Saran Key Elements of Optimum Management for Fish Landing Base Meulaboh in West Aceh Regency.

Lampiran 6 Hasil pendapat responden terhadap elemen sektor kendala utama program pengelolaan PPI Meulaboh Sub-elemen-sub-elemennya: 1. Kualitas SDM yang masih rendah 2. Anggaran pembangunan PPI rendah 3. Campur tangan NGO 4. Kurang pemahaman lembaga adat tentang pengelolaan PPI 5. Kualitas pengelolaan masih rendah 6. Konflik kepentingan antr pemerintah daerah 7. pembuatan peraturan qanun pengelolaan optimal PPI 8. Penempatan pengelola PPI bkn dr keahliaanya 9. Konflik antar nelayan 10.Aksesbilitas ke PPI Matriks Interaksi Tunggal Terstruktur Strutural self interaction matriksSSIM Elemen B Elemen A 10 9 8 7 6 5 4 3 2 1 1 V V V V V V V V V 2 V V V X V X V V 3 A A A A A A A 4 V V V V X A 5 V V V V V 6 V X A V 7 V V V 8 V V 9 A 10 Lampiran 7 Lanjutan Matriks Reachability Reachability MatriksRM Elemen A Elemen B 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 2 1 1 1 1 1 1 1 1 1 3 1 4 1 1 1 1 1 1 1 5 1 1 1 1 1 1 1 1 1 6 1 1 1 1 1 1 7 1 1 1 1 1 1 8 1 1 1 1 1 9 1 1 1 10 1 1 1 Hasil Reachability MatriksRM final elemen kendalan utama dari program pengelolaan Elemen A Elemen B No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 DR R 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 10 1 2 1 1 1 1 1 1 1 1 1 9 2 3 1 1 6 4 1 1 1 1 1 1 1 7 3 5 1 1 1 1 1 1 1 1 1 9 2 6 1 1 1 1 1 1 7 3 7 1 1 1 1 1 1 9 2 8 1 1 1 1 1 6 4 9 1 1 1 6 4 10 1 1 1 3 5 D 1 4 10 6 4 8 8 8 9 9 L 6 4 1 4 4 3 3 3 2 2 Jumlah komponen sub elemen yang tidak konsisten: 8 Nilai konsistensi adalah: 92 Lampiran 8 Hasil pendapat responden terhadap elemen sektor tujuan dari program pengelolaan PPI Meulaboh Sub-elemen-sub-elemennya: 1. Optimalisasi pemanfaatan SDM 2. Peningkatan kinerja DKP dan Panglima Laot 3. Peningkatan keuntungan usaha perikanan 4. Manajemen fungsional PPI 5. Pengelolaan optimal PPI yang baik 6. Kebijakan pemerintah yang berpihak 7. Peningkatan skill pengelola PPI 8. Penyerapan tenaga kerja sesuai ahlinya 9. Kesejahteraan nelayan lebih baik 10. Peningkatan PAD Matriks Interaksi Tunggal Terstruktur Strutural self interaction matriksSSIM Elemen B Elemen A 10 9 8 7 6 5 4 3 2 1 1 V V V V V V V V A 2 V V V v V V V V 3 V V A A V A A 4 V V X X V V 5 V V V V V 6 V V V X 7 V V X 8 V V 9 V 10 Lampiran 9 Lanjutan Matriks Reachability Reachability MatriksRM Elemen B Elemen A 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 2 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 3 1 1 1 1 4 1 1 1 1 1 1 1 1 5 1 1 1 1 1 1 1 6 1 1 1 1 1 7 1 1 1 1 1 1 1 8 1 1 1 1 1 1 9 1 1 10 1 Hasil Reachability MatriksRM final elemen tujuan dari program pengelolaan Elemen B Elemen A No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 DR R 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 9 2 2 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 10 1 3 1 1 1 1 1 1 6 5 4 1 1 1 1 1 1 1 1 8 3 5 1 1 1 1 1 1 1 7 4 6 1 1 1 1 1 5 6 7 1 1 1 1 1 1 1 1 9 2 8 1 1 1 1 1 1 1 1 8 3 9 1 1 2 7 10 1 1 8 D 2 1 7 5 6 8 8 8 9 10 L 7 8 4 6 5 3 3 3 2 1 Jumlah komponen sub elemen yang tidak konsisten: 5 Nilai konsistensi adalah: 95 Lampiran 10 Hasil pendapat responden terhadap elemen sektor tolok ukur indikator keberhasilan dari program pengelolaan Sub-elemen-sub-elemennya: 1. Adanya peraturan pengelolaan yang jelas 2. Kenerja instansi yang terkait sudah efisien 3. Terbentuknya pengelolaan bersama 4. Adanya koordinasi antar stakeholder 5. Tugas pokok panglima laot dan DKP sesuai dengan qanun 6. Penyerapan tenaga kerja tinggi 7. Pendapatan usaha perikanan meningkat 8. Perekonomian daerah meningkat 9. PAD meningkat 10. Tidak terjadi konflik Matriks Interaksi Tunggal Terstruktur Strutural self interaction matriksSSIM Elemen B Elemen A 10 9 8 7 6 5 4 3 2 1 1 V V V V V V V V X 2 V V V V V V A V 3 X V V V V V X 4 X V V V V V 5 X V V V V 6 X V X V 7 X X X 8 X V 9 A 10 Lampiran 11Lanjutan Matriks Reachability Reachability MatriksRM Elemen B Elemen A No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 2 1 1 1 1 1 1 1 1 1 3 1 1 1 1 1 1 1 1 4 1 1 1 1 1 1 1 1 1 5 1 1 1 1 1 1 6 1 1 1 1 1 7 1 1 1 1 8 1 1 1 1 1 9 1 1 10 1 1 1 1 1 1 1 1 Hasil Reachability MatriksRM final elemen tolok ukurindikator keberhasilan dari program pengelolaan Elemen B Elemen A No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 DR R 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 10 1 2 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 10 1 3 1 1 1 1 1 1 1 1 8 3 4 1 1 1 1 1 1 1 1 1 9 2 5 1 1 1 1 1 1 6 4 6 1 1 1 1 1 5 5 7 1 1 1 1 4 6 8 1 1 1 1 1 5 5 9 1 1 1 1 4 6 10 1 1 1 1 1 1 1 1 8 3 D 2 3 5 5 6 8 10 10 10 10 L 6 5 4 4 3 2 1 1 1 1 Jumlah komponen sub elemen yang tidak konsisten: 3 Nilai konsistensi adalah: 97 Lampiran 12 Hasil pendapat responden terhadap elemen sektor aktivitas yang diperlukan untuk terlaksananya program pengelolaan Sub-elemen-sub-elemennya: 1. koordinasi dengan lembaga yang saling terkait 2. pembuatan peraturan pengelolaan 3. pengembangan teknologi 4. trainingpelatihan SDM 5. penyediaan sarana dan prasarana 6. penciptaan kondisi yg kondusif 7. pengembangan akses pasar 8. pengembangan akses informasi 9. terbuka dengan semua pihak Matriks Interaksi Tunggal Terstruktur Strutural self interaction matriksSSIM Elemen B Elemen A No 9 8 7 6 5 4 3 2 1 1 V V V V V V V V 2 V V V V V X V 3 A A A A A A 4 V V V V V 5 A X X V 6 O A A 7 X X 8 X 9 Lampiran 13 Lanjutan Matriks Reachability Reachability MatriksRM Elemen B Elemen A No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 2 1 1 1 1 1 1 1 1 3 1 4 1 1 1 1 1 1 1 1 5 1 1 1 1 1 6 1 1 7 1 1 1 1 1 1 8 1 1 1 1 1 1 9 1 1 1 1 1 Hasil Reachability MatriksRM final elemen aktivitas yang diperlukan untuk terlaksananya program pengelolaan Elemen B Elemen A No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 DR R 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 9 1 2 1 1 1 1 1 1 1 1 8 2 3 1 1 5 4 1 1 1 1 1 1 1 1 8 2 5 1 1 1 1 1 1 6 3 6 1 1 2 4 7 1 1 1 1 1 1 6 3 8 1 1 1 1 1 1 6 3 9 1 1 1 1 1 1 6 3 D 1 3 9 3 7 8 7 7 7 L 5 3 1 3 3 2 3 3 3 Jumlah komponen sub elemen yang tidak konsisten: 2 Nilai konsistensi adalah: 98 Lampiran 14 Hasil pendapat responden terhadap elemen sektor lembaga yang terlibat dalam program pengelolaan Sub-elemen-sub-elemennya: 1. DKP Kabupaten 