23
Tabel 12 Perbandingan aktivitas vitamin A berbagai jenis tanaman
No Sumber Nabati
RE100 g a Aktivitas Relatif
1 MSMn
30000 1
2 Wortel 2000
15
3 Sayuran berdaun
685 44
4 Aprikot 250
120
5 Tomat
100 300
6
Pisang 30 1000
7 Jeruk atau Jus Jeruk
8 3750
Ket a
RE = retinol equivalents
Sumber : Scrimshaw 2000 Pada proses pencernaan MSMnkarotenoid akan dilepaskan dari matriks
pangan dengan adanya aksi asam lambung dan enzim pencernaan. Pelepasan karotenoid dari matriks pangan bergantung pada senyawa lain yang membentuk
kompleks dengan karotenoid seperti protein dan juga bergantung pada bentuk keberadaannya seperti bentuk kristal pada wortel atau bentuk terlarut seperti pada
minyak jagung Deming dan Erdman 1999. Proses penyerapan terjadi dengan cara difusi pasif. Proses ini membutuhkan kelarutan misel dalam lapisan air di sekitar
membran sel mikrofili enterosit. Misel akan berdifusi ke dalam membran dan melepaskan karotenoid dan komponen lipid lainnya pada sitosol sel. Salah satu
contoh mekanisme penyerapan komponen minyak sawit mentah didalam tubuh dapat dilihat pada Gambar 5.
Gambar 5 Mekanisme penyerapan metabolisme dan distribusi beta karoten di dalam tubuhDeming dan Erdman1999.
Β-karoten Chylomicron
β- carotene, retinyl ester
β-carotene di Liver Retinyl ester
-karoten yang tak terserap
Retinol dalam plasma dan β-
karoten β-karoten di jaringan
dan retinol
24
Karotenoid, beta karoten dan provitamin A karotenoid lainnya didalam tubuh diubah menjadi vitamin A retinal oleh enzim
β-karoten-15,15’-dioxygenase βC- 15,15’-DIOX. Retinal kemudian direduksi menjadi retinol oleh enzim retinaldehida
reduktase. Efisiensi penyerapan karotenoid dipengaruhi oleh ada tidaknya komponen lain dalam pangan seperti lemak dan protein Shiau et al. 1990. Makanan yang
mengandung asam lemak tidak jenuh dilaporkan dapat meningkatkan aktivitas βC-
15,15’-DIOX dan cellular retinol-binding protein tipe II CRBP II pada mukosa instestinal tikus. Kecepatan pemecahan bergantung pada status vitamin A dalam
tubuh dan berbeda untuk setiap jenis organisme. Penyerapan karotenoid ke dalam enterosit tidak menjamin seluruh karotenoid tersebut akan dimetabolisme dan diserap
oleh tubuh. Karotenoid tersebut dapat hilang pada lumen saluran pencernaan akibat perubahan fisiologi sel mukosa Deming dan Erdman1999.
Menurut Rodriguez dan Kimura 2004, beberapa faktor yang memengaruhi penyerapan dan pemanfaatan karotenoid antara lain jumlah, tipe karotenoid dalam
makanan bentuk kristal atau terlarut, lemak, vitamin E, serat, status protein dan zink, keberadaan penyakit tertentu dan adanya parasit. Karotenoid yang telah
bergabung dengan sel mukosa intestinal menjadi kilomikron akan dilepas ke dalam limfa. Karotenoid juga ditemukan pada berbagai jaringan. Karotenoid pangan yang
tidak terserap akan dieksresikan melalui feces. Beberapa metabolit karotenoid juga terdeteksi pada feces. Walaupun metabolit polar karotenoid kemungkinan terdapat
dalam bentuk konjugasi dan dapat dikeluarkan melalui urin, namun informasi mengenai hal tersebut sangat terbatas Olson1994.Kemampuan penyerapan
karotenoid dan perubahannya menjadi vitamin A tidak sama untuk setiap jenis karotenoid. Karotenoid provitamin A hanya dapat diubah jika dibutuhkan oleh tubuh
sehingga mencegah potensi toksisitas akibat kelebihan dosis vitamin A Dutta et al. 2005.
Menurut James 2012, vitamin E yang terdapat dalam MSMn meliputi α-, β-
, dan -tocopherol dan tocotrienol. Vitamin E lebih mudah diserap usus, apabila terdapat lemak dan dalam kondisi tubuh yang mempermudah penyerapan lemak.
