Profil Informan Penatua Gereja, Adat dan Masyarakat

mempertimbangkannya, namun untuk bercerai tidak sanggup. Oleh karena itu SM sepakat dengan IS untuk pisah ranjang Sirang So Sirang.

4.2.2. Profil Informan Penatua Gereja, Adat dan Masyarakat

1. NM. S Laki-laki Bapak NM.S ini adalah seorang pendeta yang melayani di salah satu Gereja suku. Beliau lahir di Sidikalang, Sumatera Utara. Lahir pada tanggal 1 Mei 1972 dan sekarang beliau berumur 39 Tahun. Bapak NM. S ini sudah menikah dengan Ibu HS dan sekarang sudah dikaruniai 3 orang anak, 2 orang anak perempuan dan 1 orang anak laki-laki. Selain aktif sebagai pelayan Tuhan sehari- harinya Bapak NM.S ini juga sangat memperhatikan masalah adat dan selalu aktif dalam acara-acara adat. Dilihat dari sikap siap dan mau melayani, Bapak ini mencerminkan sosok seorang Bapak yang bertanggungjawab dan Pelayan Tuhan yang sesuai dengan profesinya. Menurut Bapak NM.S Sirang So sirang adalah pisah tapi belum ada keputusan lembaga adat atau lembaga pengadilan yg resmi dan permanen. Mereka berpisah dan tidak satu rumah karena ada masalah ditengah tengah keluarga. Saat saya menajukan pertanyaan mengenai Apa pandangan Bapak kepada keluarga yang telah melakukan sirang so sirang, Bapak NM.S menjawab: “Berhubungan dengan pemahaman diatas saya memahami sirang so sirang adalah masa waktu ketegangan bagi suami dan istri yang memutuskan tidak satu rumah baik oleh sepihak maupun oleh keduaduanya. Masa ini bisa kita sebut konflik keluarga tanpa ada upaya rekonsiliasi. disebut demikian karena bisa saja sirang so sirang karena belum ada jalan keluar untuk memperdamaikan keduanya. jika pilihan Universitas Sumatera Utara cerai menurut adat dilakukan sangat beresiko karena berhadapan pihak dalihan natolu untuk memisahkan mereka, dari segi adat batak ada semacam ini sangat mahal baik karena apihak parboru harus mengembalikan boli segi material dan baik dari segi moral dan psikis rasa malu”. Lalu saya melanjutkan pertanyaan saya mengenai Apa ada tindakan para tokoh Gereja kepada orang yang mengalami sirang so sirang sebagai solusi agar tidak terjadi Sirang so Sirang, Bapak NM.S menjawab: “Tokoh agama seharusnya menjadi mediator dalam merekonsiliasikan keduanya, karena itu adalah tugas dan tanggungjawab tokoh agama karena di gereja mereka dipersatukan. Biasanya hal seperti itu dilakukan konseling untuk memediasi mereka. Dan satu-satunya solusi yg ditawarkan gereja adalah memperdamaikannya karena ajaran gereja yg menekankan naso jadi sirang ia so ninirang ni hamatean.” Lalu ketika saya bertanya mengenai masalah Apa memang betul sekarang sudah diperbolehkan adanya Perpisahan di Etnis Batak Toba Kristen, Bapak NM.S menjawab: “Sampai sekarang Gereja HKBP selaku pendeta HKBP baik dalam konstitusi dan dalam prakteknya bahwa sampai sekrang HKBP tidak memperbolehkan perceraian, kecuali kematian. Bahkan keputusan pengadilan sekalipun HKBP tidak menerimanya hingga kini. Hal anggota jemaat cerai dipengadilan kita tidak akui, mereka dihadapan Gereja tetap sebagai pasangan suami istri, jika salah satu pasangan duluan menikah itulah yg kita rpp karena telah melanggar ketentuan rumah tangga seorang kristen.” Kemudian saya lanjutkan ke pertanyaan berikutnya mengenai apakah menurut Bapak, masyarakat