Konsumsi Minyak Sawit Mentah

30 penuaan dini Hseu et al.2008. Stres oksidatif merupakan suatu keadaan yang timbul akibat reaksi metabolik yang menggunakan O 2 , yang mengakibatkan terganggunya sistim oksidan-antioksidan sel. Stres oksidatif ddapat pula didefinisikan sebagai suatu keadaan yang terjadi karena peningkatan kadar radikal bebas di dalam tubuh, yang dapat terjadi karena pembentukannya yang meningkat atau pembuangannya yang berkurang Pratap et al. 2004. Stres oksidatif dapat menyebabkan kematian sel baik secara apoptosis maupun nekrosis. Kematian sel secara apoptosis mencakup proses otodestruksi seluler aktif yang ditandai dengan penyusutan sel, kerusakan membran, dan fragmentasi DNA inti. Sedangkan nekrosis merupakan kematian sel akibat kerusakan yang ditandai dengan kerusakan struktur seluler secara menyeluruh diikuti dengan lisisnya sel Forrest et al. 1994. Sumber stres oksidatif yang terjadi berasal dari peningkatan produksi radikal bebas akibat autooksidasi glukosa, penurunan konsentrasi antioksidan berat molekul rendah di jaringan, dan gangguan aktivitas pertahanan antioksidan enzimatik Kowluru 2001.

