1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 alinea ke empat mencantumkan salah satu tujuan nasional Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah untuk
memajukan kesejahteraan umum. Kata “umum” dalam kalimat tersebut mengandung arti kesejahteraan seluruh rakyat Indonesia. Oleh karena itu negara
dalam hal ini Pemerintah Indonesia mempunyai tugas dan kewajiban untuk mewujudkan hal tersebut. Pencapaian kesejahteraan umum tersebut dilakukan
oleh pemerintah melalui pembangunan infrastuktur yang adil, seimbang, dan merata sesuai kepentingan umum di setiap wilayah. Seiring dengan kemajuan
teknologi dan ilmu pengetahuan serta dengan meningkatnya kebutuhan masyarakat, Indonesia sedang giat melaksanakan pembangunan di segala bidang
baik pembangunan yang bersifat fisik maupun non fisik.
1
Pembangunan adalah usaha untuk menciptakan kemakmuran dan kesejahteraan rakyat. Oleh karena itu, hasil-hasil pembangunan harus dapat
dinikmati oleh seluruh rakyat sebagai peningkatan kesejahteraan lahir dan batin secara adil dan merata. Berhasilnya pembangunan tergantung partisipasi seluruh
rakyat, yang berarti pembangunan harus dilaksanakan secara merata oleh segenap
1
http: www. hukum online.co. id,diakses tanggal 2 Maret 2015, jam 20.30.
2
lapisan masyarakat.
2
Berbicara mengenai masalah pembangunan, maka salah satu faktor yang berperan penting didalam menopang dan mendukung aspek
pembangunan tersebut adalah dukungan infrastuktur. Pembangunan infrastruktur merupakan salah satu aspek penting dan vital untuk mempercepat proses
pembangunan nasional dan juga sebagai penggerak pertumbuhan ekonomi. Sesuai dengan paham negara kesejahteraan yang dianut oleh Indonesia,
fungsi utama pemerintah bukan sekedar pemberi ketertiban dan keamanan, melainkan sebagai penyelenggara kesejahteraan umum dan keadilan sosial yang
mana dapat dicapai melalui usaha-usaha pembangunan. Artinya, pemerintah mempunyai tanggung jawab dalam pengadaan dan pelaksanaan pembangunan
infrastruktur.
3
Bentuk kegiatan pembangunan infrastruktur yang dilaksanakan adalah seperti pembangunan proyek-proyek sarana dan prasarana, rehabilitasi
jalan, jembatan, pelabuhan, irigasi, perumahan, perkantoran dan sebagainya.
4
Pelaksanaan pembangunan infrastruktur ini akan melibatkan berbagai pihak seperti pemberi pekerjaan bouwheer, pemborong annemer, perencana,
pengawas serta melibatkan tenaga kerja
sehingga pemerintah tidak dapat melaksanakan dengan sendirinya tanpa bantuan dari pihak yang lain. Untuk itu sangat
diharapkan peranserta pihak swasta baik sebagai investor maupun sebagai kontraktor.
Di samping itu, dalam pelaksanaan pembangunan tersebut dihadapkan pada peralatan-peralatan yang mutakhir dan canggih.
5
Dengan demikian maka banyak pihak yang menawarkan jasa untuk melakukan pekerjaan pembangunan yang
2
Djumialdji 1, Hukum Bangunan Dasar-Dasar Hukum dan Proyek dan Sumber Daya Manusia, Rineka Cipta, Yogyakarta, 1996, Hal. 1.
3
Nanik Trihastuti, Hukum Kontrak Karya, Setara Press, Malang, 2013, Hal. 229.
4
http: www. hukum online.co. id, diakses tanggal 19 Desember 2014, jam 15.45.
5
Djumialdji 1,Hal. 2.
3
dikenal dengan istilah jasa pemborongan atau jasa konstruksi. Jasa konstruksi tersebut dapat meliputi pekerjaan yang secara keseluruhan atau sebagian
mencakup pekerjaan arsitektural, sipil, mekanikal, elektrikal, dan tata lingkungan guna mewujudkan suatu bangunan atau bentuk fisik.Pelaksanaan jasa konstruksi
pada umumnya dilakukan dengan cara memborongkan pekerjaan pada pihak lain yang bidang usahanya khusus bergerak dalam pembangunan fisik bidang jasa
konstruksi yaitu pemborong atau kontraktor yang berbentuk usaha perorangan maupun badan usaha.