Batak Toba Kristen yang memang tidak mau bercerai karena merasa repot atau terlalu sulit berhadapan dengan pihak Dalihan natolu, lalu mereka mengambil atau Universitas Sumatera Utara memilih untuk Sirang So Sirang saja, Pak NM.S menjawab: “Pendapat saya pribadi, orang Kristen Batak Toba memilih sirang so sirang lebih banyak didasari rasa malu, rasa malu ini sangat kental karena konsekwensi adat khususnya pemahaman pernikahan dan pandangan kekristenan. Pandangan kedua, pilihan sirang so sirang dipilih ketimbang perceraian oleh lembaga peradilan, tentu ada harapan akan ada jalan keluar terhadap yg mereka hadapi.” Kemudian pada saat saya menanyakan mengenai apa makna keluarga dalam Batak Toba, Pak NM.S menjawab dengan sangat bersemangat “Wah ini sangat penting, bagi orang Batak berkeluarga adalah bagian dari pada kesempurnaan hidup, hagabeon, sanjungan hagabeon ini sangat memukul perasaan terhadap yg tidak punya anak.” Begitu katanya. 2. TM Laki-laki TM adalah seorang pelayan Tuhan atau Pendeta yang melayani di salah satu Gereja HKBP di Kota Medan. TM lahir pada tanggal 1 Januari 1960 dan sekarang beliau sudah berusia 51 Tahun. Bapak ini menikah dengan Ibu EP dan sekarang memiliki 4 orang anak, yaitu 3 orang anak laki-laki dan 1 orang anak perempuan. Beliau sangat dianggap menjadi panutan yang dapat diikuti atau dicontoh dalam segala sikap dan perilaku nya di hadapan Jemaat-jemaatnya di tempat Bapak ini melayani. Sehingga hal tersebutlah yang membuat saya tertarik untuk menjadikan Bapak ini sebagai salah satu informan saya. Pandangan Bapak TM mengenai keluarga yang telah melakukan Sirang So Sirang begini jawabnya Bapak TM, “Jika dilihat dari perspektif hukum Gerejawi, Hal ini perlu diselesaikan. Namun, seandainya hal itu terjadi, dalam kebiasaan atau menurut norma adat khususnya Batak ada beberapa alasan atau faktor Universitas Sumatera Utara mengapa hal itu terjadi. Diantarnya masalah ekonomi. Dengan demikian jika Sirang so Sirang terjadi, itu merupakan suatu jalan untuk meredam masalah yang akan terjadi. Atau dengan kata lain, untuk menghindari masalah dalam RT semakin besar.” Setelah itu saya bertanya lagi mengenai apa memang betul sekarang sudah diperbolehkan adanya perpisahan di Etnis Batak Toba Kristen, lalu begini pendapat Bapak TM: “ Dalam KeKristenan memang tidak diperbolehkan untuk melakukan perpisahan perceraian, Hal itu jelas dalam Alkitab dan Agenda HKBP. Seandainya pun terjadi pemisahan, itu hanya sementara dengan tujuan untuk memperbaiki hubungan dan mengingat kembali makna pernikahan perkawinan Kristen seturut dengan perjanjian yang mereka terima pada saat pemberkatan pernikahan melalui konseling. Setelah itu saya kembali bertanya mengenai Apa ada tindakan para tokoh Gereja kepada orang yang mengalami sirang so sirang sebagai solusi agar tidak terjadi Sirang so Sirang, jawab Bapak TM adalah: “Ada. Contoh solusinya seperti yang diatas, yaitu pemisahan dengan tujuan untuk memperbaiki hubungan.” Lalu saya melanjutkan pertanyaan mengenai apa benar masyarakat Batak Toba Kristen yang memang tidak mau bercerai karena merasa repot atau terlalu sulit berhadapan dengan pihak Dalihan natolu, lalu mereka mengambil atau memilih untuk Sirang So Sirang saja, demikian jawaban dari Bapak TM: “Semua