2.5.2 Antioksidan dan Enzim Antioksidan

Antioksidan adalah senyawa kimia yang dapat menyumbangkan satu atau lebih elektron kepada radikal bebas, sehingga radikal bebas tersebut dapat diredam Suhartono 2002. Berdasarkan sumber perolehannya ada 2 macam antioksidan, yaitu antioksidan alami dan antioksidan buatansintetik Dalimartha dan Soedibyo 1999. Antioksidan adalah senyawa-senyawa yang mampu menghilangkan, membersihkan, menahan pembentukan maupun memadukan efek spesies oksigen reaktif Lautan 1997. Molekul - molekul antioksidan di dalam tubuh bertugas untuk melindungi sel- sel tubuh dan komponen tubuh lainnya dari radikal bebas, baik yang berasal dari metabolisme tubuh maupun yang berasal dari lingkungan. Antioksidan juga diduga dapat mencegah terjadinya kanker karena kemampuannya dalam menangkal radikal bebas yang merupakan salah satu penyebab kanker Kumar dan Kumar 2009. Penggunaan senyawa antioksidan juga anti radikal saat ini semakin meluas seiring dengan semakin besarnya pemahaman masyarakat tentang peranannya dalam 31 menghambat penyakit degeneratif seperti penyakit jantung, arterosklerosis, kanker, serta gejala penuaan Tahir et al. 2003. Berdasarkan reaksinya dengan radikal bebas atau oksidan dalam sistem pertahanan tubuh, antioksidan dikelompokkan menjadi antioksidan primer, antioksidan sekunder, dan antioksidan tersier. Antioksidan primer bekerja dengan memutus rantai reaksi menjadi senyawa nonradikal atau radikal yang lebih stabil. Antioksidan jenis ini dapat menetralisasi radikal bebas dengan menyumbangkan salah satu elektronnya. Antioksidan yang termasuk dalam kelompok ini adalah tokoferol dan asam askorbat Christyaningsih et al.2003. Antioksidan sekunder bekerja dengan cara mencegah tahapan inisiasi dalam reaksi berantai radikal bebas. Antioksidan yang tergolong dalam kelompok ini adalah superoksida dismutase dan glutation peroksidase. Antioksidan tersier merupakan antioksidan yang bertugas untuk memperbaiki molekul-molekul yang telah mengalami kerusakan akibat radikal bebas. Antioksidan tersier juga berperan dalam membuang berbagai molekul yang telah rusak akibat teroksidasi sebelum molekul-molekul tersebut terakumulasi dalam tubuh dan mengganggu berbagai proses di dalam sel tubuh Tandon etal. 2005. Berdasarkan sumbernya, antioksidan dalam tubuh manusia dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu antioksidan endogen dan antioksidan eksogen. Antioksidan eksogen adalah senyawa-senyawa yang memiliki daya antioksidan yang berasal dari luar tubuh, contohnya adalah vitamin A, asam askorbat, tokoferol, dan beberapa polifenol. Senyawa-senyawa ini dapat diperoleh dari tanaman khususnya komponen karotenoid dan vitamin E yang terdapat pada minyak sawit mentah Antioksidan endogen merupakan antioksidan yang dihasilkan oleh tubuh, berupa enzim yang dapat mengubah radikal bebas menjadi radikal bebas lain atau senyawa lainnya yang lebih tidak berbahaya bagi tubuh. Beberapa contoh enzim antioksidan endogen adalah superoksida dismutase, katalase, dan glutation peroksidase Ming et al. 2009. Antioksidan yang dikonsumsi dapat menghambat atau memperlambat pembentukan radikal bebas dan singlet oksigen pada tahap awal pembentukannya initiaton step serta dapat memutuskan rantai reaksi radikal pada tahap propagasi propagation step sewaktu terjadi oksidasi lipid. Antioksidan yang dikonsumsi dapat 32 aktif secara biologis dengan mekanisme yang berbeda, yaitu a bertindak sebagai pendonor hidrogen, b pengikat atau chelator ion-ion metal atau sebagai penginaktivasi singlet oksigen. Singlet oksigen bukanlah radikal bebas melainkan elektron yang berada dalam keadaan tereksitasi sehingga dapat bereaksi secara dekstruktif dengan biomolekul yang mengandung ikatan rangkap. Karotenoid adalah senyawa yang mampu menginaktivasi singlet oksigen dengan cara physical quenching yaitu suatu proses dimana singlet oksigen dikembalikan kedalam keadaan semula groundstate tanpa membutuhkan oksigen pembentukan produk baru Barnes dan Darley-Usmar 2001. Secara umum dapat dijelaskan bahwa minyak sawit mentah yang kaya akan komponen bioaktif karotenoid dan tokoferol serta tokotrienol dapat berfungsi sebagai antioksidan, baik sebagai antioksidan eksogen yang bekerja langsung didalam tubuh atau sebagai komponen yang diperlukan untuk menjaga keberadaan antioksidan endogen