dari berbagai suku. Interaksi yang terjadi dengan masyarakat pribumi Sumatera Utara sangat terjalin dengan baik, ini terlihat dari konflik-konflik yang terjadi
dapat di kendalikan agar tidak terjadi konflik yang berkepanjangan dan juga budaya kerjasama yang ada di Kota Medan yang dapat digolongkan dengan baik.
Dalam bidang politik juga bahwa masyarakat tidak terlalu memandang SARA Suku, Agama, Ras, dan Antar golongan terbukti dengan suku yang dapat
digolongkan Minoritas dikota Medan dapat memimpin sebuah provinsi, itu merupakan wujud nyata yang dapat dilihat bahwa masyarakat tidak
mempersoalkan yang namanya SARA. Persentase jumlah penduduk agama Islam di kota Medan sebanyak
67,83, persentase agama katolik sebanyak 2,89, Agama Kristen Protestan sebanyak 18,13, Agama Budha sebanyak 10,4 dan agama Hindu sebanyak
0,68 dan lainnya sekitar 0,07 . Dari data tersebut bahwa yang persentase jumlah penduduk yang tertinggi di Kota Medan adalah Agama Islam, sedangkan
untuk Agama Kristen hanya 18,13. Dan yang menjadi sasaran dari penelitian adalah agama Kristen Protestan. http:www.pemkoMedan.go.idperekonnomian -
pertumbuhan.php.
4.1.3. Gambaran Etnis Batak Toba Di Kota Medan
Hubungan kekerabatan dalam masyarakat kota Medan masih sangat baik, dimana dari hasil pengamatan juga bahwa setiap etnis-etnissuku-suku, marga
masih mempunyai berupa persekutuan atau perkumpulan yang dapat meningkatkan kekerabatan keluarga tersebut. Perkumpulan marga juga dapat
mendorong meningkatkan kekerabatan dan juga dapat meningkatkan ekonomi
Universitas Sumatera Utara
keluarga. Seperti halnya dengan Dalihan Na Tolu bagi suku Batak Toba yang berfungsi memberi keseimbangan dalam kekerabatan. Dalihan Na Tolu ini dapat
menumbuhkan sistem kekerabatan yang baik yang dimanapun dan kapanpun akan selalu berfungsi, meskipun tidak berada dikampung halamannya atau telah
merantau, maka falsafah Dalihan Na Tolu akan selalu tetap ada. Adat-istiadat juga sangat dijunjung tinggi membuat sistem kekerabatan itu semakin baik.
Karena bagi suku Batak Toba bahwa yang paling dikenal adalah adatnya yang dikenal begitu dijunjung tinggi, orang tidak mempunyai adat dalam suku batak
Toba dianggap hal yang tidak baik. Orang yang diangkat menjadi orang batak Toba saja di buat adatnya, apalagi orang yang asli batak toba, maka seharusnya
akan ber adat. Aktifitas yang dilakukan oleh masyarakat Etnis batak Toba di kota Medan mulai aktif mulai dari subuh. Banyak kegiatan ekonomi yang dilakukan
masyarakat kota Medan demi memenuhi kebutuhan keluarga sehari-hari. Seperti halnya para inang-ingang parengge-rengge, para inang-inang parrengge-rengge
ini sudah mulai bekerja mulai jam 3 pagi,mereka sudah ke berangkat ke pajak untuk berjualan. Para ibu-ibu ini berjualan sampai sekitar jam 10 pagi . Sebagian
mereka sampai sore bekerja sebagai parengge-rengge. Tidak jauh beda dengan bapak-bapak yang mulai dari pagi mereka mengais rejeki, yaitu para bapak-bapak
supir angkutoplet. Mereka juga mulai dari jam 3 atau jam 4 mereka sudah keluar dari rumah dan mencari sewa, dan kebanyakan sewa mereka adalah para inang-
inang parengge-rengge. Para bapak-bapak ini selain mencari sewa kearah pajak- pajak, mereka juga mencari sewa kearah terminal amplas, karena sebagian bus
yang berasal dari luar kota menuju Medan sampai dikota Medan adalah pagi, para bapak-bapak supir angkot ini sudah standby di terminal amplas menunggu bus
Universitas Sumatera Utara
dari luar kota datang. Tidak kalah juga dengan para bapak-bapak tukang becak, sebagian bapak-bapak ini hampir 24 jam stanby menunggu sewa. Mereka siap