masyarakat Batak memelihara suatu norma adat yang disebut dengan Dalihan Natolu Somba marhula-hula, Manat Mardongan Tubu, Elek Marboru. Itu memang masih terpelihara. Dan itu juga merupakan suatu bagian yang menjadi ikatan dalam Kekeluargaan Kekerabatan dalam adat Batak. Pertanyaannya, sejauh mana seseorang itu memahami Dalihan Natolu...? Jangan-jangan itu Universitas Sumatera Utara Dalihan Natolu menjadi suatu alasan sehingga tidak melakukan perceraian, dengan demikian muncullah istilah untuk memperhalus keadaan yaitu sirang so sirang, tanpa melihatmemperhatikan janji pernikahan dan pemberkatan yang telah diterima dalam gereja.” Dalam Alkitab tertulis: Demikianlah mereka bukan lagi dua, melainkan satu. Karena itu, apa yang telah dipersatukan Allah, tidak boleh diceraikan manusia. Mat. 19:6. Dalam Agenda tertulis: Yang dipersatukan oleh Allah, tidak boleh dipisahkan oleh manusia. Dalam I Kor. 7:5, dikatakan: Janganlah kamu saling menjauhi, kecuali dengan persetujuan bersama untuk sementara waktu, supaya kamu mendapat kesempatan untuk berdoa. Sesudah itu hendaklah kamu kembali hidup bersama-sama, supaya Iblis jangan menggodai kamu, karena kamu tidak tahan bertarak. Dari hal di atas, secara kristen tidak diperbolehkan bercerai. Jika ditemukan keluarga yang hendak bercerai, maka mereka akan dilakukan konseling dengan tujuan untuk memperbaiki hubungan. Pemisahan untuk sementara waktu, itu hanya istilah untuk menghindari sesuatu hal. Karena masalah dalam sebuah keluargakan ada tingkatannya. Misalkan, jika dalam keluarga tersebut terjadi pemukulan. Tentu langkah yang dilakukan adalah dipisahkan dulu atau salah seorang dipindah rumahkan kerumah keluarganya. Baru dilakukan suatu tindakan dengan tujuan untuk memperbaiki hubungan yang sudah retak dalam Rumah Tangga. 3. JM.S Laki-laki Bapak JM.S ini lahir di Dolok Pangaribuan pada tanggal 19 Maret 1978. Untuk mendapatkan gelar sebagai Pendeta, beliau mengambil studi di Institut Filsafat Teologi dan Kepemimpinan Jaffray Jakarta. Bapak JM.S ini termasuk Universitas Sumatera Utara pribadi yang sangat ramah dan rohani dalam kehidupan sehari-harinya. Bapak JM.S ini dari dulu memang bercita-cita sebagai seorang Pendeta dan Pengkhotbah Injil sejak muda. Menurut JM.S menjadi Pelayan Tuhan itu sangat menyenangkan dan memberikan pengalaman yang sangat luar biasa dalam segala sukacita. Ketika saya bertanya tenntang keluarga yang Sirang so Sirang, pendapat Bapak JM.S adalah Sirang so Sirang artinya adalah cerai gantung atau istilah trendnya pisah ranjang. ini adalah fenomena degradasi pada kesakralan pernikahan khususnya pernikahan kristen yang memang sudah dituliskan di dalam Alkitab. Hari-hari diakhir zaman orang akan menjadi tidak peduli pada agama: 2 Timotius 3:1-5. 1. 3:1 Ketahuilah bahwa pada hari-hari terakhir akan datang masa yang sukar. 2. 3:2 Manusia akan mencintai dirinya sendiri dan menjadi hamba uang. Mereka akan membual dan menyombongkan diri, mereka akan menjadi pemfitnah, mereka akan berontak terhadap orang tua dan tidak tahu berterima kasih, tidak mempedulikan agama, 3. 3:3 tidak tahu mengasihi, tidak mau berdamai, suka menjelekkan orang, tidak dapat mengekang diri, garang, tidak suka yang baik, 4. 3:4 suka mengkhianat, tidak berpikir panjang, berlagak tahu, lebih menuruti hawa nafsu dari pada menuruti Allah. 