didalam tubuh. Kemampuan suatu senyawa dalam bertindak sebagai antioksidan dapat ditentukan dengan melihat potensial reduksi standar 1 elektronnya. Untuk dapat bekerja sebagai antioksidan, maka senyawa tersebut harus memiliki potensial reduksi standar yang lebih rendah dibandingkan dengan radikal bebas. Potensial reduksi standar senyawa beta karoten sebesar 1060 mV atau lebih tinggi dibandingkan dengan radikal bebas yang ada. Oleh sebab itu, beta karoten bereaksi dengan radikal bebas melalui mekanisme lain, yaitu dengan cara inaktivasi singlet oksigen Liebler 1993. Enzim antioksidan adalah sebuah mekanisme enzimatis didalam tubuh yang dapat membantu menghancurkan radikal bebas sebelum mereka menyebabkan kerusakan selular. Dalam kondisi normal, secara alamiah enzim antioksidan dapat mengatasi radikal bebas yang dihasilkan oleh proses metabolisme tubuh. Ada beberapa macam enzim antioksidan didalam tubuh, diantaranya superoksida dismutase dan katalase. Superoksida Dismutase Superoksida dismutase merupakan salah satu enzim antioksidan yang dihasilkan oleh tubuh. Superoksida dismutase merupakan enzim antioksidan 33 terbanyak di dalam tubuh, yang sebagian besar dari enzim ini terletak di organ hati. Enzim ini termasuk dalam golongan metaloenzim. Berdasarkan kofaktor dan distribusinya didalam tubuh, enzim superoksida dismutase dibagi menjadi copper, zinc superoxide dismutase Cu, Zn-SOD yang terdapat dalam sitoplasma eukariot, manganese superoxide dismutase Mn-SOD yang terdapat pada mitokondria organisme aerobik, iron superoxide dismutase Fe-SOD yang terdapat pada prokariot dan ekstra selular superoksida dismutase Ec-SOD yang banyak ditemukan pada cairan ekstraselular mamalia Choi et al.1999. SOD tergolong enzim yang sangat stabil karena tiap subunitnya dihubungkan oleh ikatan non-kovalen dan terangkai olah rantai disulfida. Senyawa sianida dan dietilditiokarbamat dapat menghambat aktivitas dari Cu, Zn-SOD tetapi tidak Mn- SOD dan Fe-SOD. Inaktivasi dari enzim SOD inipun dapat terjadi saat adanya molekul H 2 O 2 dan EDTA Choi et al.1999. Aktivitas dari superoksida dismutase dapat diukur dengan menggunakan beberapa cara, diantaranya dengan mengukur daya hambat yang ditimbulkan SOD terhadap reaksi yang bergantung pada radikal superoksida maupun dengan menggunakan metode pulse radiolytic. Tetapi cara yang paling umum digunakan adalah dengan pengukuran daya hambat suatu reaksi yang bergantung pada radikal superoksida, diantaranya adalah metode yang berdasar reduksi sitokrom c oleh xantin oksidase McCord 1969, metode yang berdasarkan reaksi autooksidasi dari pirogalol Marklund dan Marklund 1974 dan metode penghambatan reduksi nitroblue tetrazolium oleh enzim xantin oksidase Sun et al. 1988. Prinsip analisa SOD menggunakan metode penghambatan reduksi nitroblue tetrazolium dapat dilhat pada Gambar 6. Senyawa NBT akan mendeteksi adanya radikal superoksida yang dihasilkan dari proses penguraian xantin oleh xantin oksidase. Radikal superoksida yang terbentuk akan mereduksi NBT dan membentuk warna formazan, yang dapat dibaca pada panjang gelombang 450 nm. Enzim SOD dalam eritrosit akan dapat menghambat kerja superoksida dalam mereduksi NBT dengan cara mengubah radikal superoksida menjadi hidrogen peroksida H 2 O 2 dan oksigen O 2 . Satu unit SOD 34 didefinisikan sebagai jumlah enzim yang dibutuhkan untuk menghambat 50 dismutasi dari radikal superoksida Sun et al 1988. Gambar 6 Mekanisme reaksi analisa superoksida dismutase Sun et al. 1988. Katalase Katalase adalah suatu protein heme. Enzim ini terdiri atas empat subunit yang identik, masing-masing mengandung suatu gugus heme Fe III – protoporfirin yang terikat pada sisi aktifnya Deshpande et al. 1996. Enzim katalase yang terlokalisasi pada manusia dalam peroksisom dan hematis. Katalase yang terlokalisasi pada manusia dalam peroksisom dan hematis. Katalase mendegradasi air teroksigenasi menjadi air H 2 O 2 menjadi H 2 O dan ½ O 2 . 