sedia mengantarkan sewa kapan dan kemanapun. Berbeda dengan mayarakat yang bekerja di kantor, baik PNS, pegawai
swasta, dan pekerja-pekerja di supermarket atau Mallplaza. Mereka yang bekerja di sektorr ini sangat berbeda dengan pekerjaan yang dilakukan oleh inang-inang
parengge-rengge dan bapak-bapak tukang becak dan super angkut tersebut. Mereka mulai bekerja jam 8 pagi dan kalau mereka bekerja di PNS atau pegawai
swasta mereka hanya bekerja sampai jam 4 atau 5 sore. Berbeda juga dengan swalayan atau Mall yang mulai jam 8 sampai jam 10 malam buka. Kehidupan
sosial ekonomi masyarakat kota Medan juga dapat dilihat dari banyaknya masyarakat yang tinggal di pinggiran rel atau di kolong jembatan atau juga di
pinggiran-pinggiran sungai. Banyak juga yang mengais rejeki dengan mecari barang-barang bekas, dalam mencari barang-barang bekas mereka tidak
memandang umur, baik itu anak, ibu, bapak mereka bersama-sama mencari barang-barang bekas. Mereka sudah mulai mencari sejak subuh ke tempat
sampah, dan pada siang hari sebagian dari mereka mengamen persimpangan lampu merah. Dari hasi pengamatan penulis, di kota Medan sangat banyak orang
yang mengamen. Mereka terdiri dari ayah, ibu atau anak-anak mereka. Interaksi pada keluarga Batak khususnya Batak Toba dilihat dari nilai-nilai
dan norma yang ada pada masyarakat itu sendiri. Ini dilihat pada istilah yang dikenal dengan sebutan Dalihan Natolu. Pada umumnya masyarakat Batak Toba
mempunyai lembaga kekerabatan yang didasarkan pada Dalihan Natolu. Dalihan Natolu selalu diartikan atau diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia menjadi
Universitas Sumatera Utara
Tiga Tungku Sejarangan. Di dalam sistem sosial tersebut terdapat tiga kelompok kekerabatan yang menjadi unit-unit fungsionalnya. Tungku merupakan bagian
peralatan rumah yang sangat vital. Karena menyangkut kebutuhan hidup anggota keluarga, digunakan untuk memasak makanan dan minuman yang terkait dengan
kebutuhan untuk hidup. Dalam prakteknya, kalau memasak di atas Dalihan Na Tolu, kadang-kadang ada ketimpangan karena bentuk batu ataupun bentuk periuk.
Untuk mensejajarkannya, digunakan benda lain untuk mengganjal. Dalam bahasa Batak, benda itu disebut Sihal-sihal artinya Apabila sudah pas letaknya, maka siap
untuk memasak. Ompunta naparjolo martungkot salagunde. Adat napinungka ni naparjolo
sipaihut-ihut on ni na parpudi. Umpasa itu sangat identik dengan falsafah dalihan natolu paopat sihal-sihal sebagai sumber hukum adat Batak. Apakah yang disebut
dengan Dalihan Na Tolu Paopat Sihal-Sihal itu. Dari umpasa di atas, dapat disebutkan bahwa dalihan natolu itu diuraikan sebagai berikut : Somba Marhula-
Hula, Manat Mardongan Tubu, Elek Marboru. “Angka na so somba marhula-hula siraraonma gadongna, molo so Manat mardongan tubu, natajom ma adopanna,
jala molo so elek marboru, andurabionma tarusanna”. Somba marhula-hula. Hula-hula dalam adat Batak adalah keluarga laki-
laki dari pihak istri atau ibu, yang lazim disebut tunggane oleh suami dan tulang oleh anak. Dalam adat Batak yang paternalistik, yang melakukan peminangan
adalah pihak lelaki, sehingga apabila perempuan sering datang ke rumah laki-laki yang bukan saudaranya, disebut bagot tumandangi sige. artinya, dalam budaya
Batak tuak merupakan minuman khas. Tuak diambil dari pohon Bagot enau. Sumber tuak di pohon Bagot berada pada mayang muda yang di agat. Untuk
Universitas Sumatera Utara
