19
pihak yang membuat perjanjian tersebut terikat satu sama lain karena janji- janji yang telah diberikan.
B. Syarat sahnya kontrak
Secara umum, kontrak lahir pada saat tercapainya kesepakatan diantara para pihak mengenai hal pokok atau unsur esensial dari kontrak tersebut.
Meskipun suatu kontrak lahir pada saat terjadinya kesepakatan mengenai hal pokok dalam kontrak tersebut, akan tetapi agar suatu kontrak dianggap sah oleh
hukum sehingga mengikat kedua belah pihak maka kontrak tersebut harus memenuhi syarat-syarat tertentu.
Menurut Pasal 1320 KUHPerdata, untuk sahnya perjanjian harus memenuhi empat syarat, yaitu :
1. Adanya kata sepakat dari para pihak
2. Adanya kecakapan untuk membuat suatu perjanjian
3. Mengenai suatu hal yang tertentu
4. Adanya suatu sebab yang halal
Syarat tersebutadalah esensi dari suatu perjanjian yang berarti tanpa syarat- syarat tersebut, perjanjian atau kontrak dianggap tidak pernah ada.
Keempat syarat itu dapat dibagi menjadi dua kelompok yaitu syarat subjektif dan syarat objektif. Syarat subjektif merupakansyarat yang menyangkut subjek
dari perjanjian itu, yang harus dipenuhi oleh para pihak yaitu apakah orang itu telah sepakat untuk membuat perjanjian dan atau juga cakap membuat
20
perjanjian.Syarat objektif merupakansyarat-syarat yang menyangkut pada objek perjanjian yang meliputi suatu hal tertentu dan suatu sebab yang halal.
Berikut ini dapat dijelaskan syarat-syarat sahnya perjanjian, yaitu sebagai
berikut:
a. Adanya kata sepakat dari para pihak.
Dengan diberlakukannya kata sepakat mengadakan perjanjian maka berarti bahwa kedua pihak haruslah mempunyai kebebasan kehendak. Para
pihak tidak mendapat sesuatu tekanan yang mengakibatkan adanya cacat bagi perwujudan kehendak tersebut.
22
Suatu kesepakatan atas suatu hal diawali dengan adanya unsur penawaran penerimaan atau offer-acceptance antara
pihak-pihak dan akhirnya terjadilah suatu kesepakatan. Antara pihak yang mengadakan suatu kontrak atau perjanjian harus ada kesepakatan artinya
bahwa kedua belah pihak harus menyetujui tentang prestasi dan benda yang menjadi objek perjanjian atau kontrak dan tentang syarat-syarat yang berlaku
bagi kontrak tersebut. Adapun yang dimaksud dengan kesepakatan adalah persesuaian pernyataan kehendak antara satu orang atau lebih maupun badan
hukum dengan pihak lainnya dan yang dimaksud “sesuai” tersebut adalah pernyataannya, karena kehendak itu tidak dapat dilihat atau diketahui oleh
orang lain. Berpedoman kepada ketentuan Pasal 1321 KUHPerdata yang
menjelaskan tidak dianggap sah suatu persetujuan jika izin kesepakatan tersebut diberikan karena kekhilafan, diperoleh dengan paksaan atau
22
Ibid., Hal. 73.
21
penipuan. Mengenai kekhilafan, yang dapat dibatalkan harus mengenai objek atau prestasi yang dikehendaki. Salah pengertian mengenai orangnya tidak
menyebabkan persetujuan dapat batal Pasal 1322 KUHPerdata. Mengenai paksaan yang dapat melenyapkan perizinan dalam persetujuan adalah paksaan
fisik yang bersifat “vis absoluta”. Paksaan itu sifatnya mutlak atau absolut yang menyebabkan seseorang terpaksa mengikuti kehendak orang yang
memaksakannya. Paksaan mengakibatkan batalnya persetujuan juga bila paksaan tersebut dilakukan oleh pihak ketiga yang tidak berkepentingan
dalam persetujuan Pasal 1324 KUHPerdata. Tentang penipuan adalah apabila perizinan yang diberikannya dalam persetujuan diperoleh dengan
jalan penipuan, hal itu juga mengakibatkan perizinan dalam persetujuan tersebut tidak ada. Penipuan ini harus berupa tipu muslihat Pasal 1328
KUHPerdata. Konsekuensi hukum jika syarat kesepakatan kehendak ini tidak
terpenuhi akan mengakibatkan bahwa kontrak bersangkutan “dapat dibatalkan” bukan “batal demi hukum” nietige, null and void.