5. 3:5 Secara lahiriah mereka menjalankan ibadah mereka, tetapi pada hakekatnya mereka memungkiri kekuatannya. Jauhilah mereka itu Orang Batakpun tak luput dari degradasi iman tersebut sama seperti seluruh manusia di permukaan bumi ini. Penyebabnya adalah karena mereka Universitas Sumatera Utara mengabaikan ajaran agama. mereka mengabaikan ajaran Kristus dan memilih mengikuti arus dunia yang seringkali mengalir ke arah yang salah. Lalu saya melanjutkan mengenai apa ada tindakan para tokoh Gereja kepada orang yang mengalami sirang so sirang sebagai solusi agar tidak terjadi Sirang so Sirang, pendapat Bapak JM.S adalah bila ada pasangan yang mengalami S3 istilah Bapak JM.S untuk sirang so sirang, tentu gereja hanya bisa bertindak sebatas wewenangnya yaitu menegur dan menasehati. di gereja kami ada namanya departemen Bimbingan dan Konseling. Salah satu tugasnya adalah membimbing dan mengkonseling pasangan yang mengalami S3 dengan tujuan agar mereka kembali menjadi keluarga yang menemukan hakekat yang sebanarnya dari pernikahan yaitu persekutuan yang intim. Kemudian saya melanjutkan mengenai apa memang betul sekarang sudah diperbolehkan adanya Perpisahan di Etnis Batak Toba Kristen. Pendapat JM.S adalah perpisahan untuk sementara agar dapat mengkoreksi dan introspeksi agar nanti kembali bersatu memang dijinkan. istilahnya adalah mediasi. Namun perceraian tidak akan pernah direstui oleh gereja, karena hanya maut yang dapat memisahkan sepasang suami istri. sampai untuk selamanya, perceraian tidak akan pernah diakui dan diijinkan oleh gereja Kristen. kalau toh ada etnis batak yang bercerai, itu bukan dalam lingkup gereja. itu murni adalah urusan yang bercerai dengan hukum. 4. JS Laki-laki Bapak JS lahir pada tanggal 27 Juni 1969. Bapak ini menikah dengan NM yang juga beprofesi sebagai Pendeta. Mereka bertemu pada saat masih kuliah di Sekolah Teologi, UT Universitas Terbuka tahun 1998. dan sekarang Bapak JS melayani sebagai Pendeta di gereja HKBP. Sekarang beliau sudah memiliki 3 Universitas Sumatera Utara orang anak, 2 Perempuan dan 1 orang anak laki-laki. Sebagai pelayan di Gereja Bapak ini juga sangat peduli dengan adat Batak. Pendapat Bapak JS mengenai Sirang so Sirang adalah Sirang so sirang, inilah menggambarkan bahwa komunikasi dan kasih dikeluarga itu sudah hilang. Jika ada keluarga seperti ini sudah pasti sangat perlu pendampingan agar bisa pulih kembali. Karena jika dibiarkan pasti akan cerai. Pendapat Bapak JS mengenai tindakan para tokoh Gereja kepada orang yang mengalami sirang so sirang sebagai solusi agar tidak terjadi Sirang so Sirang adalah tindakan Gereja adalah mendampingi melalui pastoral. Lalu pendapat Bapak JS mengenai apakah memang betul sekarang sudah diperbolehkan adanya perpisahan di Etnis Batak Toba Kristen adalah sampai sekarang blom bisa di setujui perceraian di keluarga orang-orang Batak apalagi keluarga Kristen. Kalau perpisahan bisa makanya ada pepatah orang batak : “Napuran tanotano rangging mansirangoman badanta padaodao alai tondita marsigomgoman.” Kata Bapak JS. 5. AS Laki-laki AS adalah seorang wiraswasta yang bekerja di bidang pejualan Pulsa di daerah Pasar 1 Pd. Bulan. AS lahir pada tanggal 21 Desember 1981, AS lahir