Tokoferol dari makanan diserap oleh usus digabungkan dengan kilomikron dan ditransportasikan ke hati melalui sistim limfatik dan saluran darah. Di hati, tokoferol
25
disebarkan ke sel-sel jaringan tubuh melalui saluran darah. Di dalam plasma darah, tokoferol bergabung dengan lipoprotein, terutama VLDL very low density
lippoprotein. Kira-kira 40 – 60 tokoferol dari makanan yang dikonsumsi dapat diserap
oleh usus. Peningkatan jumlah yang dikonsumsi akan menurunkan persentase yang diserap. Vitamin E disimpan terutama dalam jaringan adiposa, otot dan hati. Secara
normal, kadar vitamin E dalam plasma darah adalah antara 0,5 – 1,2 mgml. Tidak seperti vitamin larut lemak lainnya, vitamin E tidak disimpan di dalam tubuh dalam
jaringan hati atau jaringan lainnya dalam jumlah lebih dari 2-3 kali konsentrasi normal individu yang tidak mengonsumsi suplemen vitamin E. Di dalam tubuh,
bentuk metabolit dari tokoferol adalah CEHC carboxyethyl hydroxychroman yang dimetabolisir seperti xenobiotik oleh sitokrom P450s. Hasil metabolisme tersebut
dikonjugasikan lalu diekskresi melalui urin dan empedu James 2012.
2.4.3 Konsumsi MSMn melalui Program Sawit A
Program Sawit-A merupakan program kerjasama antara Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor dengan PT. Smart, Tbk. Latar belakang
pelaksanaan Program sawit-A adalah penanggulangan kasus avitaminosis A yang selama ini masih menggunakan suplementasi kapsul vitamin A sintetik dan program
pemerintah dalam memfortifikasi minyak goreng yang berbahan dasar minyak sawit mentah. Program ini adalah kegiatan studi kasus terhadap dampak penggunaan
minyak sawit mentah tanpa bleaching dalam mengatasi masalah avitaminosis A di Indonesia. Dalam program ini dihasilkan beberapa produk baru berbasis minyak sawit
mentah yang secara alamiah mengandung provitamin A dan antioksidan yang tinggi dengan harga yang murah Zakaria et al. 2011.
Program sawit-A merupakan suatu kegiatan yang melibatkan banyak pihak, baik akademisi, industri, masyarakat dan pemerintah. Kegiatan ini dilaksanakan di 10
desa yang berada di kecamatan Dramaga kabupaten Bogor. Program ini melibatkan 37 orang fasilitator mahasiswa Institut Pertanian Bogor, 79 orang kader posyandu
sebagai fasilitator desa, serta didukung oleh Dinas Kesehatan Kabupaten Bogor dan pejabat perangkat desa dan kecamatan Dramaga. Sasaran yang dituju dalam program
26
ini adalah masyarakat prasejahtera yaitu masyarakat dengan pendapatan rendah dan tidak mempunyai kemampuan yang tinggi dalam membeli alternatif vitamin A alami
seperti buah-buahan. Program dilaksanakan selama 2 bulan terhadap 2142 orang masyarakat desa
yang dinamakan responden termonitor. Disamping itu terdapat responden yang tidak termonitor sebanyak 2692 orang responden. Setiap fasilitator mahasiswa dan kader
desa membawahi 50–80 orang responden dalam satu atau dua RT yang disebut dengan cluster. Hal ini dilakukan untuk memudahkan tujuan monitoring dan
sosialisasi produk. Penentuan responden dilakukan berdasarkan data keluarga prasejahtera di kantor desa dan dilanjutkan dengan wawancara langsung door to door
ke calon responden. Masyarakat yang dinyatakan layak menjadi responden kemudian diberikan produk Sawit-A; Sawita Tumis sebanyak 1 botol volume 140 ml per
keluarga per minggu. Kegiatan monitoring dan penggantian sampel dilakukan setiap minggu selama 2 bulan Zakaria et al. 2011.