2. DKP Pusat 3. DKP Provinsi 4. Panglima laot 5. Dinas perhubungan laut 6. Majelis adat aceh 7. Pengelola PPI 8. Syahbandar 9. Akademisipeneliti 10. Koperasi nelayan 11. HNSI Himpunan Nelayan Seluruh Indonesia 12. GAPI Gabungan Pedagang Ikan 13. GAPIKA Gabungan Pengolah Ikan 14. LSM Lembaga Swadaya Masyarakat 15. Lembaga penegak hokum Matriks Interaksi Tunggal Terstruktur Strutural self interaction matriksSSIM Elemen B Elemen A No 15 14 13 12 11 10 9 8 7 6 5 4 3 2 1 1 V V V V V V V V V V V V V V 2 V V V V V V O A A O A A A 3 V V V V V V V A A V V A 4 V V V V V V V V V V V 5 V V V V V O V A A V 6 A O A A O V A A A 7 V V V V V V V V 8 V V V V V V V 9 A O A A O A 10 V V V V V 11 V V V A 12 V V V 13 V V 14 O 15 Lampiran 15 Lanjutan Matriks Reachability Reachability MatriksRM Elemen B Elemen A No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 2 1 1 1 1 1 1 1 3 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 4 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 5 1 1 1 1 1 1 1 1 1 6 1 1 7 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 8 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 9 1 1 10 1 1 1 1 1 1 1 11 1 1 1 1 12 1 1 1 1 1 1 1 13 1 1 1 1 1 14 1 15 1 1 1 Hasil Reachability MatriksRM final elemen lembaga dalam program pengelolaan Elemen B Elemen A No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 DR R 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 15 1 2 1 1 1 1 1 1 1 7 8 3 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 11 5 4 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 14 2 5 1 1 1 1 1 1 1 1 1 9 6 6 1 1 1 1 1 1 1 7 8 7 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 13 3 8 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 12 4 9 1 1 2 11 10 1 1 1 1 1 1 1 7 8 11 1 1 1 1 4 10 12 1 1 1 1 1 1 1 7 8 13 1 1 1 1 1 5 9 14 1 1 12 15 1 1 1 1 1 1 1 1 8 7 D 1 7 5 2 6 11 3 4 11 9 12 11 13 14 13 L 12 6 8 11 7 4 10 9 4 5 3 4 2 1 2 Jumlah komponen sub elemen yang tidak konsisten: 10 Nilai konsistensi adalah: 96 ABSTRACT MUHAMMAD RIZAL . Key Elements of Optimum Management for Fish Landing Base Meulaboh in West Aceh Regency. Supervised by ERNANI LUBIS and RETNO MUNINGGAR. The research was from September to November 2010 of fish landing place PPI Meulaboh at West Aceh District. The aims of this research 1 is to describe in detail the facilities and the activities of PPI Meulaboh and analyze existing problem; 2 to assess and evaluate the policies that support the management PPI Meulaboh at West Aceh District; 3 to determine key elements of optimal management of PPI at West Aceh District. The research was a case study. The data collection method used in this research was a purposive sampling. The analysis methods used in this research were 1 descriptive analysis of facilities and activities at PPI meulaboh through tables, figures and graphs; 2 policy analysis of the management of PPI Meulaboh; 3 analysis of interpretative structural modelling. The success of the used of PPI facilities in accordance with the functions and activities can be obtained if there was the optimal management. According to the data analysis, the port pool, the depth of the port pool, parking areas, cold storage, offices, peace of auction fish TPI, a fishermen hall, a praying place and kiosk were not used properly. This was shown with inactive or active facilities in disrepair. The local government should review the QanunPerda of the management of PPI Meulaboh and take decisive action for noncompliance. According to analysis of interpretative structural modelling, the concept of optimal management model of PPI Meulaboh should emphasis on several key elements. The elements were the management of PPI, panglima laot public sectors affected, the availability of SDI the need for implementation of the program, the low quality of human resources the main obstacle of the program, the improvement performance of panglima laot and DKP the main aim of the program, the explicit rules of management, the efficiency of work-related the indicator of the success of programs, the coordination with related agencies activities required for the implementation of the program, marine and fishing department of district the involved agency. Key words: key elements, optimal, management, fisheries fort RINGKASAN MUHAMMAD RIZAL. Elemen Kunci Pengelolaan Optimal Pangkalan Pendaratan Ikan Meulaboh di Kabupaten Aceh Barat. Dibimbing oleh ERNANI LUBIS dan RETNO MUNINGGAR. Indonesia merupakan negara kepulauan yang memiliki produksi perikanan tangkap terbesar ke-4 dunia setelah China, Peru dan Amerika Serikat. Berdasarkan data statistik, produksi perikanan tangkap Indonesia tahun 2010 mencapai Rp 61,24 triliun atau naik 13,56 persen dari tahun 2009 Rp 53,93 triliun Anonimous, 2011 . Dalam memanfaatkan potensi sumberdaya perikanan yang ada diperlukan prasarana berupa pelabuhan perikanan. salah satu adalah tersedianya fasilitas pelabuhan perikanan. Fasilitas-fasilitas tersebut terdiri dari fasilitas pokok, fungsional dan penunjang Lubis, 2006. Oleh karena itu, pemanfaatan pengelolaan fasilitas dan kondisi fasilitas yang optimal sangat perlu diperhatikan agar aktivitas pelabuhan perikanan dapat berjalan dengan baik. Berdasarkan kebijakan dari pemerintah daerah atau “qanun” Kabupaten Aceh Barat telah ada tugas pokok Lembaga Adat Laot sebagai pembantu DKP, tetapi implimentasi di lapangan tidak sesuai dengan kebijakan, Lembaga Adat Laot yang lebih berperan dan mengambil alih tugas DKP. Pengelolaan yang tidak tepat bisa berdampak pada pemanfaatan pengelolaan fasilitas dan sistem yang tidak aktif atau optimal dalam pengelolaan PPI, untuk mengetahui pengelolaan yang optimal bagi Pangkalan Pendaratan Ikan Meulaboh perlu dilakukan penelitian ini. Penelitian dilakukan pada bulan September-November 2010 di Pangkalan Pendaratan Ikan Meulaboh di Kabupaten Aceh Barat. Tujuan penelitian ini 1 Mendeskripsikan secara detil fasilitas dan aktivitas Pangkalan Pendaratan Ikan Meulaboh dan menganalisis permasalahan yang ada; 2 Menilai dan mengevaluasi kebijakan yang mendukung Pengelolaan Pangkalan Pendaratan Ikan Meulaboh di Kabupaten Aceh Barat; 3 Menentukan element kunci Pengelolaan Optimal di Pangkalan Pendaratan Ikan di Kabupaten Aceh Barat. Penelitian ini