dan besar di Kota Medan, seluruh keluarganya bertempat tinggal di Medan. AS termasuk orang yang sangat rajin beribadah ke Gereja setiap hari minggu. Katanya “Kita harus tahu bagaimana caranya berterimah kasih sama Tuhan atas Rejeki kita setiap hari. Makanya kita harus berdoa sama Tuhan setiap Minggu di Gereja.” Alasan Penulis menyertakan AS sebagai Informan masyarakat biasa adalah karena Penulis melihat kehidupan sehari-hari AS yang sangat mencerminkan kehidupan Batak Toba Kristen yang taat. Selain AS rajin Universitas Sumatera Utara menjalankan ajaran agamnaya, AS juga termasuk laki-laki yang sangat menjunjung tinggi nilai adat Batak Toba. Pandangan AS terhadap orang Batak Toba Kristen yang melakukan Sirang so sirang adalah orang yang melakukan Sirang so Sirang itu dikarenakan kurangnya pengetahuan atau pemahamannya tentang adat dan nilai agama yang sudah jelas-jelas ada dalam Batak Toba dan agama Kristen. Namun masyarakat kita yang tidak tahu atau kurang memahami semua itu tidak dapat kita salahkan sepenuhnya, karena dari awal dapat kita lihat bahwa memang adat yang terdapat pada Batak Toba sifatnya sangat mengikat dan rumit. Dengan kata lain susah dimengerti oleh sebagian besar masyarakat kita. “Jangankan masyarakat yang bukan Batak Toba Kristen, masyarakat Batak Toba Kristen itu sendiripun kurang paham” kata AS. Lalu mengenai mengapa Sirang so Sirang pada Batak Toba Kristen sampai ada, menurut pandangan AS hal tersebut disebabkan oleh karena Sirang so Sirang adalah pilihan terakhir yang paling masuk akal untuk solusi masalah keluarganya yang mengalami masalah. Perpisahan adalah jalan yang tebaik menurut mereka tanpa adanya Perceraian. 6. RS Perempuan RS adalah seorang ibu Rumah Tangga yang bertempat tinggal di Jl. Harmonika Pd.Bulan Medan. RS berusia 41 Tahun. RS dan suaminya membuka usaha didepan rumah mereka. Suaminya mengelola usaha Counter Pulsa dan RS mengelola usaha rumah makan. Walaupun kehidupan mereka cukup sederhana, namun keluarga mereka termasuk keluarga yang bahagia. Sekarang mereka Universitas Sumatera Utara dikaruniai 3 orang anak dan hidup mereka terasa lengkap dengan keluarga yang sehat dan kebutuhan ekonomi keluarga dapat terpenuhi. Pandangan RS terhadap keluarga yang melakukan Sirang so Sirang adalah keluarga yang mengambil keputusan untuk Sirang so Sirang itu karena sebenarnya mereka sudah paham akan segala aturan yang mengikat dalam setiap adat Batak Toba. Justru karena mereka sudah mengerti konsekuensi adat yang sebenarnya tentang perceraian, maka mereka memilih untuk melakukan Sirang so Sirang. Sirang so Sirang dianggap menjadi solusi dalam masalah keluarganya dan sekaligus melepaskan diri dari sanksi-sanksi adat jika mereka memutuskan melakukan perceraian. Pandangan lain RS mengenai mengapa Sirang so Sirang pada Batak Toba Kristen sampai ada, menurutnya ya seperti yang dikatakan RS diatas tadi. Bahwa Sirang so Sirang ada itu dibuat oleh orang Batak Toba Kristen yang pada awalnya memang sudah tahu persis bagaimana konsekuensi akan Perceraian dalam adat. Oleh sebab itu maka ide atau istilah lain yang lebih halus atau lebih tidak akan merugikan orang yang ingin berpisah dalam status perkawinannya. 4.3. Hasil Interpretasi Data 4.3.1. Makna Perkawinan Pada Masyarakat Batak Toba