Interaksi Pihak Keluarga yang mengalami Sirang so Sirang

“….kami terlalu sering bertengkar, dan saya takut hal tersebut mengganggu pertumbuhan anak kami. Sempat anak laki-laki saya tidak mau sekolah gara-gara kami bertengkar setiap hari. Itu yang membuat hati saya teriris melihat sikap anak saya ke saya, dek… anak laki- laki saya juga sempat gak mau bicara sama saya. Makanya saya udah gak tahan lagi.” Selain ingin mengurangi dampak negatif yang dialami oleh anak-anak dalam keluarga, ada juga yang karena sudah tidak tahan atau sanggup lagi dengan permasalahan atau beban yang ditanggungnya karena kelakuan pasangannya yang sudah terlampau keterlaluan. Dan biasanya yang menjadi korban dalan hal seperti ini yaitu adalah pihak si istri. Contohnya saja seperti yang dialami oleh NM 49 Tahun. “…karena mak tua udah gak tahan lagi sama kelakuan suami mak tua yang selalu aja cari masalah dan buat malu. Suami mak tua main perempuan, main judi sampai ngutang kemana-mana hanya buat judi. Ujung- ujungnya yang di hutangi suami mak tua itu datang nagihnya sama mak tua. Ya terpaksalah mak tua yang bayar semua hutangnya. Belum lagi masalah suami mak tua yang selalu gonta-ganti perempuan diluar sana. Sampai pernah dilihat anak mak tua suami maktua lagi gandengan sama perempuan lain di luar. Ah, pokoknya mak tua udah gak tahan lagi lihat kelakuan suami mak tua, makanya dari pada mak tua pusing mikirinnya, mending mak tua pisah aja, biar gak ada lagi urusan yang bikin pening kepala.”

4.5.2 Interaksi Pihak Keluarga yang mengalami Sirang so Sirang

Keluarga tidak akan pernah lepas dari suatu hubungan perkawinan. Baik itu keluarga inti dan keluarga besar adalah bagian dari suatu perkawinan. Keluarga adalah lembaga sosial dasar dari mana semua lembaga atau pranata sosial lainnya berkembang. Di masyarakat mana pun di dunia, keluarga merupakan kebutuhan manusia yang universal dan menjadi pusat Universitas Sumatera Utara terpenting dari kegiatan dalam kehidupan individu”. Keluarga dapat dibedakan menjadi dua, yakni keluarga batih atau keluarga inti conjugal family dan keluarga kerabat consanguine family. Konjugal Family atau keluarga batih didasarkan atas ikatan perkawinan dan terdiri dari seorang suami, istri, dan anak- anak mereka yang belum kawin. Lain halnya dengan consanguine family. Keluarga hubungan kerabat sedarah atau consanguine family tidak didasarkan pada pertalian kehidupan suami istri, melainkan pada pertalian darah atau ikatan keturunan dari sejumlah orang kerabat. Keluarga kerabat terdiri dari hubungan darah dari beberapa generasi yang mungkin berdiam pada satu rumah atau mungkin pula berdiam pada tempat lain yang berjauhan. “Kesatuan keluarga consanguine ini disebut juga sebagai extended family atau keluarga luas” Narwoko dan Suyanto, 2004, p. 14. Jika diatas telah dibahas bagaimana interaksi pihak suami istri yang Sirang so Sirang itu sendiri, sekarang mengenai bagaimana interaksi pihak yang Sirang so Sirang terhadap keluraga pasangan mereka dan juga bagaimana interaksi keluarga informan dengan keluarga pasangan nya, artinya hubungan keluarga dengan keluarga masing-masing kedua pihak suamiistri. Dalam hal ini adalah bagaimana interaksi atau hubungan informan yang telah diwawancarai dengan keluarga pasangan mereka khususnya dengan pihak mertua para informan kunci. Setelah diteliti ternyata interaksi pihak yang Sirang so Sirang dengan pihak keluarga pasangan mereka cukup beragam juga. Ada hubungan mereka yang awalnya sangat baik dan juga dekat dengan keluarga pasangan mereka, setelah memutuskan untuk Sirang so Sirang hubungan atau interaksi mereka menjadi sangat tidak baik. Hal seperti itu seperti