menggunakan studi kasus. Metode pengambilan data yang digunakan adalah Purposive Sampling. Metode analisis yang digunakan dalam penelitian yakni: 1 Analisis deskriptif terhadap fasilitas dan aktivitas perikanan tangkap di PPI Meulaboh melalui penyajian tabel, gambar dan grafik; 2 Analisis kebijakan pengelolaan PPI Meulaboh; 3 Analisis Interpretative structural modeling. Keberhasilan pemanfaatan fasilitas pangkalan pendaratan ikan sesuai dengan fungsi dan aktivitasnya jika mempunyai pengelolaan yang optimal. Hasil analisis diperoleh bahwa kolam pelabuhan, kedalaman kolam pelabuhan, tempat parkir, cold storage, perkantoran, tempat pelalengan ikan, balai pertemuan nelayan, tempat ibadah dan kios belum dimanfaatkan dengan baik. Hal ini diindikasikan dengan ada fasilitas yang rusak tetapi dipaksakan beroperasi, ada juga fasilitas yang telah selesai dibangun dengan biaya mahal tetapi belum difungsikan. Pemerintah daerah perlu mengkaji kembali Qanunperda tentang pengelolaan PPI Meulaboh dan sikap tegas bagi yang melanggar. Hasil analisis interpretative structural modeling konsep program pengelolaan optimal Pangkalan Pendaratan Ikan Meulaboh perlu memprioritaskan elemen-elemen kunci dan elemen-elemen yang ada dalam sektor III dari masing- masing elemen sistem untuk keberhasilan program. Elemen-elemen tersebut adalah pengelola PPI, panglima laot, industri perikanan, pemilik kapal, pedagang pengumpulpengecer dan buruh sektor masyarakat yang terpengaruh; ketersedian SDI, dukungan pemerintah kabupaten tentang qanun pengelolaan PPI, dukungan dari kecamatan, ketersediaan anggaran, fasilitas lengkap, ketersediaan data base dan informasi,dukungan teknologi, kebijakan pengelolaan, penyuluhan dan penegakan hukum kebutuhan untuk terlaksananya program; kualitas SDM masih rendah, kurang pemahaman lembaga adat tentang pengelolaan PPI, konflik kepentingan antar pemerintah daerah, pembuatan peraturan pengelolaan PPI, penempatan pengelola PPI bukan dari keahlian ilmunya dan konflik antar nelayan kendala utama program; peningkatan kinerja panglima laot dan DKP, peningkatan keuntungan usaha perikanan, manajemen fungsional PPI, pengelolaan optimal PPI, kebijakan pemerintah yang berpihak, peningkatan skill pengelola PPI dan penyerapan tenaga kerja sesuai ahlinya tujuan utama program; adanya peraturan pengelolaan yang jelas, efisiensi kerja instansi yang terkait bagus, terbentuk pengelolaan bersama, adanya koordinasi antar stakeholder, tugas pokok panglima dan DKP sesuai qanun, penyerapan tenaga kerja tinggi, perekonomian daerah meningkat dan tidak terjadi konflik tolok ukurindikator keberhasilan program program; koordinasi dengan lembaga yang saling terkait, pengelolaan optimal PPI, peningkatan keterampilan pengelola PPI, penyerapan tenaga kerja sesuai ahlinya dan kesejahteraan nelayan lebih baik aktivitas yang diperlukan untuk terlaksananya program; dinas kelautan dan perikanan kabupaten, dan lembaga penegak hukum lembaga yang terkait. Kata kunci: Elemen kunci, optimal, pengelolaan, pelabuhan perikanan 1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Indonesia merupakan negara kepulauan yang memiliki produksi perikanan tangkap terbesar ke-4 dunia setelah China, Peru dan Amerika Serikat. Berdasarkan data statistik, produksi perikanan tangkap Indonesia tahun 2010 mencapai Rp 61,24 triliun atau naik 13,56 persen dari tahun 2009 Rp 53,93 triliun Anonimous, 2011. Perairan Aceh merupakan bagian dari perairan Selat Malaka dan Samudera Hindia. Produksi perikanan di perairan Samudera Hindia pada tahun 2009 mencapai 67.407 tontahun dan 73.001,10 tontahun di wilayah Selat Malaka DKP Aceh, 2010. Dalam memanfaatkan potensi sumberdaya perikanan yang ada, diperlukan prasarana berupa pelabuhan perikanan. Keberhasilan dalam operasional pelabuhan perikanan tidak terlepas dari peran faktor pendukung yang tersedia, salah satunya adalah tersedianya fasilitas pelabuhan perikanan. Fasilitas-fasilitas tersebut terdiri dari fasilitas pokok, fungsional dan penunjang. Menurut Lubis 2006 terlaksananya fungsi-fungsi pelabuhan perikanan secara optimal, akan mengindikasikan keberhasilan pengelolaan suatu pelabuhan perikanan. Pelabuhan perikanan dengan keberadaan berbagai fasilitas yang dimilikinya merupakan jembatan bagi terlaksananya segala aktivitas pendaratan, perdagangan, dan pendistribusian produksi ke daerah konsumen. Oleh karena itu, pengelolaan fasilitas sangat perlu diperhatikan agar aktivitas pelabuhan perikanan dapat berjalan dengan baik. Pengelolaan pelabuhan perikanan yang optimal diharapkan akan berdampak terutama pada tingkat kesejahteraan masyarakat nelayan. Kabupaten Aceh Barat merupakan salah satu daerah tingkah II untuk wilayah stategis bagi perikanan tangkap. Hal tersebut diindikasikan dengan banyaknya pulau-pulau kecil dan terdapatnya 8 Pangkalan Pendaratan Ikan. Sektor perikanan merupakan salah satu andalan bagi kehidupan masyarakat khususnya masyarakat pesisir. Pangkalan Pendaratan Ikan PPI adalah pelabuhan perikanan tipe D yang merupakan prasarana penting dalam aktivitas perikanan tangkap skala kecil. Pangkalan Pendaratan Ikan Meulaboh yang berada di Kabupaten Aceh Barat baru Memberik direnovasi pasca tsunami 2004. Berdasarkan kebijakan dari pemerintah daerah atau qanun Kabupaten Aceh Barat, telah ada tugas pokok Lembaga Adat Laot sebagai pembantu DKP, melestarikan adat istiadat dan kebiasaan-kebiasaan dalam masyarakat nelayan, sedangkan DKP sebagai pengelola PPI tetapi implementasi di lapangan tidak sesuai dengan kebijakan, Lembaga Adat Laot justru lebih berperan dan mengambil alih tugas DKP dalam pengelolaan PPI. Ini kendala yang dihadapi dalam pengelolaannya. Pengelolaan yang tidak tepat bisa berdampak pada pemanfaatan pengelolaan fasilitas dan sistem yang tidak aktif atau optimal. Ini menjadi tantangan tersendiri bagi PEMDA Aceh Barat. Oleh karena itu, PPI Meulaboh perlu didukung oleh suatu pengelolaan yang cocok dengan melibatkan instansi-instansi terkait. Dengan demikian penelitian ini sangat penting dilakukan untuk mengetahui pengelolaan yang optimal bagi PPI Meulaboh. Penelitian sebelumnya tentang PPI Meulaboh adalah tentang “Kondisi operasional Pangkalan Pendaratan Ikan Meulaboh Pasca tsunami dan prioritas program pengembangannya” Hafinuddin, 2009.

