Biologi dan Ekologi Karang Lunak

2. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Biologi dan Ekologi Karang Lunak

Karang lunak merupakan kelompok hewan tingkat rendah avertebrata yang termasuk ke dalam filum Coelenterata, kelas Anthozoa. Kelas Anthozoa dibagi dalam dua sub-kelas yaitu sub-kelas Scleractinia dan sub-kelas Octocorallia. Karang lunak termasuk dalam sub-kelas Octocorallia yang memiliki delapan tentakel. Octocorallia memiliki tubuh yang lunak tetapi lentur dan mempunyai tangkai yang melekat pada substrat yang keras terutama karang mati Manuputty, 2002. Bagian atas tangkai disebut kapitulum, bentuknya bervariasi antara lain seperti jamur, bentuk lobus atau bercabang-cabang. Kapitulum mengandung polip yaitu individu atau binatang karang sehingga disebut bagian fertil, sedangkan tangkainya banyak mengandung spikula yaitu duri-duri kecil dari kalsium karbonat yang berfungsi sebagai penyokong jaringan tubuh, sehingga disebut bagian steril. Polip karang lunak dibagi menjadi tiga bagian besar yaitu antokodia, kaliks dan antostela Gambar 1. Gambar 1. Penampang vertikal polip karang lunak Bayer, 1956 Antokodia merupakan bagian yang terdapat di permukaan koloni dan bersifat retraktil, yaitu dapat ditarik masuk ke dalam jaringan tubuh. Apabila antokodia ditarik ke dalam, maka yang nampak dari atas adalah pori-pori kecil seperti bintang. Bangunan luar dari pori-pori inilah yang disebut kaliks. Pada antokodia ditemukan tentakel yang berjumlah delapan dengan deretan duri-duri pinnula yang berfungsi untuk membantu mengalirkan air dan zat-zat makanan ke dalam mulut. Antokodia juga mengandung spikula yang letaknya berderet sampai ke ujung masing-masing tentakel. Pada daerah kaliks ditemukan rongga gastrovaskuler atau rongga perut, terusan dari farinks yang terbagi menjadi delapan dan disebut septa, benang-benang septa dan organ reproduksi atau gonad. Bagian antostela merupakan bagian basal polip yang mengandung jaring-jaring solenia. Jaring-jaring solenia ini menghubungkan antara polip satu dengan polip lainnya Manuputty, 2002. Karang lunak juga mempunyai sel-sel amuboid yang akan berkembang menjadi sel-sel knidoblas dan menghasilkan sel-sel penyengat nematosit. Sebagian dari sel-sel amuboid tersebut akan menjadi sel-sel skleroblas yang menghasilkan sklerit berkapur spikula. Sebaran spikula pada bagian basal tentakel dan dinding tubuh di antara septa umumnya kurang merata. Namun di bagian bawah antokodia, sebaran spikula merata dan tersusun dalam jumlah besar sehingga memberi kesan lebih kokoh dan tidak lentur Manuputty, 2002. Spikula pada bagian kapitulum atas terutama pada bagian dalam dan permukaan lobus serta di bagian permukaan tangkai base umumnya berbentuk “club” yaitu kumparan kecil dengan salah satu ujung yang melebar. Sedangkan di bagian interior tangkai, spikula berbentuk kumparan besar spindle Manuputty, 2002. Anggota Octocorallia hidupnya menetap, tidak dapat berpindah tempat dan melekat erat di dasar perairan yang keras. Octocorallia memiliki kebiasaan makan yang holosoik, yaitu menangkap organisme planktonik crustacea kecil dan larva moluska dalam jumlah yang besar. Namun ada juga beberapa jenis dari suku Xenidae dan jenis-jenis dari genus Clavularia dapat hidup bertahan lama walaupun sama sekali tidak mengambil makanan dari air laut. Hal tersebut dikarenakan jenis-jenis ini mengandung zooxanthellae dalam jumlah besar di dalam dinding gastrodermisnya Manuputty, 1986. Karang lunak hidup di daerah pasang surut sampai kedalaman 200 m. Hewan ini menyukai perairan yang hangat atau sedang terutama di Indo-Pasifik. Faktor-faktor eksternal yang mempengaruhi distribusi dan pertumbuhan karang lunak adalah gelombang, arus, cahaya, nutrien, sedimentasi, kadar garam, dan temperatur. Hasil ekspedisi Sibolga di perairan Timur Jauh zona Indo-Malaya, termasuk Indonesia, mencatat ditemukannya 4 suku, 28 marga dan 219 jenis karang lunak Manuputty, 1986. Karang lunak kaya akan unsur-unsur nutrisi yang penting seperti lemak, protein, dan karbohidrat yang merupakan sumber makanan yang bernilai tinggi bagi predator. Hal inilah yang menyebabkan karang lunak dapat dijadikan sebagai habitat dan sumber makanan oleh binatang laut lainnya. Selain itu juga, komunitas epifit seperti biofilm bakteri, diatom dan alga memberikan makanan terhadap binatang kecil sebagai dasar rantai makanan yang akan dikonsumsi oleh predator karang lunak seperti ikan, krustasea, dan ekhinodermata Manuputty, 1986. Predator khusus yang ditemukan hidup bersimbiosis dengan karang lunak dan bersifat komensalisme diantaranya seperti Ovula ovum dan Phyllodedesmium longicirra Manuputty, 1986. Karang lunak juga bersimbiosis mutualisme dengan beberapa mikroorganisme seperti bakteri. Simbiosis karang lunak dengan oganisme lain dapat terjadi baik pada permukaan tubuh epifit dan di dalam jaringan tubuh endofit Mearns-Spargg et al., 1998.

2.2. Bakteri Asosiatif Karang Lunak