Pada awal, pertengahan dan akhir program dilakukan kegiatan pertemuan masal yang bertujuan memberikan pengetahuan mengenai manfaat dan cara
penggunaan produk minyak sawit mentah serta sosialisasi pemanfaatan bahan pangan alami yang menyehatkan. Pertemuan masal diikuti dengan berbagai kegiatan lainnya,
seperti lomba memasak, lomba cepat tepat ilmu pangan dan berbagai kegiatan yang bertujuan meningkatkan kesadaran serta pengetahuan masyarakat akan bahan pangan
sumber vitamin A alami. Dalam program ini dilakukan pengamatan terhadap respon atau penerimaan produk yang meliputi pengetahuan dasar mengenai produk, sifat-
sifat organoleptik produk serta kemungkinan keberlanjutan konsumsi produk setelah program ini berakhir Zakaria et al. 2011.
Selama program berlangsung dilakukan pengambilan darah terhadap 22 orang responden yang terdiri atas wanita usia produktif yang berdasarkan hasil wawancara
tidak mengonsumsi suplemen vitamin A sintetik serta suplemen lainnya yang akan memengaruhi hasil penelitian. Pengambilan darah dilakukan dua kali, pada awal dan
akhir program. Darah kemudian dianalisa berdasarkan parameter-parameter yang menunjang kecukupan vitamin A didalam tubuh Zakaria et al. 2011.
27
2.4.4 Penerimaan Konsumen terhadap MSMn
Memilih makanan menjadi salah satu bentuk perilaku yang kompleks, dipengaruhi oleh berbagai faktor yang saling berkaitan, yaitu oleh makanan itu
sendiri, individu yang membuat pilihan, lingkungan ekonomi dan sosial dimana pilihan itu dibuat Meiselman dan MacFie 1996.
Menurut Pilgrim 1956, penerimaan pangan food acceptability menunjukkan perilaku makan yang disertai dengan kesenangan. Batasan tersebut
menekankan adanya komponen perilaku dan komponen sikap, dimana kesenangan termasuk di dalamnya. Dalam model penerimaan pangan ini, persepsi merupakan
aspek utama yang memengaruhi. Persepsi itu sendiri dipengaruhi oleh tiga komponen yaitu fisiologis individu, sensasi dari hasil kombinasi pangan dan sikap individu.
Food acceptability berbeda dengan food preference yang merupakan penilaian afektif pada pangan yang belum atau sudah dimakan, penerimaan pangan digambarkan untuk
penilaian afektif pada pangan yang secara aktual telah dimakan Cardello dan Schuutz 2000.
Untuk mengetahui tingkat penerimaan konsumen terhadap suatu produk perlu dilakukan berbagai macam kegiatan pengujian terhadap produk tersebut. Pengujian
produk dapat dilakukan melalui uji sensoris. Uji sensoris atau evaluasi sensoi adalah suatu metode ilmiah yang digunakan untuk mengukur, menganalisis dan
menginterpretasikan respon terhadap suatu produkberdasarkan apa yang ditangkap oleh indera manusia, seperti penglihatan, penciuman, perasa, peraba dan pendengaran
Stone and Sidel 2004. Secara umum ada tiga metode dalam evaluasi sensoris yaitu uji pembeda difference test, uji deskriptif descriptive test dan uji afektif
acceptance and preference test Lawless and Heymann 1998. Uji afektif merupakan uji yang dilakukan untuk mengetahui tingkat kesukaan. Uji ini meliputi
uji kesukaan atau uji hedonik dan uji mutu hedonik Resurreccion 1998. Berdasarkan tempatnya uji afektif ini dibedakan menjadi tiga yaitu pengujian di laboratorium,
pengujian di pusat konsumen dan pengujian di rumah. Pengujian mengenai penerimaan konsumen telah dilakukan oleh Zakaria et al.
2011 di kecamatan Dramaga kabupaten Bogor terhadap produk olahan minyak sawit mentah yang meliputi Sawit-A Tumis, Sawit-A Gurih dan Sawit-A Manis. Dari hasil
28
penelitian dilaporkan bahwa produk olahan minyak sawit mentah tersebut diterima dengan baik oleh 2142 responden, dengan tingkat penerimaan terhadap rasa sebesar
93.14 , aroma sebesar 89.46 dan warna sebesar 94.70 selama konsumsi 2 bulan. Hasil penelitian Ria 2012, menyatakan bahwa sikap responden dalam
menerima produk minyak sawit mentah dengan fraksinasi dan tanpa fraksinasi di desa Cikarawang, kecamatan Dramaga, kabupaten Bogor adalah baik. Hasil home use test
yang dilakukan mampu memberikan hasil dengan tingkat kepercayaan tinggi terhadap daya terima produk dibandingkan dengan hasil yag diperoleh dari uji-uji sendori
lainnya.
