Namun demikian, perlu diketahui bahwa tidak ada satu pun metode yang dapat digunakan untuk semua situasi stres. Menurut Ruther Smet, 1994 tidak
ada strategi coping yang paling berhasil. Lazarus Folkman 1984 menyatakan bahwa efektivitas strategi coping bervariasi tergantung pada situasinya dalam
Powers, dkk, 2002. Menurut Taylor, keberhasilan coping lebih tergantung pada penggabungan strategi coping yang sesuai dengan ciri masing-masing kejadian
yang penuh stres, daripada mencoba menemukan satu strategi coping yang paling berhasil dalam Smet, 1994.
Menurut Skinner dalam Sarafino, 2006, confrontive coping, seeking social support, accepting responsibility, dan planful problem-solving memiliki
fungsi problem focused-coping. Sedangkan distancing, self-control, escape- avoidance, dan positive reappraisal memiliki fungsi emotion-focused coping.
3. Fungsi Coping Stress
Secara umum Lazarus dan Folkman dalam Rice, 1992 membedakan 2 dua fungsi coping stress, yaitu:
a. Emotion-focused coping
Usaha yang dilakukan individu untuk mengontrol dan membebaskan perasaan-perasaan negatif seperti amarah, frustrasi, rasa takut yang
disebabkan oleh tekanan yang diterimanya. Menurut Powers 2002, pengaturan ini dapat terlihat dari perilaku individu,
seperti penggunaan alkohol, bagaimana mengabaikan fakta-fakta yang tidak menyenangkan dengan strategi kognitif. Bila individu tidak mampu mengubah
kondisi yang stressfull, individu akan cenderung mengatur emosinya. Salah
Universitas Sumatera Utara
satu contoh strategi ini disebutkan oleh Freud dalam Smet, 1994 yaitu mekanisme pertahanan diri defense mechanism. Strategi ini tidak mengubah
situasi stres, hanya mengubah cara orang memikirkan situasi dan melibatkan elemen penipuan diri.
b. Problem-focused coping
Strategi yang dibuat individu untuk mengembangkan perencanaan tindakan yang jelas terhadap stressor dan mengontrolnya sebisa mungkin.
Menurut Powers 2002, individu akan mengatasi masalah dengan mempelajari cara atau ketrampilan baru untuk mengurangi stressor tersebut.
Individu akan cenderung menggunakan strategi ini bila dirinya yakin akan dapat mengubah situasi. Metode ini sering digunakan oleh orang dewasa.
Menurut Sarafino 2006, individu dapat menggunakan problem focused coping dan emotion focused coping secara bersamaan ketika sedang menghadapi
masalah. Beberapa studi yang dilakukan oleh tokoh-tokoh psikologi terkemuka menunjukkan hasil penemuan mengenai penggunaan problem focused dan
emotion focused coping, seperti Folkman dalam Sarafino, 2006 yang menyatakan bahwa individu dewasa madya lebih sering menggunakan problem-
focused coping sedangkan individu yang lebih tua lebih sering menggunakan emotion-focused coping.
Selain itu, Greenglass Noguchi juga menyatakan bahwa pria cenderung lebih sering menggunakan problem-focused coping dibandingkan wanita yang
lebih sering menggunakan emotion-focused coping. Dalam penelitian Billings
Universitas Sumatera Utara
Moos juga ditemukan bahwa orang dengan tingkat pendidikan dan pendapatan yang lebih tinggi lebih sering menggunakan problem-focused coping
dibandingkan dengan orang yang memiliki tingkat pendidikan dan pendapatan yang lebih rendah. dalam Sarafino, 2006.
4. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Coping Stress