duga dan y-HPLC Gingerol model D3
Eksplorasi Data Kurkumin
Tahapan pengujian kesejajaran untuk spektrum Kurkumin serupa dengan langkah-langkah pada pengujian kesejajaran spektrum Gingerol. Pengujian
kesajajaran spektrum kurkumin hanya dicobakan pada data 16 pengamatan dari 8
contoh petani dua daerah sentra tanaman obat Kulonprogo dan Karanganyar.
Tabel 25 Rataan dan ragam selisih persentase transmitan Kurkumin antar contoh dalam setiap petani
Daerah Contoh
Rataan Ragam
Kulonprogo 1
0.05107 0.00170
2
0.09343 0.00028
3
0.04730 0.00010
Karanganyar 1
0.04179 0.00016
2
0.02049 0.00014
Balitro
0.02851 0.00018
Bogor
0.01399 0.00008
Sukabumi
0.01773 0.00013
Maksimum
0.00170
Pada setiap contoh dihitung selisih transmitan antara ulangan, rataan dan ragam yang diperoleh dari selisih kedua transmitan tersebut disajikan pada Tabel
25. Nilai ragam maksimal diperoleh pada contoh dari daerah Kuningan yaitu sebesar 0.00170. Besaran nilai ragam selisih transmitan tersebut ternyata masih
menunjukkan kesejajaran kedua spektrum, hal ini terlihat pada Gambar 28. Sehingga selanjutnya besaran ragam selisih transmitan pada contoh daerah
Kulonprogo tersebut dipakai sebagai ragam pembanding dalam pengujian kesejajaran antara spektrum Kurkumin. Oleh karena setiap contoh memiliki
spektrum yang sama, pada tahap selanjutnya untuk setiap contoh digunakan rata- rata persen transmitan dari dua spektrum ulangan dalam setiap contoh.
0 .2 0 .4
0 .6 0 .8
1
4 0 0 1 4 0 0
2 4 0 0 3 4 0 0
4 4 0 0
Bilan g an Ge lo mb an g cm-1 P
e rse
n Tr a
n s
m it
a n
Gambar 28 Spektrum serbuk Kurkumin contoh ke-1 daerah Kulonprogo
Tabel 26 F-hitung kesejajaran spektrum Kurkumin antar petani dalam daerah yang sama
Daerah 2
3 Kulonprogo
1
0.113718 0.135199
2
0.016010
Karanganyar 1
0.340390
Keterangan: F-tabel
0.051865,1865
∼1 Pada keseluruhan pengujian kesejajaran spektrum Kurkumin antar petani
dalam daerah yang sama diperoleh nilai F-hitung yang lebih kecil dari F-tabel Tabel 26. Hal ini menunjukkan bahwa spektrum Kurkumin antar petani dalam
daerah yang sama relatif sejajar. Oleh karena itu pada tahap selanjutnya dari setiap daerah dihitung rata-rata persen transmitan dari keseluruhan spektrum,
yang selanjutnya akan digunakan untuk pengujian kesejajaran spektrum antar daerah.
Tabel 27 F-hitung kesejajaran spektrum Kurkumin antar daerah Daerah
Karanganyar Balitro Cianjur
Bogor Sukabumi Kulonprogo
0.009233 0.292531 0.045139 0.033212 0.031456
Karanganyar
0.476025 0.011950 0.038891 0.008311
Balitro
0.540702 0.476743 0.495371
Cianjur
0.018637 0.014700
Bogor
0.018532
Keterangan: F-tabel
0.051865,1865
∼1 Tabel 27 menyajikan pengujian kesejajaran spektrum Kurkumin antar
daerah. Nilai F-hitung keseluruhan lebih kecil dari satu F-tabel Hasil tersebut menunjukkan bahwa spektrum Kurkumin antar daerah relatif sejajar.
Berdasarkan keseluruhan hasil tersebut maka untuk Kurkumin hanya perlu dibentuk satu model kalibrasi dengan menggunakan 20 contoh data yang ada.