2 H 2 O 2 Æ H 2 O +O 2 Pada manusia, enzim ini ditemukan didalam darah, ginjal, limfa, pancreas, otak, jantung, paru-paru, adipose, kelenjar adrenal dan konsentrasi tertinggi terdapat pada hati, yaitu ± 1400 Umg protein Halliwell 1999. Pada organ dan jaringan katalase ditemukan pada periksosom, mitokondria dan reticulum endoplasma. Nitroblue tetrazolium Warna Formazan 35 Aktivitas enzim katalase meningkat dengan meningkatnya akumulasi H 2 O 2 Green 1985. Salah satu metode yang digunakan dalam penentuan aktivitas katalase adalah metode kalorimetri yang dikembangkan oleh Sinha 1972. Metode ini menggunakan zat warna kalium bikromat dalam suasana asam asetat glasial sebagai indikator. Ion tersebut dapat direduksi menjadi kromat oleh senyawa H 2 O 2 Perubahan warna yang muncul dibaca secara spektrofotometri pada panjang gelombang 570 nm. Satu unit aktivitas katalase adalah banyaknya H 2 O 2 yang dipakai oleh katalase per menit. Sel Darah Merah Eritrosit Eritrosit adalah suatu sel yang berisi hemoglobin dan membawa oksigen dari paru-paru ke seluruh tubuh disebut juga sel darah merah red blood cell. Warna kemerah-merahan disebabkan adanya kandungan hemoglobin. Bentuk sel darah merah adalah biconcave discoid dengan diameter 7 μm dan ketebalan 1-3 μm. Eritrosit terdapat sekitar 45 volume darah, dengan jumlah yang dapat bervariasi tergantung faktor kesehatan dan ketinggian. Orang yang tinggal di tempat 18.000 kaki diatas permukaan laut bisa memiliki sel darah merah 8,3 x 106mm3 Weiss 1975. Kepingan eritrosit manusia memiliki diameter sekitar 6-8 μm dan ketebalan 2 μm, lebih kecil daripada sel-sel lainnya yang terdapat pada tubuh manusia. Eritrosit normal memiliki volume sekitar 9 femtoliter. Sekitar sepertiga dari volume diisi oleh hemoglobin, total dari 270 juta molekul hemoglobin, dimana setiap molekul membawa 4 gugus heme Hilman et al. 2005. Dalam rangka mengikat oksigen, besi yang terdapat pada heme yang mengisi separuh jumlah hemoglobin harus dijaga dalam bentuk tereduksi disamping sebagai agen oksidasi endogen dan eksogen. Pembentukan sel darah merah atau eritropoisis terjadi di dalam sum-sum tulang belakang oleh aktivitas stem sel atau hemocytoblast. Sel-sel yang belum dewasa dengan ukuran 20-23 μm membelah secara mitosis dan mengalami beberapa transformasi sebelum menjadi eritrosit. Pada awalnya stem sel menghasilkan rubriblast yang berbentuk bulat dengan inti di tengah sitoplasma yang buram. Melalui tahapan pengembangan seperti prorubricyte, rubrycyte, metarubricyte hingga reticulocyte, inti dan sel eritrosit menjadi lebih kecil. Reticulocyte adalah prekursor 36 eritrosit yang tediri atas satu inti dan organela seperti mitokondria, aparatus golgi, ribosom dan retikulum endoplasma. Selanjutnya sel-sel ini membentuk dua polipeptida yaitu α- dan β-globin, dan protoporpirin dengan Fe dari hemoglobin. Setelah menyintesis hemoglobin, reticulocyte memulai proses diferensiasi dimana meraka kehilangan inti dan organelnya, sehingga pada saat sel darah merah dewasa muncul di aliran darah, sel tersebut tidak memiliki inti sel dan kemampuan metabolitnya terbatas Williams 1987, Koolman Rohm 2000. Eritrosit yang bersirkulasi di dalam pembuluh darah mempunyai waktu hidup ±120 hari. Eritrosit tua akan dihancurkan oleh sistem retikulum endoplasma atau dimakan oleh makrofag ketika memasuki limpa. Sebagian besar zat besi yang terdapat dalam hemoglobin akan dipakai ulang, sedangkan heme yang tersisa akan didegradasi menjadi pigmen empedu yang disekresikan oleh hati Williams 1987, Koolman and Rohm 2000. Eritrosit tidak memiliki ribosom dan mitokondria sehingga tidak dapat menyintesis protein sendiri. Sebanyak 95 penyusun eritrosit adalah hemoglobin dan 5 adalah enzim-enzim yang berasal dari hati. Sistem enzim antioksidan pada eritrosit berfungsi melindungi dirinya dari kerusakan oksidatif dan hemolisis. Selain itu pada membrane sel eritrosit terdapat pula vitamin E yang berfungsi sebagai penangkal radikal bebas Zhu et al. 2002. Eritrosit mudah mengalami oksidasi disebabkan oleh kandungan asam lemak tak jenuh yang tinggi. Senyawa oksigen reaktif yang terdapat pada plasma, sitosol, dan membrane sel dapat bereaksi dengan membrane eritrosit. Hal tersebut memengaruhi integritas membran dan menyebabkan terjadinya oksidasi lipid dan protein, yang pada akhirnya menyebabkan terjadinya hemolisis Delmas-Beauvieux et al. 1995. Kerusakan oksidatif pada eritrosit dapat dicegah oleh sistem enzim anioksidan seperti superoksida dismutase, katalase, dan glutation peroksidase yang terdapat pada eritrosit. Selain itu tersedianya vitamin E dan dan senyawa antioksidan lainnya di dalam plasma mengurangi terjadinya kerusakan oksidatif pada eritrosit Kelleyet al. 1999. 37

