SS disini memiliki jiwa untuk berkembang dan maju, hal tersebut nampak jelas dari sikapnya yang tidak tahan terus menerus meminta belas kasihan atau bantuan
dari orang lain sedangkan suaminya sebenarnya masih mampu menjalankan fungsinya sebagai kepala keluarga yang bertanggung jawab atas segala keperluan
anggota keluarganya. Sedangkan suaminya merasa nyaman dengan keadaan dan fasilitas yang diberikan oleh orangtuanya bahkan setelah dia memiliki keluarga
sendiri dalam arti kata suaminya bukan lagi tanggungan orang tuanya, malah seharusnya suaminya SS lah yang menanggung seluruh kebutuhan anggota
keluarganya sendiri setelah menikah atau berumah tangga.
4.4.5 Sirang so Sirang Terjadi Akibat Pertengkaran Yang Terus Menerus
Berbicara mengenai tujuan perkawinan memang merupakan hal yang tidak mudah, tetapi ini tidak berarti bahwa tidak dapat dilaksanakan. Tujuan yang sama
harus benar-benar diresapi oleh masing-masing pasangan dan harus disadari bahwa tujuan itu hanya dapat dicapai secara bersama-sama, bukan hanya oleh
isteri atau suami saja. Tujuan perkawinan itu di samping membentuk keluarga yang bahagia, juga untuk membentuk keluarga yang kekal. Ini berarti bahwa
dalam perkawinan perlu disadari bahwa perkawinan berlaku untuk seumur hidup, untuk selama-lamanya. Karena itu diharapkan agar adanya kerjasama dan
kemauan yang kuat untuk menciptakan keadaan dan suasana yang harmonis dan menyenangkan tanpa adanya konflik dan permasalahan yang sampai
menggoncang hubungan perkawinan bahkan meretakkan hubungan perkawinan. Salah satu goncangan yang menyebabkan terjadinya perpecahan dalam kehidupan
Universitas Sumatera Utara
rumah tangga suami isteri adalah pertengkaran terus-menerus antara suami dan isteri. Pertengkaran ini bisa bersumber dari masalah apa pun. Bisa masalah
ekonomi, masalah kecemburuan pada pihak lain, masalah anak, dan masalah- masalah lainnya. Dalam hal ini sebenarnya yang menjadi sumber masalah adalah
tidak adanya saling pengertian antara masing-masing pihak, semua pihak mau menang sendiri, sehingga akhirnya keduanya saling menyalahkan dan terlibat
dalam pertengkaran. Banyak pendapat mengatakan bahwa pertengkaran di dalam keluarga adalah bumbu penyedap rumah tangga yang akan menambah akrab
suasana di dalam rumah tangga. Pendapat ini bisa jadi memang benar jika pertengkaran yang dilakukan tersebut tetap melibatkan akal sehat untuk mencari
kebenaran, sedangkan jika pertengkaran itu hanya dilakukan untuk mencari kebenarannya sendiri, maka pepatah itu tidak berlaku. Oleh karena itulah banyak
rumah tangga yang mengalami Sirang so Sirang akibat seringnya terjadi pertengkaran antara suami isteri dalam masyarakat Batak Toba. Berikut adalah
pernyataan LT 51 Tahun mengenai alasan pertengkaran dalam keluarganya. “Setiap saya menyuruh suami saya untuk bekerja,
langsung saja terjadi pertengkaran. Bahan yang sering menjadi pertengkaran adalah mengenai suami saya yang
tidak dapat-dapat pekerjaan. ….saat itu kami terlalu sering bertengkar dan saya takut hal tersebut mengganggu
pertumbuhan anak kami. Makanya saya memutuskan untuk berpisah saja….”