sampai di mayang diperlukan tangga bambu yang disebut Sige. Sige dibawa oleh orang yang mau mengambil tuak maragat. Itulah sebabnya, Bagot tidak bisa
bergerak, yang datang adalah sige. Sehingga, perempuan yang mendatangi rumah laki-laki dianggap menyalahi adat. Pihak perempuan pantas dihormati, karena
mau memberikan putrinya sebagai istri yang memberi keturunan kepada satu-satu marga. Penghormatan itu tidak hanya diberikan pada tingkat ibu, tetapi sampai
kepada tingkat ompung dan seterusnya. Hula-hula dalam adat Batak akan lebih kelihatan dalam upacara Saurmatua meninggal setelah semua anak berkeluarga
dan mempunyai cucu. Biasanya akan dipanggil satu-persatu, antara lain : Bonaniari, Bonatulang, Tulangrorobot, Tulang, Tunggane, dengan sebutan hula-
hula. Disebutkan, Naso somba marhula-hula, siraraon ma gadong na. Gadong dalam masyarakat Batak dianggap salah satu makanan pokok pengganti nasi,
khususnya sebagai sarapan pagi atau bekalmakan selingan waktu kerja tugo. Siraraon adalah kondisi ubi jalar gadong yang rasanya hambar. Seakan-akan
busuk dan isisnya berair. Pernyataan itu mengandung makna, pihak yang tidak menghormati hula-hula akan menemui kesulitan mencari nafkah.
Dalam adat Batak, pihak borulah yang menghormati hula-hula. Di dalam satu wilayah yang dikuasai hula-hula, tanah adat selalu dikuasai oleh hula-hula.
Sehingga boru yang tinggal di kampung hula-hulanya akan kesulitan mencari nafkah apabila tidak menghormati hula-hulanya. Misalnya, tanah adat tidak akan
diberikan untuk diolah boru yang tidak menghormati hula-hula baca elek marboru. Dalam budaya Batak, ada umpasa Litok aek ditoruan, tujulu ni jalanan.
Hal ini terjadi apabila dalam suatu keluarga terdapat penderitaan atau kesusahan hidup. Ada pemikiran, semasa hidup pendahulu dari generasi yang sengsara atau
Universitas Sumatera Utara
menderita itu ada sikap-sikap yang tidak menghormati hula-hula, sehingga pernyataan siraraon do gadongna dianggap menjadi bala dalam kehidupannya.
Untuk menghilangkan bala itu, diadakanlah upacara adat mamboan sipanganon untuk memohon ampun apabila ada kesalahan-kesalahan generasi terdahulu
kepada pihak hula-hula. Upacara mamboan sipanganon disampaikan kepada keturunan pihak hula-hula setaraf generasi terdahulu atau tingkat yang dianggap
pernah terjadi kesalahan itu. Dalam berbagai agama, ibu sangat diagungkan. Bahkan ada ungkapan
sorga ada ditelapak kaki ibu. Dalam agama Kristen, hukum Taurat ke V menyebutkan, hormatilah ibu-bapamu agar lanjut usiamu. Tidaklah bertentangan
bila falsafah dalihan na tolu somba marhula-hula diterapkan. Karena kita menghormati keluarga ibu yang kita cintai itu. Dalam agama Kristen disebutkan,
kalau menghormati orang tua, akan mendapat berkat dan lanjut usia. Manat Mardongan Tubu. Dongan tubu dalam adat Batak adalah kelompok masyarakat
dalam satu rumpun marga. Rumpun marga suku Batak mencapai ratusan marga induk. Silsilah marga-marga Batak hanya diisi oleh satu marga. Namun dalam
perkembangannya, marga bisa memecah diri menurut peringkat yang dianggap perlu, walaupun dalam kegiatan adat menyatukan diri. Misalnya Si Raja Guru
Mangaloksa menjadi Hutabarat, Hutagalung, Panggabean, dan Hutatoruan Tobing dan Hutapea. Atau Toga Sihombing yakni Lumbantoruan, Silaban,
Nababan dan Hutasoit. Dongan Tubu dalam adat Batak selalu dimulai dari tingkat pelaksanaan adat bagi tuan rumah atau yang disebut Suhut. Kalau ada satu marga
mempunyai upacara adat, yang menjadi pelaksana dalam adat adalah seluruh marga tersebut yang kalau ditarik silsilah ke bawah, belum saling kawin.