3. BAHAN DAN METODE

3.1 Waktu dan Tempat Pelaksanaan

Penelitian ini dilaksanakan sejak bulan Mei 2011 sampai dengan bulan April 2012, dengan urutan rencana kegiatan dapat dilihat pada Lampiran 1. Kegiatan pengambilan darah tahap awal dilaksanakan pada bulan Mei bertempat di puskesmas desa Dramaga dan Babakan, yang diikuti dengan tahapan intervensi selama 2 bulan. Setelah 60 hari masa intervensi dilakukan pengambilan darah tahap akhir kepada 22 responden wanita usia produktif. Kegiatan analisa darah dilakukan di Laboratotium Biokimia Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan Fakultas Teknologi Pertanian dan Laboratorium Mikrobiologi Medik Fakultas Kedokteran Hewan Institut Pertanian Bogor.

3.2 Bahan dan Alat Penelitian

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini meliputi kuesioner kuesioner 1 sampai kuesioner 5 selama proses intervensi, produk olahan minyak sawit mentah berlabel SAWIT-A tumis, tabung darah yang berisi antikoagulan, sel darah merah, hidrogen peroksida 30, kalium dikromat, asam asetat glacial, buffer fosfat pH 7, pirogalol, aqua bidestilata, enzim superoksida dismutase, enzim xanthine oxidase, nitroblue tetrazolium, xanthine, EDTA, Tris-HCl pH 8 dan lain-lain. Sedangkan alat yang digunakan adalah peralatan dokumentasi selama proses intervensi kamera, video dan alat perekam suara, alat tulis menulis selama intervensi, box untuk mengangkut darah, sentrifugator, vortex, tabung centrifuge, freezer, spektrofotometer double beam, penangas air, inkubator, lempeng ELISA mikro, ELISA reader, mikropipet dan lain-lain. 3.3Tahapan Penelitian Kegiatan penelitian ini merupakan bagian kecil dari Program Coorporate Social Responsibility Agribusiness and Food PT. SMART, Tbk bekerjasama dengan 38 Fakultas Teknologi Pangan Institut Pertanian Bogor yang diberi nama PROGRAM SAWITA. Secara garis besar kegiatan penelitian meliputi penentuan lokasi penelitian, perancangan kuisioner, penjajakan responden wawancara dan pengisan kuesioner 1, penentuan responden tetap, penentuan responden yang diambil darah, penandatanganan inform consent, pengambilan darah tahap awal, pembagian dan intervensi produk olahan minyak sawit mentah, pengambilan darah tahap akhir, analisa tingkat penerimaan konsumen terhadap produk dan analisa darah. Diagram alir proses penelitian dapat dilihat pada Gambar 7.

3.3.1 Penentuan Lokasi Intervensi

Lokasi intervensi untuk kegiatan penelitian Program SAWIT-A mencakup sepuluh 10 desa di kecamatan Dramaga, namun berdasarkan pertimbangan kemudahan pengawasan dan pemantauan untuk penelitian ini hanya dilakukan di dua 2 Desa, yaitu desa Dramaga dan desa Babakan.

3.3.2 Perancangan Kuesioner

Kuesioner yang digunakan sebagai media wawancara dirancang dan dibuat oleh panitia Program SAWIT-A dengan melibatkan peneliti dalam penyusunan konsep dan isi kuesioner.Kuesioner yang digunakan sebanyak 5 kuesioner selama penelitian berlangsung sejak awal pemilihan atau penjajakan responden, satu minggu setelah penggunaan produk, dua minggu setelah penggunaan produk, satu bulan setelah penggunaan produk dan diakhir penggunaan produk. Kuesioner untuk responden ibu dan anak usia 0 sampai dengan 12 tahun berbeda dengan untuk laki- laki dewasa, wanita dewasa dan manula. Kuesioner yang digunakan dapat dilihat pada Lampiran 2, 3, 4,5 dan 6. 39 Gambar 7 Skema kerja penelitian Penjajakan Calon Responden Penentuan Lokasi Intervensi dan Perancangan Kuisioner -Dramaga - Babakan Wawancara dan Pengisian Kuisioner 1 Penentuan Responden 78 Responden Bersedia diambil darah YA TIDAK Pengambilan Darah Tahap Awal untuk 22 Responden Wanita usia Pembagian Produk Olahan Minyak Sawit Mentah MSMn dan Intervensi selama 60 hari Pengambilan Darah Tahap Akhir untuk 22 Responden Wanita usia produktif Analisa Tingkat Penerimaan Konsumen Analisa Darah ; Analisa Protein, Aktivitas Enzim Superoksida Dismutase danKatalase