Model Kalibrasi Kurkumin
Konsentrasi Gingerol dari 40 contoh yang diukur menggunakan HPLC High Performance Liquid Chromatography
tersaji pada Tabel 28 dan Tabel 29. Pada Gambar 29 disajikan grafik persen transmitan dari 40 contoh yang diperoleh dari
hasil pengukuran serbuk Kurkumin menggunakan FTIR Fourier Transform
Infrared . Jumlah pasangan titik persentase transmitan dan bilangan gelombang
yang dihasilkan untuk setiap contoh sebanyak 1866 titik. Tabel 28. Konsentrasi Kurkumin 16 pengamatan contoh berbagai daerah
Konsentrasi Kurkumin
Daerah Contoh
Ulangan 1 Ulangan 2
Kulonprogo 1
0.65 0.63
2
1.01 1.13
3 0.92
0.90
Karanganyar 1
1.61 1.66
2
0.47 0.50
Balitro
1.38 1.57
Bogor
1.57 1.74
Sukabumi
1.30 1.24
Tabel 29. Konsentrasi Kurkumin 24 pengamatan hasil percobaan
Konsentrasi Kurkumin
Perlakuan
Ulangan 1 Ulangan 2 Ulangan 3
K0P0 0.85
0.71 0.83
K0P30 0.70
0.85 0.78
K0P60 0.80
0.70 0.63
K0P90 0.74
0.67 0.61
K1P0 0.80
0.87 0.81
K1P30 0.76
0.60 0.85
K1P60 0.83
0.72 0.71
K1P90 0.84
0.72 0.84
0.2 0.4
0.6 0.8
1
400 1400
2400 3400
4400
Bilangan Gelom bang cm-1 P
e rse
n Tr a
ns m
it a
n
Gambar 29 Spektrum serbuk Kurkumin 40 pengamatan
Pada tahap awal dilakukan pereduksian data persentase transmitan menggunakan pendekatan regresi terpenggal. Pereduksian data dicobakan pada
beberapa besaran
2
R , hasil pereduksian jumlah pasangan data persentase
transmitan dan bilangan gelombang dengan sepuluh kriteria
2
R yang digunakan
tertera pada Tabel 30. Gambar 30, 31 dan 32 menyajikan spektrum hasil pereduksian menggunakan pendekatan regresi terpenggal untuk
2
R =0.98 D8,
2
R =0.99 D9 dan
2
R =0.999 D4. Secara keseluruhan dapat terlihat bahwa
pendekatan regresi terpenggal dapat mereduksi jumlah titik tanpa merubah pola spektrum Kurkumin. Semakin besar kriteria R
2
yang digunakan semakin banyak jumlah titik hasil yang diperoleh, pola spektrum yang dihasilkan akan semakin
mendekati pola spektrum awal. Tabel 30 Jumlah titik persentase transmitan Kurkumin hasil reduksi menggunakan
pendekatan Regresi Terpenggal
2
R Jumlah Titik Hasil
p Kode Data
0.8 2
D1
0.83 4
D2
0.85 4
D3
0.88 4
D4
0.9 6
D5
0.92
6 D6
0.95 6
D7 0.98
10 D8
0.99 14
D9 0.999
54 D10
0.2 0.4
0.6 0.8
1
400 1400
2400 3400
4400
B ilangan G e lombang cm-1 P
e rse
n Tr a
ns m
it a
n
0.2 0.4
0.6 0.8
1
400 1400
2400 3400
4400
Bilangan Gelombang cm-1 P
e rse
n Tr a
ns m
it a
n
Gambar 30 Spektrum serbuk Kurkumin Gambar 31 Spektrum serbuk Kurkumin D8. D9.
0.2 0.4
0.6 0.8
1
400 140 0
240 0 340 0
440 0
B ilangan G e lombang cm-1 P
e rse
n Tr a
ns m
it a
n
Gambar 32 Spektrum serbuk Kurkumin D10. Model kalibrasi Kurkumin yang akan disusun merupakan suatu fungsi
hubungan persentase transmitan Kurkumin X yang dihasilkan oleh FTIR
dengan konsentrasi Kurkumin y yang diperoleh dari hasil pengukuran HPLC.
Data persentase transmitan yang digunakan adalah data setelah direduksi menggunakan pendekatan regresi terpenggal. Pada penelitian ini ketepatan model
yang dihasilkan dilihat dari beberapa kriteria yaitu besaran nilai R
2
, Jumlah Kuadrat Galat JKG dan RMSEP.
