Latar Belakang Masalah PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN

1. 1. Latar Belakang Masalah Manusia adalah mahluk yang berbudaya, karena kebudayaan merupakan pendorong didalam tingkah laku manusia dalam hidupnya. Kebudayaanpun menyimpan nilai-nilai yang menjadi landasan pokok bagi penentu sikap terhadap dunia luar, Bahkan menjadi dasar setiap tingkah laku yang dilakukan sehubungan dengan pola hidup dimasyarakat Cassirer:1987. Nilai-nilai luhur dari kebudayaan inilah yang telah di wariskan secara turun temurun dari generasi kegenerasi berikutnya melalui berbagai adat istiadat yang khusus. Berkaitan dengan hal di atas, setiap kelompok masyarakat pada umumnya mempunyai konsep bahwa tiap-tiap individu terbagi dalam tingkatan hidup. Tingkat demi tingkat itu akan dilalui dan akan dialami oleh individu-individu yang bersangkutan di sepanjang hidupnya, dalam Antropologi di sebut sebagai stages along the life sycle. pada tiap tingkat hidup itu individu yang bersangkutan di anggap dalam kondisi dan lingkungan tertentu. Karena itu setiap peralihan dari satu tingkat ketingkat lainnya dapat di katakan sebagai peralihan dari satu lingkungan sosial ke lingkungan sosial yang lain. Lingkungan sosial individu mulai terbentuk sejak ia masih dalam kandungan ibunya hingga akhirnya ia meninggal dunia. Lingkungan sosial yang harus dilalui dalam perjalanan hidup seseorang meliputi masa dalam rahim atau kandungan ibunya kehamilan, kelahiran bayi, masa anak-anak, masa remaja, dewasa, tua dan mati Koentjaraningrat:1985. Masa peralihan ini pada dasarnya akan di lalui oleh hampir semua manusia yang hidup di dunia,walaupun tidak semua masa peralihan itu sama, karena ada yang hanya melalui masa bayi hingga anak-anak saja kemudian meninggal dan ada pula yang melalui seluruh tahapan peralihan tersebut. Pada berbagai kebudayaan ada anggapan bahwa masa peralihan manusia yaitu peralihan dari satu tingkat kehidupan atau lingkungan sosial ketingkat kehidupan atau lingkungan sosial yang lain merupakan saat-saat penuh bahaya, baik bahaya yang nyata maupun gaib. Oleh karena itu dalam beberapa kebudayaan sering di lakukan suatu upacara daur hidup life cycle yang di maksudkan untuk menghindari bahaya nyata maupun gaib yang mungkin datang. Upacara ini sering di sebut dengan upacara kritis hidup Crities rites. Di dalam kebudayaan Jawa juga mengenal upacara-upacara daur hidup, yaitu mulai dari upacara masa hamil, upacara kelahiran, upacara perkawinan, hingga upacara kematian Darori, 2000. Masyarakat Jawa percaya bahwa rentang waktu lahir hingga mati bagi manusia merupakan saat-saat manakala dunia dan kehidupannya tergelar dan terpapar, oleh karena itu beberapa ritus hidup mesti di laksanakan. Pelaksanaan upacara-upacara tersebut bagi masyarakat Jawa pada dasarnya untuk memenuhi krenteg dan karep niat dan kehendak di dalam tanggapan dunia bahwa pada dasarnya kehidupan manusia itu sakral Linus Suryadi AG : 1993 Perubahan status seseorang yaitu pertumbuhan kearah kehidupan berikutnya menuju kearah kedewasaan, bagi masyarakat Jawa merupakan serangkaian babak yang rawan untuk di serang atau di rasuki oleh roh-roh jahat Geertz : 1985. Bagi masyarakat Jawa Kehidupan di bumi dipengaruhi oleh peristiwa-peristiwa gaib dan mahluk halus yang menembus perjalanan sehari-hari manusia, dimana kekuatan mahluk gaib tersebut bisa merusak atau bermanfaat. Namun yang jelas kekuatan tersebut sangat mempengaruhi kehidupan nyata manusia. Untuk itu didalam tahapan peralihan manusia di perlukan suatu upacara khusus, agar kekuatan mahluk gaib tersebut tidak mengganggu atau merugikan manusia, namun di harapkan kekuatan tersebut dapat memberikan manfaat bagi manusia. Masyarakat Jawa meyakini bahwa upacara daur hidup yang mereka lakukan dipenuhi dengan nilai-nilai dan norma-norma kehidupan yang tumbuh secara turun temurun. Nilai-nilai dan norma-norma tersebut di gunakan untuk mencari keseimbangan tatanan kehidupan mereka Mulder dalam Soeseno: 1992. Salah satu upacara yang di lakukan oleh masyarakat Jawa ketika memasuki babak baru dalam tingkat kehidupannya adalah upacara yang berkenaan dengan kelahiran seorang anak. Setelah seorang laki-laki dan perempuan melaksanakan