1.2 Tujuan Penelitian

1 Mendeskripsikan secara detil fasilitas dan aktivitas Pangkalan Pendaratan Ikan Meulaboh dan menganalisis permasalahan yang ada; 2 Menilai dan mengevaluasi kebijakan yang mendukung Pengelolaan Pangkalan Pendaratan Ikan Meulaboh di Kabupaten Aceh Barat; 3 Menentukan elemen kunci Pengelolaan Optimal PPI Meulaboh khususnya dan di Kabupaten Aceh Barat umumnya.

1.3 Manfaat Penelitian

1 Sebagai bahan pertimbangan bagi pemerintah dalam upaya pengambilan keputusan untuk Pengelolaan Pangkalan Pendaratan Ikan di Kabupaten Aceh Barat, Pemerintahan Aceh. 2 Memberikan informasi mengenai pengelolaan Pangkalan Pendaratan Ikan Meulaboh bagi pihak swasta yang berminat di bidang perikanan 3 an informasi kepada akademisi dan semua pihak tentang pengelolaan optimal Pangkalan Pendaratan Ikan Meulaboh. 2 TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi Elemen

Elemen adalah unsur entity yang mempunyai tujuan dan atau realitas fisik. Setiap elemen mengandung atribut yang dapat berupa nilai bilangan, formula intensitas ataupun suatu keberadaan fisik seperti seseorang, mesin, organisasi dan sebagainya. Kata kunci dari elemen atau komponen adalah mendapatkan elemen kunci yang akan menjadi dasar acuan pengambilan kebijakan untuk melakukan sesuatu dalam sistem. Interaksi atau hubungan anatara dua atau lebih elemen menyatakan bahwa apabila ada perubahan dalam atribut suatu elemen akan mengakibatkan perubahan dalam atribut elemen yang terkait. Adanya interaksi tersebut menyebabkan kendala terhadap perilaku sistem, dinama perlu diketahui sifat hubungan elemen terhadap totalitas relation to the whole dan sifat hubungan antar elemen yang terkait relation of an entity toward other entities. Pola hubungan inilah yang menentukan struktur elemen dari suatu sistem Eriyatno, 2003.