Usaha jasa pemborongan sudah lazim digunakan oleh masyarakat maupun pemerintah dalam hal ini sebagai bouwheer dalam pekerjaan proyek berskala
besar. Maka para pihak yang memiliki pekerjaan ownerbouwheer dan pemborong kontraktor, terikat dalam suatu bentuk perjanjian pemborongan
tentang pembuatan suatu karya het maken van werk.
6
Perjanjian pemborongan tersebut dikenal dengan istilah kontrak konstruksi atau perjanjian konstruksi yang
di negara barat dikenal dengan istilah Construction Contract kontrak konstruksi yang mana diperlukan untuk merencanakan, melaksanakan, dan mengawasi
konstruksi.
7
Sehingga kontrak tersebut wajib memuat ketentuan-ketentuan yang telah disepakati oleh para pihak, termasuk didalamnya ketentuan yang mengatur
mengenai hak dan kewajiban para pihak, pelaksanaan perjanjian serta berakhirnya perjanjian, dengan memperhatikan ketentuan perundang-undangan serta peraturan
pelaksanaannya yang mengatur mengenai jasa konstruksi.
6
Ibid, Hal. 5.
7
Nazarkhan Yasin 1, Kontrak Konstruksi di Indonesia, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 2014, Hal. 1.
4
Ketentuan mengenai perjanjian pemborongan telah diatur dalam Pasal1601 b Kitab Undang-Undang Hukum Perdata selanjutnya disebut KUHPerdata,
disebutkan bahwa yang dimaksud dengan pemborongan pekerjaan adalah perjanjian dengan mana pihak yang satu, si pemborong, mengikatkan diri untuk
menyelenggarakan suatu pekerjaan bagi pihak lain, pihak yang memborongkan,
dengan menerima suatu harga yang ditentukan.
Pelaksanaan pekerjaan pengadaan barang dan jasa termasuk didalamnya kontrak kerja konstruksi, yang seluruh biayanya dibebankan kepada Anggaran
Pendapatan Belanja Negara APBN maupun Anggaran Pendapatan Belanja Daerah APBD, mengacu kepada ketentuan Peraturan Presiden Nomor 70 Tahun
2012 tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010
tentang Pengadaan BarangJasa Pemerintah.
Pihak yang terlibat dalam kontrak kerja konstruksi ini adalah Dinas Tata Ruang dan Pemukiman Kabupaten Toba Samosir bertindak sebagai pihak yang
memborongkan sedangkan CV. Ventus bertindak sebagai pihak yang menerima pemborongan kerja untuk pekerjaan Pembangunan Jalan Permukiman di depan
Puskesmas Soposurung Kecamatan Balige. Dalam pelaksanaan kontrak kerja konstruksi para pihak yang terlibat tidak boleh mengabaikan akta perjanjian,
namun karena perjanjian merupakan janji dari dua pihak, maka ada kemungkinan bahwa janji-janji itu tidak akan terpenuhi.
8
Pemborong dalam melaksanakan pekerjaannya harus selalu berpatokan pada isi perjanjian yang telah disepakati
bersama antara pemborong dengan yang memborongkan, karena apabila terjadi
8
J. Satrio, Wanprestasi Menurut KUHPerdata, Doktrin dan Yurisprudensi, Citra Aditya Bakti, Bandung, 2012, Hal. 1.
5
penyimpangan dapat dijadikan alasan untuk menyatakan telah terjadi wanprestasi,
dan isi perjanjian harus memperhatikan asas keadilan dan keseimbangan.
Sebagai suatu rencana manusia, tentunya tidak semua dari rencana tersebut tercapai sesuai dengan apa yang di rencanakan. Demikian juga dengan rencana
pembangunan suatu proyek yang dituangkan dalam kontrak tentu tidak selamanya tercapai. Banyak hal yang dipengaruhi oleh kehendak manusia atau di luar
kehendak manusia, yang mempengaruhi jalannya suatu kontrak yang dapat menyebabkan rencana tersebut dapat diubah di tengah jalan atau kemudian
bahkan rencana tersebut batal sama sekali. Selain itu dalam pelaksanaannya, tidak tertutup kemungkinan adanya keterlambatan maupun kelalaian dari salah satu
pihak wanprestasi, baik secara sengaja maupun karena keadaan memaksa force majeurovermacht. Dalam keadaan demikian berlakulah ketentuan-ketentuan
yang wajib dipenuhi yang timbul akibat wanprestasi, yaitu kemungkinan pemutusan perjanjian, penggantian kerugian atau pemenuhan
kewajiban.