Keputusan LT tadi adalah sebagai tindakan langsung atau tindakan antisipasi terhadap berpengaruhnya pertengkaran yang terjadi diantara LT dengan
suaminya pada perkembangan psikis atau kejiwaan maupun sikap anak-anak mereka. LT tidak mau anak-anaknya merasakan dan menyaksikan segala bentuk
pertengkaran dan perselisian kedua orangtuanya. Tetapi tanpa kita sadari sebagai
Universitas Sumatera Utara
orangtua, kita belum tentu tahu mana keputusan yang sebenarnya terbaik buat anak-anaknya. Terkadang bahkan para orangtua hanya sekedar mengatasnamakan
kepentingan anak-anak dalam mengambil keputusan untuk berpisah Sirang so Sirang. Mereka lupa bertanya secara pribadi ke pribadi atau hati-kehati pada
anak-anak mereka apa yang menjadi kemauan anak-anak sebenarnya, bukan malah merasa berhak atas segala keputusan dalam keluarga hanya gara-gara
mereka adalah orang tuanya atau sebagai orang dewasa yang berhak menentukan dan tahu segalanya yang terbaik untuk setiap anggota keluarga tanpa terkecuali.
Salah. Seharusnya disitu para orang tua langsung bercermin dan mengkoreksi diri atas segala tindakan dan perilaku mereka dihadapan anak-anak mereka sendiri.
Apakah mereka sudah pantas bersikap seperti orangtua seharusnya, yang sejatinya sikap orangtua adalah mengayomi dan melindungi serta memberikan kasih sayang
pada anak-anaknya. Dan yang paling penting adalah orang tua dituntut harus selalu menjadi contoh dan tauladan bagi anak-anak mereka. Oleh karena itu jika
suatu pasangan sudah memutuskan untuk berumahtangga dan mempunyai anak, seharusnya pasangan tersebut benar-benar memikirkan konsekuensinya nanti jika
status mereka sudah menjadi “orang tua” dengan menjaga sikap mereka dan harus siap menjadi tauladan bagi anak-anaknya kelak.
4.5 Interaksi atau hubungan keluarga yang mengalami Sirang so Sirang 4.5.1 Interaksi Suami dan Istri yang mengalami Sirang so Sirang
Pernikahan adalah upacara pengikatan janji nikah yang dirayakan atau dilaksanakan oleh dua orang dengan maksud meresmikan ikatan perkawinan
secara hukum agama, hukum negara, dan hukum adat. Dalam setiap pernikahan
Universitas Sumatera Utara
semua pasangan suami dan istri selalu mengharapkan yang terbaik untuk perjalanan kehidupan rumahtangganya. Dan setiap orang yang baru menikah atau
baru menjalani kehidupan rumahtangga masih memiliki hubungan atau komunikasi yang baik pula. Dengan kata lain mereka masih saling mengasihi dan
saling memberikan perhatian lebih sebagai pasangan yang serasi dan kompak dalam segala hal. Hubungan orang yang baru menikah pada umumnya selalu
berawal dengan baik dan harmonis tanpa ada pertengkaran,karena mereka masih mengecap dan beradaptasi atau dengan kata lain ‘menikmati’ status baru mereka
sebagai pengantin baru. Kata orang setiap pernikahan pasti ada ‘bumbu-bumbu’ nya yaitu pertengkaran-pertengkaran yang dialami oleh pasangan suami istri. Hal
tersebut biasa terjadi dalam hubungan perkawinan. Pertengkaran atau permasalahan dalam kehidupan rumahtangga dapat berakibat memperkuat
hubungan batin atau kasih sayang antar suami istri, bahkan juga sebaliknya dapat memperkeruh dan menghancurkan hubungan perkawinan itu sendiri. Hal tersebut
tergantung pada cara atau antisipasi pasangan tersebut dalam menyikapi setiap permasalahan yang ada dan hasilnya juga tergantung pada keinginan dan keadaan
seperti apa yang dikehendaki pasangan suami istri tersebut. Setiap rumah tangga berbeda-beda jangka waktunya dalam mengahadapi
permasalahan, dan jenis permasalahan tersebut juga berbeda tergantung pada pribadi dan cara interaksi masing-masing pasangan suami istri sebelum masuk
pada pernikahan. Selain itu akan berbeda-beda juga bagaimana hubungan atau interaksi suami istri yang mengalami Sirang so Sirang. Seperti yang dikatakan
oleh ES 24 Tahun, bagaimana keadaan komunikasi atau interaksi ES dengan suaminya setelah Sirang so Sirang.