2.2 Perikanan Tangkap

Perikanan adalah semua kegiatan yang berhubungan dengan pengelolaan dan pemanfaatan sumberdaya ikan dan lingkungannya mulai dari praproduksi, produksi, pengolahan sampai dengan pemasaran yang dilaksanakan dalam suatu sistem bisnis perikanan Undang-Undang Nomor 45 Tahun 2009. Perikanan tangkap adalah kegiatan ekonomi yang mencakup penangkapan atau pengumpulan hewan dan tanaman air yang hidup di air laut atau perairan umum secara bebas. Menurut Undang-Undang Nomor 45 Tahun 2009, usaha perikanan tangkap adalah usaha perikanan yang berbasis pada kegiatan penangkapan ikan. Pengertian penangkapan ikan sendiri adalah kegiatan untuk memperoleh ikan di perairan yang tidak dalam keadaan dibudidayakan dengan alat atau cara apa pun, termasuk kegiatan yang menggunakan kapal untuk memuat, mengangkut, menyimpan, mendinginkan, menangani, mengolah, danatau mengawetkannya. Menurut Monintja 2001, perikanan tangkap merupakan suatu sistem yang terdiri dari beberapa komponen atau elemen atau subsistem yang saling berkaitan dan mempengaruhi satu dengan yang lainnya. Komponen-komponen perikanan tangkap terdiri atas 1. Sarana produksi; 2. Usaha penangkapan; 3. Prasarana pelabuhan; 4. Unit pengolahan; 5. Unit pemasaran; dan 6. Unit penangkapan.

2.3 Pelabuhan Perikanan

Pelabuhan menurut Ensiklopedia Indonesia merupakan tempat kapal berlabuh. Pelabuhan tersebut dapat dilengkapi dengan bangunan penahan gelombang yang menjulur ke laut untuk melindungi kapal-kapal dari terpaan angin topan dan gelombang besar. Pelabuhan yang modern dilengkapi dengan los- los dan gudang-gudang serta pangkalan, dok crane untuk membongkar dan memuat barang-barang. Istilah lain yang dikenal terhadap pelabuhan yaitu Bandar yang berarti tempat berlabuh dan berlindung bagi kapal-kapal yang memang kondisinya telah terlindung secara alami oleh gosong-gosong karang atau berbentuk teluk Murdiyanto, 2002. Berdasarkan Undang-Undang Perikanan nomor 45 tahun 2009, pelabuhan perikanan adalah tempat yang terdiri dari daratan dan perairan di sekitarnya dengan batas-batas tertentu sebagai tempat kegiatan pemerintahan dan kegiatan sistem bisnis perikanan yang dipergunakan sebagai tempat kapal perikanan bersandar, berlabuh danatau bongkar muat ikan yang dilengkapi dengan fasilitas keselamatan pelayaran dan kegiatan penunjang perikanan. Menurut Vigarie ′ 1979 Pelabuhan merupakan suatu wilayah terjadinya kontak antara dua bidang sirkulasi transpor berbeda yaitu sirkulasi transportasi darat dan sirkulasi transportasi maritim dimana peranan pelabuhan adalah dapat menjamin kelanjutan dari dua skema transportasi yang saling terkait tersebut. Triatmodjo 2007 mendifinisikan pelabuhan adalah daerah perairan yang terlindung terhadap gelombang, yang dilengkapi dengan fasilitas terminal laut meliputi dermaga di mana kapal bertambat untuk bongkar maut barang, kran-kran untuk bongkar maut barang, gudang laut transit dan tempat-tempat penyimpanan dimana kapal membongkar muatannya, dan gudang-gudang dimana barang-barang dapat disimpan dalam waktu yang lebih lama selama menunggu pengiriman ke daerah tujuan atau pengapalan. Terminal ini dilengkapi dengan jalan kereta api, jalan raya atau saluran pelayaran darat. Dengan demikian daerah pengaruh pelabuhan bisa sangat jauh dari pelabuhan tersebut. Selanjutnya Lubis 2006, mendefinisikan pelabuhan perikanan adalah suatu wilayah perpaduan antara daratan dan lautan yang dipergunakan sebagai pangkalan kegiatan penangkapan ikan dan dilengkapi dengan berbagai fasilitas sejak ikan didaratkan sampai didistribusikan.

2.3.1 Klasifikasi pelabuhan perikanan

Pelabuhan perikanan dapat diklasifikasikan berdasarkan jenis usaha perikanannya Lubis, 2007 yaitu: 1 Pelabuhan perikanan berskala besar atau perikanan laut dalam yaitu pelabuhan untuk perikanan industri atau untuk berlabuh atau bersandarnya kapal-kapal penangkapan berukuran besar dengan panjang antara 40 sampai 120 m dan berat lebih besar dari 50 GT. Mempunyai kolam pelabuhan yang dalam, dermaga yang panjang. Pelabuhan ini juga terdapat perusahaan-perusahan pengolahan dan pedagang-pedagang besar. Hasil tangkapan yang didaratkan dan didistribusikan untuk tujuan nasional dan internasional. 2 Pelabuhan berskala menengah yaitu pelabuhan perikanan untuk perikanan semi-industri atau tempat berlabuh dan bertambahnya kapal-kapal penangkapan ikan berukuran antara 15 sampai 50 GT. Pelabuhan ini terkadang terdapat juga perusahaan-perusahaan pengelolahan ikan dan pada umumnya hasil tangkapannya untuk tujuan nasional dan sedikit untuk lokal. 3 Pelabuhan perikanan berskala kecilperikanan pantai yaitu pelabuhan untuk perikanan kecil atau perikanan tradisional atau tempat berlabuh dan bertambatnya kapal-kapal penangkapan ukuran lebih kecil dari 15 GT. Mempunyai kolam pelabuhan yang tidak dalam. Hasil tangkapan yang didaratkan pada umumnya adalah dalam bentuk segar atau dipertahankan kesegarannya dengan menambahkan es. Hasil tangkapannya ditujukan terutama untuk pemasaran lokal. Berdasarkan Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor: Permen. 16MEN2006 tentang Pelabuhan Perikanan, maka Pelabuhan Perikanan dibagi menjadi 4 kategori utama yaitu: 1 Tipe A : PPS Pelabuhan Perikanan Samudera Faktor kriteria: 1 Melayani kapal perikanan berukuran 60 GT; 2 Menampung 100 unit kapal atau 6000 GT; 3 Melayani kapal yang beroperasi di perairan lepas pantai, ZEE Indonesia, dan perairan internasional; 4 Jumlah ikan yang didaratkan sekitar 40.000 tontahun; 5 Memberi pelayanan untuk ekspor; 6 Tersedia lahan untuk industri perikanan 2 Tipe B : PPN Pelabuhan Perikanan Nusantara Faktor kriteria: 1 Melayani kapal perikanan berukuran 15-16 GT; 2 Melayani kapal perikanan yang beroperasi di ZEE Indonesia, dan perairan nasional; 3 Jumlah ikan yang didaratkan sekitar 8000-15000 tontahun. 3 Tipe C : PPP Pelabuhan Perikanan Pantai Faktor kriteria: 1 Melayani kapal perikanan berukuran 5-15 GT; 2 Menampung 50 unit kapal atau 500 GT; 3 Melayani kapal yang beroperasi di perairan pantai; 4 Jumlah ikan yang didaratkan sekitar 4000 tontahun. 4 Tipe D : PPI Pangkalan Pendaratan Ikan Faktor kriteria: 1 Melayani kapal perikanan berukuran 10 GT 2 Melayani kapal yang beroperasi di perairan pantai; 3 Jumlah ikan yang didaratkan sekitar 2000 tontahun.