9
Wanprestasi dapat berupa debitur sama sekali tidak memenuhi prestasi, terlambat memenuhi prestasi, debitur tidak sempurna memenuhi
prestasi.
10
Debitur dalam hal ini adalah pihak kontraktor. Selain karena wanprestasi kontrak kerja konstruksi juga dapat bermasalah karena dalam proses
pekerjaan di lapangan tidak sesuai dengan apa yang telah disepakati bersama
9
Sri Soedewi Masjchun Sofyan, Hukum Bangunan Perjanjian Pemborongan Bangunan
Yogjakarta, Liberty, 2003, Hal. 82
10
Munir Fuady, Hukum Kontrak dari sudut pandang Hukum Bisnis, Citra Aditya Bakti, Bandung, 2001, Hal. 89.
6
dalam perjanjian, sehingga banyak proyek yang berhenti sebelum selesai proses
pekerjaannya.
Beberapa contoh masalah kontrak kerja konstruksi yang pernah terjadi adalah seperti pembangunan jalan arteri non tol ke Kuala Namu di Sumatera
Utara. Menurut direktur Jenderal Binamarga Kementerian Pekerjaan Umum Djoko Murdjianto, sulitnya pembebasan lahan berdampak pada terhambatnya
pembangunan sejumlah ruas jalan. “Lihat saja Kuala Namu jalan arterinya belok- belok”, ungkapnya. Djoko menambahkan, selain pembebasan lahan, masalah lain
yang dihadapi dalam pembangunan jalan adalah masalah geologi. “Sebenarnya masih ada permasalahan-permasalahan lainnya yang dihadapi yaitu kondisi cuaca,
rawan longsor dan sebagainya” ungkap Djoko.
11
Masalah konstruksi lainnya dapat ditemukan pada proyek pembangunan jalan lintas utara Jakarta-Bekasi-Karawang
yang tiba-tiba terhenti. Penyebabnya adalah Pemerintah Kabupaten Bekasi tidak mengalokasikan anggaran dana untuk pembebasan lahan.
12
Masalah-masalah konstruksi tersebut membuat penulis merasa tertarik mengadakan penulisan skripsi ini, karena melalui skripsi ini dapat diketahui
apakah proses pelaksanaan kontrak kerja konstruksi pembangunan jalan telah sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku atau tidak, atau apakah proses
pelaksanaannya menyimpang dari ketentuan kontrak dimana pihak Dinas Tata Ruang dan Pemukiman Kabupaten Toba Samosir telah menentukan suatu standar
dan kriteria tertentu yang harus dipenuhi oleh CV. Ventus selaku pihak pemborong yang dituangkan dalam sebuah kontrak.Kemudian dikaitkan dengan
11
Kompas, tanggal 27 Januari 2014.
12
http: www.tempo.comtanggal 6 Februari 2015.
7
tangung jawab para pihak serta penyelesaian perselisihan yang timbul dalam pelaksanaannya, untuk itu penulis menuangkan tulisan ini dalam bentuk skripsi
dengan judul : Tinjauan Yuridis Tentang
Pelaksanaan Kontrak Kerja Konstruksi antara Dinas Tata Ruang dan Pemukiman Kabupaten Toba Samosir Toba Samosir
dengan CV. Ventus. B.
Rumusan masalah
Adapun yang menjadi permasalahan dalam skripsi ini adalah sebagai berikut: 1.
Apakah pelaksanaan kontrak kerja konstruksi antara Dinas Tata Ruang dan Pemukiman Kabupaten Toba Samosir dengan CV. Ventus telah sesuai dengan
ketentuan hukum yang berlaku? 2.
Apakah tanggung jawab para pihak dilakukan sesuai dengan perjanjian pemborongan pekerjaan?
3. Bagaimanakah penyelesaian perselisihan yang timbul dalam pelaksanaan
perjanjian pemborongan pekerjaan?
C. Tujuan Penulisan