pernikahan, seorang anak merupakan dambaan bagi setiap rumah tangga. Karena seorang anak mempunyai nilai-nilai khusus, misalnya nilai ekonomis status sosial, memberi suasana tenteram dalam keluarga membahagiakan orang tua, serta memberikan harapan dimasa mendatang, sebagai payung dimana orang tuanya sudah jompo karena tidak bisa bekerja lagi Geertz : 89. Hadirnya seorang anak juga sebagai bukti nyata hasil perkawinan antar kelompok dan sering di anggap sebagai hadiah kehidupan yang jelas dari pihak wanita pada pihak suaminya. Pengharapan tinggi terhadap seorang anak terutama anak pertama merupakan kebahagian tersendiri. Untuk itu setelah anak tersebut lahir selalu ada upacara-upacara yang di lakukan sebagai usaha penjagaan terhadap anak, di antaranya adalah upacara ketika anak menginjakan tanah untuk yang pertama kalinya atau yang sering disebut dengan upacara Tedhak Siten. Upacara Tedhak Siten adalah suatu acara memperkenalkan anak untuk pertama kalinya pada bumi atau tanah dengan maksud anak tersebut mampu berdiri sendiri dalam menempuh kehidupannya kelak. Bagi masyarakat Jawa upacara ini merupakan wujud pengharapan orang tua terhadap buah hatinya agar kelak siap dan sukses dalam menapaki kehidupan yang penuh dengan rintangan dan hambatan dengan bimbingan orang tuanya Bratawijaya : 1997. Selain itu upacara ini juga sebagai bentuk penghormatan terhadap bumi sebagai tempat berpijak sekaligus yang telah memberikan banyak hal dalam kehidupan manusia. Di katakan bahwa manusia hidup dan mati berada di bumi, makan minum, rumah, kendaraan semua berasal dari bumi, maka manusia perlu menghormatinya. Sebab dengan cara seperti ini maka manusia akan mendapatkan keselarasan terhadap alam, karena dalam konsep masyarakat Jawa manusia menemukan hidupnya tergantung dari alam dan apabila hidupnya selaras akan memperoleh kebaikan Salamun dkk, 200. Jadi dapat dikatakan bahwa upacara Tedhak Siten merupakan peringatan bagi manusia akan pentingnya hidup diatas bumi yang mempunyai hubungan yakni, hubungan hubungan manusia dengan Tuhan, hubungan manusia dengan manusia dan hubungan manusia dengan lingkungannya Wibowo, 200. Pada dasarnya setiap pelaksanaan upacara di kalangan masyarakat menunjukan adanya kandungan makna di balik upacara itu sediri, dimana makna tersebut sangat berkaitan erat dengan kehidupan masyarakatnya. Biasanya hal itu diberikan melalui simbol-simbol dalam upacara, lambang atau simbol inilah yang sebenarnya mempunyai nilai cukup penting bagi kehidupan manusia Rostyati : 1984. Demikian pula pelaksanaan upacara Tedhak Siten pada masyarakat Jawa, pelaksanaan upacara ini tidak hanya sebagai ungkapan terima kasih telah di beri anugrah oleh Tuhan berupa hadirnya seorang anak akan tetapi juga mempunyai makna tertentu baik bagi anak orang tua maupun bagi masyarakat. Makna upacara inilah yang akan di kemukakan pada tulisan ini. Makna adalah arti atau penilaian yang di berikan pada sesuatu. Sedangkan upacara dalam hal ini adalah tingkah laku resmi yang di bakukan untuk peristiwa yang tidak ditujukan pada kegiatan tehnis sehari-hari akan tetapi mempunyai kaitan dengan kepercayaan akan adanya kekuatan diluar kemampuan manusia. Berkaitan dengan upacara tedhak siten tersebut ternyata perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang terjadi begitu pesatnya sangat berpengaruh terhadap pandangan hidup dan sikap hidup orang Jawa dalam melanjutkan tradisi nenek moyangnya. Sehingga ada kecendrungan untuk tidak lagi melaksanakan tradisi seketat dan sedisiplin semula. Masyarakat Jawa khususnya di Sumatra Utara mulai cenderung meninggalkan segala sesuatu yang berbau tradisional. Sementara mereka lebih suka meniru hal yang bergaya moderen yang tidak jarang kabur pemahamannya. Tentu saja kecendrungan ini lebih banyak timbul karena ketidak tahuan mereka, sehingga mereka kurang menghargai dan memahami secara tepat dan benar makna serta nilai luhur yang terdapat pada pelaksanaan upcara Tedhak Siten tersebut. Padahal makna yang terbentuk dari suatu tradisi tidak akan terlepas dari masyarakat pendukugnya dan akan menemukan manfaat bagi masyarakat pendukungnya yaitu masyarakat Jawa itu sendiri.

1. 2. Ruang Lingkup Penelitian