2.3.2 Peran pelabuhan perikanan

Pelabuhan perikanan berperan sebagai terminal yang menghubungkan kegiatan usaha di laut dan di darat ke dalam suatu sistem usaha dan berdaya guna tinggi. Peranan pelabuhan perikanan Sub Direktorat Bina Prasarana Perikanan, 1982 diacu Atharis 2008 yaitu sebagai pusat : 1 Aktivitas produksi, yaitu :  Tempat mendaratkan hasil tangkapan  Tempat persiapan operasi penangkapan ikan mempersiapkan alat tangkap, bahan bakar, air, perbaikan kapal, dan istirahat anak buah kapal 2 Distribusi yaitu :  Tempat transaksi jual beli  Terminal untuk pendistribusian ikan  Pusat pengolahan hasil laut 3 Kegiatan masyarakat nelayan, yaitu pusat :  Kehidupan masyarakat nelayan  Pembangunan ekonomi masyarakat nelayan  Lalu lintas dan jaringan informasi antar nelayan maupun masyarakat luar. Menurut Direktorat Jenderal Perikanan 1991 diacu Simanjuntak 2005, peranan pelabuhan perikanan dapat dilihat dari kemampuannya menampung produksi perikanan laut untuk selanjutnya didistribusikan ke pusat-pusat pemasaran atau konnsumen. Agar peranan pelabuhan perikanan semakin terlihat nyata, maka pembangunannya haruslah lebih terarah dan terencana untuk menampung produksi perikanan laut yang belum sepenuhnya didaratkan, didistribusikan dan dipasarkan melalui pelabuhan perikanan.

2.3.3 Fungsi pelabuhan perikanan

Menurut Lubis 2010, pelabuhan perikanan secara umum mempunyai fungsi yang dapat dikelompokkan sebagai berikut: 1 Fungsi maritim Pelabuhan perikanan mempunyai aktivitas-aktivitas yang bersifat kemaritiman, yaitu merupakan suatu tempat bagi nelayan atau pemilik kapal, antara laut dan daratan untuk mendaratkan kapal-kapalnya. Dengan adanya fungsi ini maka dapat diberikan contoh pada tipe pelabuhan perikanan besar atau samudera atau skala industri, yang dicirikan aktivitas kemaritimannya melalui penyediaan fasilitas-fasilitas antara lain berupa kolam pelabuhan yang besar dan cukup dalam agar kapal besar dapat bergerak leluasa, dermaga yang cukup panjang agar kapal-kapal dapat bersandar dan membongkar ikannya secara cepat. 2 Fungsi komersial Fungsi ini timbul karena pelabuhan perikanan merupakan suatu tempat awal untuk mempersiapkan pendistribusian produksi perikanan setelah dilakukan transaksi pelelangan ikan. Proses pendistribusian ini dapat dilakukan sebagai berikut: bahwa ikan-ikan yang telah didaratkan dibawa ke gedung pelelangan ikan untuk dicatat jumlah dan jenisnya. Setelah itu ikan disortir dan diletakkan pada keranjang atau bak plastik, selanjutnya dilelang dan dicatat hasil transaksinya. Pedagang atau bakul ikan mengambil ikan-ikan yang telah dilelang secara cepat dan diberi es untuk mempertahankan mutunya. Ikan didistribusikan dalam bentuk segar dan diangkut dengan truk-truk atau mobil- mobil bak terbuka dan atau mobil-mobil yang telah dilapisi dengan styrofoam dan atau dilengkapi dengan sarana pendingin atau ikan diolah terlebih dahulu sebelum didistribusikan. 3 Fungsi jasa Fungsi ini meliputi seluruh jasa-jasa pelabuhan mulai dari ikan didaratkan sampai ikan didistribusikan. Fungsi jasa dapat dikelompokkan menjadi 1 Jasa-jasa yang melayani pendaratan ikan, antara lain penyediaan alat-alat pengangkut ikan, keranjang-keranjang atau bak plastik dan buruh untuk membongkar ikan. 2 Jasa-jasa yang melayani kapal-kapal penangkap ikan antara lain dalam penyediaan bahan bakar, air bersih dan es. 3 Jasa-jasa yang menangani mutu ikan, antara lain terdapatnya fasilitas cold storage, cool room , pabrik es, dan penyediaan air bersih. 4 Jasa-jasa yang melayani keamanan pelabuhan, antara lain adanya jasa pemanduan bagi kapal-kapal yang akan masuk dan keluar pelabuhan, yang berfungsi memeriksa surat-surat kapal dan jumlah serta jenis barang atau ikan yang dibawa. 5 Jasa-jasa pemeliharaan kapal dan pelabuhan, antara lain adanya fasilitas docking, slipways dan bengkel untuk memelihara kondisi badan kapal, mesin, dan peralatannya agar tetap dalam kondisi baik dan siap melaut setiap kali diperlukan. Slipways, untuk memelihara atau memperbaiki khususnya bagian lunas kapal. Jasa-jasa tersebut pada umumnya tersedia di suatu pelabuhan perikanan. Ragam dari jasa-jasa ini tergantung pada tipe atau kebutuhan dari pelabuhan perikanan itu sendiri. Di pelabuhan perikanan untuk usaha perikanan berskala kecil misalnya, tidak terdapat fasilitas cool room ataupun cold storage, karena ikan yang didaratkan akan habis terjual dalam bentuk segar. Pelabuhan dalam arti khusus selalu berkaitan dengan tipe yaitu jika pelabuhan berskala kecil mempunyai fungsi tidak selengkap dan mempunyai kapasitas fasilitasnya tidak sebesar pelabuhan berskala besar Lubis, 2006. Dalam rangka pengembangan pelabuhan perikanan, pasal 41 UU No. 45 tahun 2009 pemerintah menyelenggarakan dan melakukan pembinaan pengelolaan pelabuhan perikanan maka dalam hal ini Menteri Kelautan dan Perikanan menetapkan beberapa hal sebagai berikut: 1 Rencana induk pelabuhan perikanan secara nasional; 2 Klasifikasi pelabuhan perikanan; 3 Pengelolaan pelabuhan perikanan; 4 Persyaratan danatau standar teknis dalam perencanaan, pembangunan, operasional, pembinaan, dan pengawasan pelabuhan perikanan; 5 Wilayah kerja dan pengoperasian pelabuhan perikanan PP yang meliputi bagian perairan dan daratan tertentu yang menjadi wilayah kerja dan pengoperasian PP; 6 Pelabuhan perikanan yang tidak dibangun oleh pemerintah. Menurut Lubis 2006, beberapa fungsi pelabuhan perikanan di atas belum tercapai karena kebijakan pemerintah yang masih sangat terbatas baik dalam mendukung aktivitas perikanan tangkap maupun yang mendukung aktivitas kepelabuhanan. Selanjutnya dikatakan bahwa terlaksana atau tidaknya fungsi- fungsi pelabuhan perikanan secara optimal, akan dapat mengindikasikan tingkat keberhasilan pengelolaan suatu pelabuhan perikanan.

