- Bubur Merah dan Bubur Putih Sengkolo
Bubur merah dan bubur putih mempunyai makna darah bubur merah dan air mani bubur putih. Bubur merah dan bubur putih ini di persembahkan
untuk saudara batin yang ngemong anak yang melindungi Anak. Semua unsur-unsur atau perlengkapan upacara Tedhak Siten masing-
masing mempunyai makna tersendiri. Semua makna yang terkandung dalam tahap-tahap beserta perlengkapannya tersebut masing-masing berisi nasehat atau
pesan-pesan yang harus ditanamkan dan dijadikan pedoman hidup. Semua nasehat dan pesan-pesan yang terkandung dalam tahapan dan perlengkapan upacara
tersebut, tentunya sangat bermanfaat bagi anak dan orang tua juga umumnya bagi masyarakat dalam menjalankan kehidupan diatas bumi ini.
4.2. Makna Upacara Bagi Masyarakat Pendukungnya di Desa Tanjung Jati
Setiap perubahan pada tingkat hidup individu masyarakat Jawa dituangkan melalui kepercayaan dalam wujud upacara tradisional diantaranya adalah upacara
Tedhak Siten. Pelaksanaan upacara ini oleh masyarakat bukan saja sebagai wujud perilaku semata akan tetapi ada makna yang menyertainya. Makna inilah yang
menjadi tujuan masyarakat untuk memperingatinya. Bagi masyarakat Jawa makna upacara Tedhak Siten tersebut meliputi makna Religius, makna Sosial, makna
Psikologis, dan makna Ekonomi.
4.2.1. Makna Religius
Sistem upacara yang dilakukan oleh masyarakat Jawa, khususnya upacara Tedhak Siten pada dasarnya adalah ungkapan rohani masyarakat dalam
menanggapi rahasia tuhan. Oleh karenanya upacara tersebut sangat berkaitan erat dengan dorongan emosi keagamaan masyarakat. Emosi keagamaan ini muncul
dari rasa ketakutan, kegelisahan, ketidak tenangan didalam hatinya. Takut tidak diberi keselamatan oleh Tuhan ataupun takut dari gangguan roh-roh halus
disekeliling mereka. Inilah yang menyebabkan masyarakat melakukan upacara tertentu.
Keadaan seperti ini maka dapat dikatakan bahwa sistem upacara yang dilakukan dalam hal ini khususnya upacara Tedhak Siten mempunyai makna
relegius dalam kehidupan masyarakat, karena berhubungan dengan penghormatan atau pemujaan pada tuhan serta roh-roh leluhur yag dapat memberikan rasa aman,
tenang, tenteram tidak takut tidak gelisah dan memberi keselamatan Masyarakat mengatakan bahwa setiap upacara yang dilakukan menjadikan
tenang dihati dan jika tidak melakukan hati kurang enak kurang sekeco atau tidak tenang seperti yang diungkapkan oleh Bapak Idris 63 tahun yaitu:
“Jika tidak melakukan upacara selametan itu tidak ada halangan secara nyata tetapi dalam hati tidak enak dan bila terwujud dalam tindakan
menjadi sakit Menemui kesulitan, gelap, kacau dan seterusnya. keadaan seperti ini namanya sudah menerima halangan dari tuhan”
Dari uraian di atas tampak bahwa setiap upacara yang dilakukan oleh masyarakat Jawa adalah ungkapan rohani untuk mendapatkan rasa tenang dan
memohon keselamatan. Di mana bila tidak melaksanakan akan merasa tidak tenang, takut kalau tidak diberi keselamatan oleh Tuhan.
Upacara Tedhak Siten sebenarnya merupakan perwujudan dari sikap religius masyarakat Jawa dalam mencapai keselamatan terutama bagi anak. Hal
ini diutarakan oleh bapak Harto umur 59 tahun: “Upacara Tedhak Siten ini perlu dilaksanakan karena merupakan
naluri orang Jawa yang harus selalu eling karo seng gawe urep teringat pada yang mempunyai hidup sebab dengan demikian
akan selamet”
Untuk mendapatkan keselamatan tersebut maka dipanjatkanlah doa-doa oleh kedua orang tua si Anak berserta orang-orang yang hadir. Doa-doa yang
dibaca secara bersama-sama dipanjatkan kepada Tuhan, semoga selalu melindungi keselamatan dan kesehatan si Anak dari segala macam gangguan baik yang
berasal dari bermacam-macam penyakit maupun yang berasal dari mahkluk- mahkluk halus.
Upacara Tedhak Siten dalam hal ini adalah upacara untuk menyampaikan doa-doa secara langsung kepada yang maha kuasa baik doa yang berupa
permohonan maupun puji syukur kepada Tuhan karena berdoa merupakan cara yang terbaik untuk berhubungan dengan Tuhan.
Doa-doa yang dipanjatkan itu adalah untuk memohon kepada Tuhan supaya memberi keselamatan serta kesehatan terhadap anak selama ia
menjalankan upacara ataupun dalam menjalankan kehidupan selanjutnya. Selain doa-doa yang di tujukan kepada tuhan, doa-doa akan ditujukan pula
pada mahluk-mahluk gaib penghuni desa agar senantiasa tidak mengganggu jalannya upacara dan mau memberikan restunya kepada anak dan keluarganya.
Masyarakat Jawa percaya bahwa disekitar mereka hidup mahluk gaib yang dipercayai sebagai kaum kerabat dan nenek moyang mereka yang telah meninggal
dan keberadaan mereka harus dihormati. Meminta keselamatan dari tuhan sangatlah penting namun meminta restu dari nenek moyang juga penting.
Masyarakat Jawa percaya walaupun nenek moyang ataupun kerabat mereka telah meninggal mereka dapat membantu manusia yang masih hidup jika kita
memintanya dengan cara yang baik.
4.2.2. Makna Sosial