pernyataan berikut oleh ES 24 Tahun. Universitas Sumatera Utara “Jangankan hubungan baik dengan keluarganya, sama suamiku aja aku udah gak pernah ketemu lagi dek… semenjak kakak mutuskan untuk pisah, seluruh keluarganya juga jadi ikut-ikutan musuhin kakak, ya jadi mau gimana lagi dek? Emang udah gitu sifat semua keluarga mereka. Tapi kakak cuek aja… biar aja deh, yang penting mereka gak ganggu kakak.” Hampir sama juga dengan yang dialami oleh NM 45 Tahun, tetapi hanya khusus dari pihak mertua yang sangat tidak mau membangun interaksi yang tetap baik. “Setelah kami berpisah, sikap orang tuanya suami namboru langsung berubah. Mereka sama sekali tidak mau berbicara sama namboru. Sedangkan saudara- saudara suami namboru ada beberapa yang masih tetap mau bersikap baik.” Begitu juga yang dialami oleh N.M 49 Tahun. “Aduh, ya ampun, jangankan punya hubungan baik sama mertua. Semenjak mertua mak tua terus berusaha mempengaruhi suami mak tua supaya kawin lagi, saat itu juga hubungan mak tua sama mertua mak tua khususnya mertua perempuan langsung seperti ‘musuh bebuyutan’. Kalau kami saling bicara pasti langsung jadi ‘perang dingin’. Jadi kayak gitu lah terus sampai sekarang...” Interaksi lain yang ada adalah antara keluarga dengan keluarga kedua belah pihak. Dan yang lebih kelihatan atau sangat dirasakan adalah bagaimana interaksi atau hubungan keluarga dengan keluarga dikedua belah pihak. Memang dalam adat istiadat masyarakat Batak Toba, keluarga adalah segalanya dan dalam sistem kekerabatan Batak Toba, keluarga juga sangat berperan penting dalam pelaksanaan perkawinan. Yang kita kenal dalam sistem kekerabatan Batak Toba yaitu Dalihan Natolu. Dan biasanya keluarga juga merupakan pihak yang paling berpengaruh dalam perjalanan perkawinan. Dan setiap sistem dan interaksi dalam hubungan perkawinan juga tergantung pada kebiasaan dan adapt istiadat dalam Universitas Sumatera Utara keluarga masing-masing. Sehingga tidak jarang dalam suatu hubungan perkawinan, keluargalah yang menentukan bagaimana kelanjutan dan keadaan rumah tangga mereka. Dan jika tidak dibatasi besarnya pengaruh keluarga terhadap hubungan perkawinan, maka yang terjadi adalah kehancuran suatu rumah tangga. Interaksi pada setiap keluarga dengan keluarga yang mengalami Sirang so Sirang akan berbeda-beda keadaannya. Menurut pernyataan S.S 34 Tahun. “Hubungan keluarga kakak sama keluarga suami kakak jadi tidak baik. Bahkan sampai saling menjelekkan satu sama lain.” Pernyataan serupa juga diutarakan oleh N.M 49 Tahun. “Keluarga mak tua sama keluarga suami mak tua sama sekali gak pernah berhubungan lagi semenjak kami berpisah yang ketiga kalinya” Keadaan yang sama juga dialami oleh E.S 24 Tahun. “…hubungan keluarga kakak dengan keluarga suami kakak makin parah dan malah saling menjelekkan satu sama lain di luar. Yang gak enaknya, keluarga kami jadi bahan bicaraan orang diluar sana, pokoknya malu lah jadinya” Ada juga karena awalnya hubungan kedua keluarga memang sudah kurang baik atau biasa-biasa saja dan memang tidak terlalu punya hubungan atau interaksi yang cukup dekat, maka setelah terjadi Sirang so Sirang pun hubungan tersebut sama sekali tidak berubah. Seperti yang dialami oleh keluarga S.T 40 tahun. “Keluarga kami dari awalnya memang tidak pernah ada komunikasi yang baik, ya jadi setelah kami pisah pun, hubungan mereka pun tetap biasa-biasa juga. Dan mereka pun gak mau ikut campur juga. Hanya sekali saja mertuaku datang untuk mendamaikan, tapi ya karena memang dasarnya gak niat, ya usaha mereka hanya begitu aja. Setelah aku bilang gak mau lagi, mereka langsung pulang kekampung.” Universitas Sumatera Utara Undang-undang Perkawinan, yang