Universitas Sumatera Utara
Gambaran dongan tubu adalah sosok abang dan adik. Secara psikologis dalam kehidupan sehari-hari hubungan antara abang dan adik sangat erat. Namun satu
saat hubungan itu akan renggang, bahkan dapat menimbulkan pertumpahan darah. Angka naso manat mardongan tubu, na tajom ma adopanna. Ungkapan itu
mengingatkan, na mardongan tubu yang semarga potensil pada suatu pertikaian. Pertikaian yang sering berakhir dengan adu fisik .
Dalam adat Batak, ada istilah panombol atau parhata yang menetapkan perwakilan suhut tuan rumah dalam adat yang dilaksanakan. Itulah sebabnya,
untuk merencanakan suatu adat pesta kawin atau kematian namardongan tubu selalu membicarakannya terlebih dahulu. Hal itu berguna untuk menghindarkan
kesalahan-kesalahan dalam pelaksanaan adat. Umumnya, Panombol atau parhata diambil setingkat di bawah danatau setingkat di atas marga yang bersangkutan.
Apabila dalam suatu adat Batak terdapat pelecehan atau sikap meremehkan teman semarganya, biasanya akan berakhir dengan perdebatan sengit bahkan pada
perkelahian. Hal itu dapat dipahami, karena suatu keluarga yang bersaudara antara abang dan adik tidak terdapat batas-batas. Bahkan karena diikat oleh kasih sayang,
dalam adat Batak , namardongan tubu dapat selalu memanggil nama, khususnya kepada tingkat di bawahnya. Misalnya panggilan “ho”, “langkam”, “amani aha”,
dll panggilan yang sangat akrab, namun harus diingat dalam keakraban itulah terdapat peluang-peluang sakit hati yang menimbulkan pertikaian atau
perkelahian. Hal ini dapat terjadi pada tonggo raja perencanaan acara puncak adat yang tidak menempatkan posisi dongan tubu sesuai dengan kepentingan
adat.
Universitas Sumatera Utara
Dalam kasus lain, manat mardongan tubu sangat perlu diingat dalam masalah harta warisan atau masalah kepemilikan. Karena dalam kenyataannya,
masalah warisanlah penyebab terbesar pertikaian di kalangan namardongan tubu. Hal itu terbukti pula dalam persidangan-persidangan pengadilan negeri di Bona
Pasogit yang bertikai akibat harta warisan terutama tanah sering membawa korban jiwa. Pertikaian akibat harta warisan antara boru ke hula-hula sangat
jarang sekali. Dalam ungkapan umpasa batak ada istilah jolo diseat hata asa di seat raut. Artinya, sebaiknya segala sesuatu itu dimusyawarahkan dulu sebaik-
baiknya, barulah dilaksanakan. Umumnya umpasa itu disampaikan dalam rangka pembagian jambar, yang diatur oleh pihak-pihak namardongan tubu. Itulah
sebabnya ada ungkapan marpanungkun konsultasi. Patutak Pande Bosi, soban bulu panggorgorina. Marpukpak angka na marhahamaranggi na mardongan
tubu angka boru ma pangolanina. Pandai Besi pande bosi biasanya dalam membentuk tempahannya sangat riuh bunyi peralatannya, namun untuk
menjadikan tempahan itu harus ada kayu atau arang yang membakarnya supaya jadi baik. Demikian diumpamakan, kalau pihak hula-hula namardongan tubu
bertikai karena sesuatu hal, agar tercapai kebaikan, pihak boru berperan sebagai penengah, bukan terlihat dalam pertikaian itu. Itulah tiga falsafah hukum adat
Batak yang cukup adil yang akan menjadi pedoman dalam kehidupan sosial yang hidup dalam tatanan adat sejak lahir sampai meninggal dunia.
http:www.silaban.net20060523dalihan-natolu-sumber-hukum-adat-batak
Universitas Sumatera Utara
4.2 Profil Informan 4.2.1 Informan Kunci Suami atau Istri Yang Sirang So Sirang