2.4 Pengelolaan Optimal

Optimal adalah suatu proses pencarian hasil terbaik. Proses ini dalam analisis sistem diterapkan terhadap alternatif yang dipertimbangkan, kemudian hasil itu dipilih alternatif yang menghasilkan keadaan terbaik Gaspersz,1992. Secara normal orang akan mengharapkan “baik” sebanyak-banyaknya, paling banyak atau maksimum, dan “buruk” sedikit-dikitnya paling sedikit atau minimum. Jadi optimum itu sinonim dengan maksimum untuk hal yang teknis yang berkaitan dengan pengukuran kuantitatif dan analisis matematis. Kata “terbaik” yang sama artinya dengan optimum, lebih banyak dipergunakan dan lebih sesuai dengan kehidupan sehari-hari. karena optimal mencakup usaha untuk menemukan cara terbaik di dalam melakukan suatu pekerjaan, cara terbaik di dalam memecahkan suatu persoalan, sehingga aplikasinya meluas pada hal-hal praktis dalam dunia produksi, industri, perdagangan dan politik Haluan, 1985. Tujuan utama pengelolaan optimal adalah pencapaian keuntungan secara maksimum, dengan tetap menjaga keberlangsungan ketersediaan sumberdaya, sebagaimana tujuan pembangunan berkelanjutan yaitu pembangunan untuk memenuhi kebutuhan umat manusia saat ini, tanpa menurunkan atau menghancurkan kemampuan generasi mendatang dalam memenuhi kebutuhannya WCED, 1987 dalam Dahuri , 2002.

2.4.1 Pengelolaan kegiatan di pelabuhan perikanan

Pengelolaan kegiatan di pelabuhan perikanan dapat ditinjau dari 3 aspek Lubis, 2006 : 1 Pengelolaan infrastruktur, suprastruktur dengan semua aktivitas penunjang, antara lain: investasi pelabuhan, penyusunan anggaran, perencanaan pembangunan, pajak, perbaikan dan pemeliharaan fasilitasnya seperti alur pelayaran, marcusuar dan jalan-jalan di lingkungan pelabuhan. 2 Kegiatan-kegiatan karena adanya kontak antara penjual dan pemakai klien, terhadap kapal dan barang-barangkomoditi perikanan serta pemeliharaannya. Kontak ini secara eksplisit dapat berupa kegiatan-kegiatan ataupun jasa-jasa yang diberikan oleh pelabuhan. 3 Peraturan-peraturan kepelabuhanan antara lain peraturan-peraturan lokal, nasional maupun internasional dalam menentukan sirkulasi maritim, peraturan dalam hal perhitungan statistik, pencatatan keluar masuknya kapal, pencatatan dan pemeliharan kesehatan awak kapal. Selanjutnya dikatakan bahwa keberhasilan dalam pengelolaan suatu pelabuhan perikanan antara lain, terhadap kualitas dan kuantitas sumberdaya manusianya, keterkaitan dan keharmonisan hubungan antara staf pengelola pelabuhan antara lain kepala pelabuhan dan pegawainya, para pedagang, nelayan, pengolah dan buruh. Para pengguna tersebut harus dapat bekerja secara profesional, saling bekerja sama dalam pelaksanaan pengoperasian dan taat terhadap peraturan-peraturan yang berlaku. Disamping itu pengguna-pengguna pelabuhan harus menguasai dan bertanggung jawab terhadap tugas atau pekerjannya masing-masing. Keberhasilan dalam pengelolaan suatu pelabuhan antara lain banyak tergantung pada para pengguna yang ada di pelabuhan, misalnya terhadap kuantitas dan kualitas sumberdaya manusianya, keterkaitan dan keharmonisan hubungan antara staf pengelola pelabuhan antara lain kepala pelabuhan dan pegawainya, para pedagang, nelayan, pengolah dan buruh.