Model kalibrasi Kurkumin dibuat dengan menggunakan 35 contoh, sedangkan 5 contoh lainnya digunakan untuk validasi model. Pada tahap
pembentukan model kalibrasi, nilai R
2
, JKG dan RMSE yang dihasilkan untuk berbagai model tertera pada Tabel 31 Pada keseluruhan model yang diperoleh
model D2 memiliki nilai R
2
terbesar dan nilai JKG serta RMSE terkecil dibandingkan model yang lainnya. Besaran nilai R
2
, JKG dan RMSE pada D2 masing-masing adalah 0.03061, 2.8788 dan 0.3481.
Tabel 31 R
2
, JKG dan RMSE penyusunan model Kalibrasi Kurkumin Model p
R
2
JKG RMSE
D1
2 0.0000
4.9058 0.4494
D2
4 0.3061
2.8788 0.3481
D3
4 0.2656
3.0468 0.3738
D4
4 0.0952
3.7536 0.4088
D5
6 0.1864
3.3754 0.3790
D6 6
0.2221 3.2274
0.3709
D7
6 0.2576
3.0800 0.3647
D8 10
0.4696 2.2003
0.2987
D9 14
0.6635 1.3962
0.2288
D10 54
1.0000 0.0000
0.0006
Pada tahap validasi model, nilai dugaan yang diperoleh untuk 5 contoh serta besaran JKG dan RMSEP yang dihasilkan tertera pada tabel 32 Hasil keseluruhan
model menunjukkan bahwa model kalibrasi D2 memberikan hasil JKG dan RMSEP terkecil dibanding model lainnya. Pada model D2 diperoleh JKG = 0.057
dan RMSEP = 0.107. Tabel 32 Nilai dugaan konsentrasi Kurkumin y-duga pada validasi model
y-duga y
HPLC D1
D2 D3
D4 D5
D6 D7
D8 D9
D10 0.92
0.84 1.09
1.03 1.00
1.03 1.00
0.92 0.84
1.13 0.43
1.24 0.94
1.07 1.13
1.01 1.03
1.01 1.17
1.13 1.41
0.81
0.85
1.06 0.84
0.67 0.99
0.99 0.76
0.75 0.43
0.66 0.71
0.67
1.06 0.71
0.78 1.00
0.78 0.82
0.78 0.66
0.68 0.99
0.71
0.88 0.71
0.71 0.80
0.79 0.81
0.90 0.93
0.71 0.72
JKG 0.318 0.057 0.071 0.194 0.093 0.099 0.061 0.242 0.109 0.541
RMSEP 0.252 0.107 0.119 0.197 0.136 0.141 0.111 0.220 0.148 0.329
Gambar 33 dan 32 menyajikan plot JKG serta RMSEP untuk model kalibrasi D1, D2, D3, D4, D5, D6, D7, D8, D9 dan D10. Besaran JKG dan
RMSEP minimum diperoleh pada besaran R
2 standar
= 0.83, sehingga titik ini merupakan titik yang memberikan hasil terbaik. Secara keseluruhan model D2
merupakan model kalibrasi Kurkumin yang terbaik untuk digunakan. Gambar 35 menunjukkan plot antara nilai y dugaan y-duga pada model D2 dan nilai y hasil
pengamatan dengan HPLC y-HPLC. Plot yang diperoleh mendekati pola persamaan garis y-duga = y-HPLC, artinya hasil y dugaan yang diperoleh
dengan model D2 sangat mendekati nilai y pengamatan y-HPLC.
0 .0 0 0 .1 0
0 .2 0 0 .3 0
0 .4 0
0 .8 0 .8 5
0 .9 0 .9 5
1
R
2 std
R M
SEP
Gambar 33 Pola JKG pada seluruh model kalibrasi Kurkumin
0.00 0.10
0.20 0.30
0.40 0.50
0.60
0.8 0.85
0.9 0.95
1
R
2 std
J K
G
Gambar 34 Pola RMSEP pada seluruh model kalibrasi Kurkumin
0.00 0.50
1.00 1.50
0.00 0.50
1.00 1.50
y-HPLC y
-duga
Gambar 35 Plot y-duga dan y-HPLC Kurkumin model D2
F. Simpulan