D. Kandungan Senyawa aktif pada Jahe
H
3
CO O
OH CH
2
nCH
3
N-Gingerol Keterangan : N= 6, 8, 10
n= 4, 6, 8 Gambar 4 Struktur gingerol pada Jahe.
Komponen yang terkandung dalam jahe atara lain air 80.9; protein 2.3; lemak 0.9; mineral 1-2; serat 2.4 dan karbohidrat 12.3. Kandungan kimia
ini berbeda-beda tergantung dari faktor genetik dan lingkungan tumbuh yang meliputi iklim, ketinggian, cuaca, jenis tanah, pemupukan dan pengolahan pasca
panen. Menurut Young et al 2002 rizoma jahe mengandung dua bagian utama yaitu minyak volatil yang memberikan aroma dan gingerol sebagai pembawa rasa
pedas. Stuktur gingerol dapat dilihat pada Gambar 4 Chan et al 1986
E. Kandungan Senyawa Aktif pada Temulawak
Menurut Sinambela 1985, komposisi rimpang temulawak dapat dibagi menjadi dua fraksi utama yaitu zat warna kurkuminoid dan minyak atsiri. Warna
kekuningan temulawak disebabkan adanya kurkuminoid. Kandungan utama kurkuminoid terdiri dari senyawa kurkumin, desmetoksikurkumin dan bis-
desmetoksikurkumin. Rimpang temulawak segar, selain terdiri dari senyawa kurkuminoid dan minyak atsiri juga mengandung lemak, protein, selulosa, pati,
dan mineral. Kadar masing-masing zat tersebut tergantung pada umur rimpang yang dipanen juga dipengaruhi letak dan ketinggian tempat temulawak berada.
Struktur kurkuminoid dapat dilihat pada Gambar 5
Keterangan: R1 R2
-OCH
3
-OCH
3
= kurkumin -OCH
3
-H = desmetoksikurkumin
OH O
R2
OH HO
R1
-H -H = bis-desmetoksikurkumin
Gambar 5 Struktur kurkuminoid pada Temulawak.
F. Pentingnya Penentuan Konsentrasi Senyawa Aktif Tanaman Obat
Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki potensi hayati cukup besar dalam tanaman obat. Di Indonesia, tanaman obat telah lama digunakan oleh
masyarakat dan industri dalam pembuatan jamu. Pada akhir-akhir ini, perusahaan farmasi pun telah memanfaatkan tanaman obat tradisional pada produk-
produknya. Penggunaannya yang semakin meluas, mengakibatkan kualitas senyawa baku tanaman obat menjadi fokus perhatian, terutama untuk kalangan
jamu dan industri farmasi, untuk menjamin agar produknya dapat bersaing dan diterima oleh masyarakat. Ditambah lagi dengan adanya persyaratan ISO9000
dan ISO14000, kualitas bahan baku tanaman obat harus menjadi ukuran baku dalam jaminan kualitas suatu produk industri jamu dan farmasi Dhanutirto
2001. Proses penentuan konsentrasi senyawa aktif atau senyawa penciri yang
dikandung oleh suatu tanaman obat perlu dilakukan secara cepat dan akurat. Untuk itu sangat diperlukan metode yang handal tetapi relatif mudah untuk
dioperasikan. Secara kualitatif dan kuantitatif suatu senyawa aktif dapat diketahui antara lain melalui metode HPLC High Performance Liquid Chromatography
dengan mengetahui pola kromatogram dan memperbandingkan luas area terhadap suatu standar senyawa yang diketahui. Metode kualitatif lain yang juga sering
digunakan adalah spektroskopi FTIR Fourier Transform Infrared yang pada dasarnya memberikan informasi mengenai keragaan gugus fungsi, yang dapat
menjadi penanda stabilitas suatu proses untuk melihat pola tapak finger print yang dapat berulang reproducable. Setiap jenis senyawa aktif atau senyawa
identitas marker compound secara kimiawi akan memberikan pola tapak FTIR yang juga pola kromatogram yang tertentu tergantung responnya. Kedua peubah
ini dapat dimanfaatkan untuk melihat konsistensi respons suatu proses kalibrasi atau standarisasi mutu bahan baku maupun stabilitas proses.
Khasiat tanaman obat tidak terlepas dari kandungan kimiawinya, sedangkan kandungan kimia dari masing-masing tanaman obat bisa berbeda disetiap wilayah
atau negara karena tergantung pada iklim, ketinggian, jenis tanah, perlakuan terhadap tanaman dan cara pengolahannya seperti infus, dekok, tingtur dan
sebagainya Dhanutirto 2001. Di dalam proses industri kita mengenal adanya senyawa aktif dan senyawa penciri. Senyawa penciri dapat aktif atau tidak aktif,
tetapi harus bersifat stabil selama proses. Oleh karena obat tradisional, baik dalam bentuk simplisia tunggal maupun
ramuan, sebagian besar penggunaan dan kegunaannya masih berdasarkan pengalaman maka data yang meliputi kegunaan, dosis dan efek samping sebagian
besar belum memiliki landasan ilmiah yang kuat. Demikian pula tentang kandungan senyawa aktif dan penciri dalam tanaman obat belum mendapat
perhatian yang baik, padahal pengetahuan tentang kandungan senyawa aktif dan penciri suatu tanaman obat dapat memberi arahan tentang kegunaan dan cara
penggunaan tanaman obat tersebut Hadiwigeno 1993.Penentuan konsentrasi secara kimia dilakukan melalui penentuan kandungan senyawa aktif atau senyawa
penciri. Proses penentuan konsentrasi ini dilakukan melalui proses yang panjang meliputi penghancuran bahan, pelarutan, dan pengukuran dengan HPLC dan
FTIR. Proses ini memerlukan waktu dan biaya yang relatif mahal. Alternatif cara penentuan lain yang dapat dilakukan adalah dengan mengembangkan model
kalibrasi yang menyatakan hubungan antara kandungan senyawa aktif atau penciri hasil pengukuran HPLC dengan data hasil pengukuran FTIR absorban.
Ketersediaan model ini akan menghemat waktu dan biaya. Proses penentuan kandungan senyawa aktif atau penciri dapat dilakukan melalui sampel secara
sederhana dan cepat. Selain itu penentuan ini dapat dilakukan berdasarkan serbuk kasar sehingga tidak perlu proses yang panjang. Hal ini akan menunjang industri
dan perdagangan serbuk kasar tanaman obat.
G. Model Dasar Kalibrasi