2.4.2 Kebijakan pengelolaan perikanan tangkap dan kepelabuhan perikanan

Dalam sebuah pertemuan para pelaku perikanan sedunia di New Delhi, tahun 1997 dideklarasikan bahwa tanggal 21 November adalah hari yang penting bagi masyarakat perikanan dunia yang disebut sebagai World Fisheries Day WFD. Gagasan WFD sebenarnya dipicu oleh keprihatinan para pelaku perikanan sedunia yang sedikit banyak dihantui oleh menurunnya kemampuan produksi perikanan global, terjadinya ekses kapasitas dan gejala overfishing di berbagai perairan dunia, serta terjadinya mismanagement terhadap pengelolaan sumber daya perikanan dan kelautan Fauzi, 2005. Ikan adalah sumberdaya alam yang bersifat renewable atau mempunyai sifat dapat pulihdapat memperbaharui diri, namun demikian sumberdaya ini bukannya tidak tak terbatas. Untuk itu, sumberdaya yang terbatas tersebut harus dikelola secara baik, sebab 1 Tanpa adanya pengelolaan akan menimbulkan gejala eksploitasi berlebihan over employment, investasi berlebihan over investment dan tenaga kerja berlebihan over employment; 2 Perlu adanya pengaturan terhadap hak pemanfaatan use rights dan hak kepemilikan property rights. Dimana menurut Charles diacu dalam Suseno, 2004. Kebijakan pengelolaan policy management merujuk pada upaya atau tindakan yang sedemikian rupa deliberate way untuk menangani isu kebijakan dari awal hingga akhir. Analisis kebijakan merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari kebijakan pengelolaan. Kebijakan umum antara lain mengambil bentuk Undang-undang atau Keputusan Presiden. Kebijakan pelaksanaan adalah kebijakan yang menjabarkan kebijakan umum antara lain berupa Peraturan Pemerintah atau Daerah De Coning, 2004 diacu dalam Hamdan 2008. Kewenangan Pemerintah dan Kewenangan Propinsi sebagai daerah otonom dalam pengelolaan perikanan tangkap yang baik dijelaskan pada peraturan pemerintah pasal 2 ayat 3 No. 25 tahun 2000. Pemerintah pusat memiliki beberapa kewenangan, meliputi: 1 penetapan kebijakan dan pengaturan eksplorasi, konservasi, pengelolaan dan pemanfaatan sumberdaya alam perairan di wilayah laut di luar perairan 12 mil, termasuk perairan nusantara dan dasar lautnya serta ZEE dan landas kontinen; 2 penetapan kebijakan dan pengaturan pengelolaan dan pemanfaatan benda berharga dari kapal tenggelam di luar perairan laut 12 mil; 3 penetapan kebijakan dan pengaturan batas-batas maritim yang meliputi batas-batas daerah otonom di laut dan batas-batas ketentuan kebijakan laut internasional; 4 penetapan standar pengelolaan pesisir pantai dan pulau-pulau kecil; dan 5 penegakan kebijakan di wilayah laut diluar perairan 12 mil dan di dalam perairan 12 mil yang menyangkut hal spesifik serta berhubungan dengan internasional. Pelabuhan perikanan yang merupakan salah satu komponen perikanan tangkap diperlukan suatu kebijakan untuk pengelolaannya, menurut Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor: Permen. 16MEN2006 pasal 12 ayat 1 dikatakan, pengelola pelabuhan perikanan bertanggung jawab atas pemeliharaan fasilitas yang berada di pelabuhan perikanan. Selanjutnya pasal 13 ayat 1 dan 2 menjelaskan bahwa pengelolaan pelabuhan perikanan yang dimiliki oleh Pemerintah Provinsi, Pemerintah KabupatenKota dipimpin oleh seorang Kepala Pelabuhan dan pengelolaan pelabuhan perikanan yang dimiliki oleh BUMN maupun perusahaan swasta dipimpin oleh seorang Kepala Pelabuhan yang mendapat penetapan dari Direktur Jenderal.

2.5 Operasional Pelabuhan Perikanan

Panduan yang disusun sebagai pedoman operasional Pelabuhan Perikanan atau Pangkalan Pendaratan Ikan dengan menyelenggarakan pelayanan prima akan terbatas pada hal-hal yang menyangkut pelaksanaan pelayanan berbagai fasilitas pokok dan fasilitas fungsional yang ada. Sebagai suatu sistem kegiatan yang berlangsung dari waktu secara berkesinambungan maka terselenggaranya pelayanan prima ini sangat dipengaruhi oleh adanya tugas-tugas perawatan dan pemeliharaan terhadap fasilitas yang digunakan dalam operasional fungsi fasilitas tersebut. Operasional adalah implementasi dari segala kegiatan dan pekerjaan yang dilakukan di PPPPI dalam melayani kebutuhan masyarakat pengguna yang memerlukannya. Kegiatan operasional PPPPI yang dilakukan hendaknya berorientasi pada kepentingan masyarakat pengguna PPPPI Murdiyanto, 2002.

2.5.1 Kegiatan operasional di pelabuhan perikanan

Kegiatan operasional yang berlangsung di pelabuhan perikanan adalah Direktorat Jenderal Perikanan, 1994 diacu dalam Lubis, 2007: 1 Pendaratan ikan Pendaratan ikan di pelabuhan perikanan sebagian besar berasal dari kapal penangkapan ikan yang mendaratkan hasil tangkapannya di pelabuhan itu, hanya sebagian kecil berasal dari PPPPI yang dibawa ke pelabuhan itu dengan menggunakan sarana transportasi darat. 2 Penanganan, pengolahan, dan pemasaran ikan Sesuai dengan salah satu fungsinya sebagai tempat pembinaan dan pengawasan mutu hasil perikanan, penanganan ikan segar di pelabuhan perikanan dilakukan dengan metode pendinginan yang dapat dikelompokkan menjadi tiga kategori yaitu pendinginan dengan es, pendinginan dengan udara dingin, dan pendinginan dengan air dingin. Pengolahan ikan dimaksudkan untuk mempertahankan mutu sehingga waktu pemasaran menjadi lebih lama serta meninggikan nilai jual ikan. Kegiatan pemasaran di pelabuhan perikanan bersifat lokal, nasional, dan ekspor. Sistem rantai pemasaran yang terdapat di beberapa pelabuhan perikanan di Indonesia, antara lain : 1 TPI Pedagang besar Pengecer Pedagang Konsumen 2 TPI Pedagang besar Pedagang lokal Konsumen 3 TPI Pengecer Konsumen 3 Penyaluran Perbekalan 4 Pengisian perbekalan. Aktivitas pelabuhan perikanan terkait adalah penyaluran BBM, penjualan air bersih, penjualan es dan suku cadang. Pelayanan perbekalan ini umumnya diadakan oleh pihak UPT Pelabuhan, KUD, Koperasi pegawai pelabuhan, BUMN, dan pihak swasta.