dikenal dengan Undang-undang No. 1 Tahun 1974 telah menyebutkan bahwa: Perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dan seorang wanita sebagai suami dan istri dengan tujuan membentuk keluarga rumah tangga yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. dalam Wantjik, 1976. Ikatan lahir batin antara pria dan wanita dapat dijelaskan sebagai berikut: Ikatan lahir adalah ikatan yang nampak dan mengikat antara suami dan istri yang telah diatur sesuai dengan Peraturan atau Undang-undang Perkawinan. Kemudian, ikatan batin merupakan ikatan yang tidak nampak secara langsung karena ini merupakan ikatan psikologis. Ikatan ini terwujud tanpa adanya paksaan tetapi berdasarkan hubungan cinta kasih antara suami dan istri. Jika ikatan lahir dan batin ini tidak terwujud dalam perkawinan, maka hal ini dapat menimbulkan masalah yang berakibat pada perpisahan dalam keluarga. Perkawinan merupakan salah satu aktivitas manusia. Aktivitas manusia biasanya terkait dengan tujuan termasuk juga perkawinan. Pada dasarnya, perkawinan merupakan aktivitas yang dilakukan oleh suami dan istri. Oleh karena itu, dalam perkawinan mereka mempunyai tujuan yaitu membentuk keluarga rumah tangga yang bahagia dan kekal. Keluarga dikatakan bahagia apabila dalam keluarga itu tidak terjadi konflik terus menerus atau ketegangan- ketegangan yang dapat menimbulkan pertengkaran-pertengkaran, sehingga keluarga berjalan smooth atau lancar tanpa goncangan-goncangan yang berarti. Kebahagiaan itu bersifat subyektif dan relatif. Kebahagiaan subyektif artinya kebahagiaan yang dirasakan oleh seseorang belum tentu berlaku bagi orang lain pula, sedangkan kebahagiaan relatif artinya seseorang karena melakukan aktivitas tertentu yang pada suatu waktu dapat menimbulkan kebahagiaan tetapi di lain Universitas Sumatera Utara waktu mungkin tidak dapat menimbulkan kebahagiaan. Dalam agama Kristen ada istilah Keluarga Kekal. Keluarga kekal mempunyai arti bahwa setiap pasangan dalam keluarga perlu sekali membentuk ikatan perkawinan yang berlangsung seumur hidup dan selama-lamanya. Pasangan suami dan istri akan berpisah dan tidak kekal jika salah satu atau kedua belah pihak meninggal dunia. Dengan kata lain, pemutusan ikatan perkawinan atau perceraian itu tidak diperbolehkan kecuali karena kematian. Tujuan yang hendak dicapai oleh pasangan suami dan istri itu adakalanya berbeda satu sama lain. Tanpa adanya satu kesatuan tujuan di dalam keluarga yang harus dicapai bersama-sama, maka kemungkinan besar keluarga tersebut akan mengalami banyak hambatan yang dapat membuat keluarga tersebut kelihatan utuh dari luar tetapi rapuh di dalamnya. Perilaku yang nampak utuh tetapi rapuh ini dapat dilihat melalui gejala-gejala di antaranya, sering terjadi konflik dan stres, setiap saat terjadi pertentangan dan ketegangan, pertengkaran terus-menerus, berdiam diri dan tidak saling bertegur sapa, berjalan menurut kemauan sendiri-sendiri, acuh tak acuh terhadap persoalan yang dialami oleh pasangannya, mundur dari semua aktivitas gereja, pisah ranjang dan perselingkuhan. Situasi ini dapat memancing keretakan dan menimbulkan perpisahan Sirang so Sirang keluarga sehingga keluarga menjadi tidak utuh lagi. Jika terjadi perpisahan Sirang so Sirang maka yang menanggung akibatnya adalah anak karena ia akan mengalami trauma atau luka batin sepanjang hidupnya. Anak menjadi kehilangan perhatian dan kasih sayang yang utuh dari kedua orangtuanya, anak bisa mengalami hambatan dan masalah dalam Universitas Sumatera Utara perkembangan pribadi, sosial, emosi dan psikisnya. Selain itu, anak bisa mengalami penurunan dalam prestasi belajarnya.

4.6 Komunikasi dalam Perkawinan