Universitas Sumatera Utara
“….setelah kami memutuskan untuk berpisah, kami jadi jarang sekali bertemu. Sama sekali gak ada
ngomongan apalagi jumpa.”
Sama seperti pengalaman ES diatas, pengalaman LT 51 Tahun hampir sama keadaannya.
“Tidak pernah sama sekali kami berkomunikasi atau bertemu. Tidak ada juga interaksi yang baik setelah
saya memutuskan untuk pisah dengan suami saya. Ya pokoknya jalan masing-masing lah…atur urusan masing-
masing. Saya gak perduli lagi.”
Sama halnya dengan pernyataan ST 40 Tahun mengenai bagaimana hubungan ST dengan suaminya setelah memutuskan untuk Sirang so Sirang.
“Setelah berpisah, aku gak tau lagi suamiku dimana tinggal. Jadi selama 7 tahun ini ya kami sama
sekali putus komunikasi. Aku ya kerja terus buat anak- anakku, aku gak perduli sama suamiku entah dimana atau
kemana lagi”
Sebagian besar interaksi yang terjadi pada pasangan suami-istri yang mengalami Sirang so Sirang adalah saling tidak memperdulikan kehidupan
pasangannya masing-masing. Saling membenci dan juga saling tidak menaruh perhatian lagi, hal tersebut adalah reaksi timbal balik yang didapatkan atau yang
diterima dari perrilaku atau sikap pasangannya dari pihak manapun suamiistri lebih dulu. Artinya interaksi yang terjadi adalah interaksi yang semakin kurang
baik atau penuh dengan permusuhan dan perselisihan. Biasanya sikap atau keputusan untuk Sirang so Sirang yang diambil adalah cara atau jalan keluar yang
dipilih untuk paling tidak meredakan atau meminimalisir dampak-dampak negatif dari konflik-konflik yang terjadi antara suami dan istri. Ada yang memilih untuk
Sirang so Sirang dengan pasangannya karena ingin mengurangi dampak negatif dari konflik rumah tangganya terhadap anak-anaknya, seperti yang dialami oleh
LT 51 Tahun.
Universitas Sumatera Utara
“….kami terlalu sering bertengkar, dan saya takut hal tersebut mengganggu pertumbuhan anak kami.
Sempat anak laki-laki saya tidak mau sekolah gara-gara kami bertengkar setiap hari. Itu yang membuat hati saya
teriris melihat sikap anak saya ke saya, dek… anak laki- laki saya juga sempat gak mau bicara sama saya.
Makanya saya udah gak tahan lagi.”
Selain ingin mengurangi dampak negatif yang dialami oleh anak-anak dalam keluarga, ada juga yang karena sudah tidak tahan atau sanggup lagi
dengan permasalahan atau beban yang ditanggungnya karena kelakuan pasangannya yang sudah terlampau keterlaluan. Dan biasanya yang menjadi
korban dalan hal seperti ini yaitu adalah pihak si istri. Contohnya saja seperti yang dialami oleh NM 49 Tahun.
“…karena mak tua udah gak tahan lagi sama kelakuan suami mak tua yang selalu aja cari masalah dan
buat malu. Suami mak tua main perempuan, main judi sampai ngutang kemana-mana hanya buat judi. Ujung-
ujungnya yang di hutangi suami mak tua itu datang nagihnya sama mak tua. Ya terpaksalah mak tua yang
bayar semua hutangnya. Belum lagi masalah suami mak tua yang selalu gonta-ganti perempuan diluar sana.
Sampai pernah dilihat anak mak tua suami maktua lagi gandengan sama perempuan lain di luar. Ah, pokoknya
mak tua udah gak tahan lagi lihat kelakuan suami mak tua, makanya dari pada mak tua pusing mikirinnya,
mending mak tua pisah aja, biar gak ada lagi urusan yang bikin pening kepala.”
4.5.2 Interaksi Pihak Keluarga yang mengalami Sirang so Sirang