2.5 Oksidasi dan Antioksidan
2.5.1 Oksidasi Didalam Sel
Oksidasi didalam sel disebabkan oleh berbagai aktivitas yang terjadi didalam sel itu sendiri atau karena adanya proses rangsangan dari luar sel atau luar tubuh.
Oksidasi yang umumnya terjadi disebabkan oleh adanya aktivitas radikal bebas yang berlebihan. Radikal bebas yang berlebihan akan memicu terjadinya stres oksidatif
yang menyebabkan kerusakan sel, jaringan dan organ tubuh atau berbagai penyakit degeneratif. Kerusakan sel merupakan gangguan atau perubahan yang dapat
mengurangi viabilitas dan fungsi esensial sel. Target kerusakan sel yaitu: 1 lipida melalui oksidasi PUFA poly unsaturated fatty acid dengan tahapan inisiasi,
propagasi dan terminasi 2 protein glikoprotein melalui inaktivasi enzim, mengikat protein atau reseptor 3 DNA melalui perusakan penyusun DNA asam nukleat,
lipoprotein, dan karbohidrat pada tahap mutasi, inisiasi dan promosi kanker Costa et al. 2005.
Radikal Bebas
Radikal bebas merupakan unsur atau senyawa yang memiliki satu atau lebih elektron yang tidak berpasangan. Radikal bebas di dalam tubuh berperan dalam
komunikasi antarsel biosinyal, aktivasi sel Kupffer, dan apoptosis atau peristiwa matinya sel Wu et al. 2004. Namun radikal bebas yang berlebih di dalam tubuh
29
dapat mengakibatkan dampak negatif. Dampak negatif tersebut antara lain oksidasi terhadap berbagai komponen sel seperti protein dan DNA Hseu et al. 2008.
Radikal bebas adalah molekul yang kehilangan satu atau lebih pasangan elektron bebasnya, atau merupakan hasil pemisahan homolitik suatu ikatan kovalen.
Elektron memerlukan pasangan untuk menyeimbangkan nilai spinnya, sehingga molekul radikal menjadi tidak stabil dan mudah sekali bereaksi dengan molekul lain,
membentuk radikal baru. Radikal bebas dapat dihasilkan dari hasil metabolisme tubuh dan faktor eksternal seperti asap rokok, hasil penyinaran ultra violet, zat
pemicu radikal dalam makanan dan polutan lain. Penyakit yang disebabkan oleh radikal bebas bersifat kronis, yaitu dibutuhkan waktu bertahun-tahun untuk penyakit
tersebut menjadi nyata. Contoh penyakit yang sering dihubungkan dengan radikal bebas adalah serangan jantung, kanker, katarak dan menurunnya fungsi ginjal. Untuk
mencegah atau mengurangi penyakit kronis karena radikal bebas diperlukan antioksidan Anonymous 2012.
Radikal bebas dapat berasal dari dalam tubuh endogenus maupun dari luar tubuh eksogenus. Didalam tubuh radikal bebas dapat terbentuk dari reaksi reduksi
normal dalam mitokondria, periksosom, detoksifikasi senyawa senobiotik, metabolisme obat-obatan dan fagositasi. Sementara dari luar tubuh radikal bebas
dapat berasal dari asap rokok, radiasi inflamasi, latihan olahraga yang berlebihan, referfusi dan karsinogen. Salah satu jenis radikal bebas yang banyak dipelajari dan
bersifat toksik bagi sel hidup adalah radikal bebas oksigen superoksida dan turunannya yaitu radikal hidroksil. Radikal bebas superoksida terbentuk apabila satu
molekul O
2
menerima satu elektron membentuk superoksida O
2 -
yang dapat bersifat sebagai oksidan dan reduktan serta dapat bereaksi dengan substrat biologis Gitawati
1995.
Stres oksidatif
Stres oksidatif adalah kondisi jumlah radikal bebas yang ada didalam tubuh melebihi kapasitas tubuh untuk menangkalnya. Stres oksidatif ditandai dengan
terjadinya oksidasi berbagai komponen sel, seperti kerusakan DNA dan protein yang berdampak pada munculnya berbagai penyakit degeneratif seperti kanker dan