23
Suatu perikatan dapat batal demi hukum diatur dengan Pasal 1446 KUHPerdata
yang berbunyi “semua perikatan yang dibuat oleh orang-orang belum dewasa atau orang-orang yang ditaruh di bawah pengampuan, adalah batal demi
hukum, dan atas penuntutan yang diajukan oleh atau dari pihak mereka, haruslah dinyatakan batal, semata-mata atas dasar kebelumdewasaan atau
pengampuannya. Perikatan yang dibuat oleh orang-orang perempuan yang
23
Munir Faudy, Op.Cit., Hal. 35.
22
bersuami dan oleh orang-orang belum dewasa telah mendapat pernyataan persamaan dengan orang dewasa, hanyalah batal demi hukum, sekedar
perikatan-perikatan tersebut melampaui kekuasaan mereka”.
b. Adanya kecakapan untuk membuat suatu perjanjian.
Kecapakapan bertindak adalah kecakapan atau kemampuan untuk melakukan perbuatan hukum. Perbuatan hukum adalah perbuatan yang akan
menimbulkan akibat hukum. Subjek yang dianggap memiliki kecakapan memberikan persetujuan ialah orang yang mampu melakukan tindakan
hukum. Menurut Pasal 1329 KUHPerdata: “setiap orang ialah cakap untuk membuat perikatan-perikatan jika ia oleh undang-undang tidak dinyatakan
tidak cakap”. Pasal 1330 KUHPerdata: Tidak cakap untuk membuat perjanjian adalah:
1 Orang-orang belum dewasa
2 Mereka yang ditaruh di bawah pengampuan
3 Orang-orang perempuan, dalam hal-hal yang ditetapkan oleh undang-
undang dan pada umumnya semua orang kepada siapa undang-undang telah melarang, membuat persetujuan-persetujuan tertentu.Umumnya
orang yang mampu melakukan tindakan hukum ialah orang dewasa yang waras akal budinya, bukan orang yang sedang berada di bawah
pengampuan maupun curatele dan anak di bawah umur. Orang-orang dewasa atau di bawah umur hal ini dapat dilihat dalam
Pasal 330 KUHPerdata “ belum dewasa adalah mereka yang belum mencapai
23
umur 21 tahun dan tidak lebih dahulu kawin dan apabila perkawinannya bubar sedangkan belum genap 21 tahun mereka tetap dianggap belum
dewasa”. Selain dalam Pasal 330 KUHPerdata hukum adat dan juga Pasal 47 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan juga mengatur
tentang kedewasaan. Kedewasaan menurut hukum adat didasarkan atas ukuran yang disesuaikan dengan kenyataan yaitu apabila seseorang telah
berkeluarga. Jadi prinsip kedewasaan seperti hal ini lebih sesuai dengan kepatuhan karena didasarkan atas keadaan yang nyata yaitu bahwa orang itu
benar-benar sudah mandiri dan dianggap mengerti atau telah cukup mempunyai kemampuan untuk mengerti konsekuensi dari perbuatannya
namun dengan berpegang teguh pada patokan ini kepastian hukumnya masih kurang.
Pengampuan adalah suatu keadaan dimana orang dewasa yang oleh karena sifat-sifat pribadinya, dianggap tidak cakap untuk bertindak sendiri
dalam lalu lintas hukum Pasal 433 KUHPerdata.Macam-macam pengampuan dalam Pasal 433 KUHPerdata terdiri dari: imbisil tolol, dungu,
bodoh, lemah daya atau lemah piker, sakit otaksakit ingatan atau mata gelap, pemboros berperilaku buruk.
Mengenai hal wanita yang telah bersuami untuk mengadakan suatu perjanjian ia memerlukan bantuan atau izin dari suaminya hal ini dapat kita
lihat dalam Pasal 108 KUHPerdata, akan tetapi sejak keluarnya SEMA Nomor 3 Tahun 1963 yang ditujukan kepada Ketua Pengadilan Negeri dan
Ketua Pengadilan Tinggi di seluruh Indonesia tentang kedudukan seorang
24
wanita diangkat derajatnya sama dengan laki-laki sehingga untuk mengadakan perbuatan hukum dan menghadap pengadilan ia tidak
memerlukan bantuan suaminya lagi, maka dengan adanya SEMA Nomor 3 Tahun 1963 maka Pasal 108 KUHPerdata dinyatakan tidak berlaku lagi.
c. Mengenai suatu hal yang tertentu.
Objek perjanjian haruslah tertentu sebab apabila tidak tertentu, yaitu tidak jelas jenisnya dan tidak tentu jumlahnya, perjanjian yang demikian adalah
tidak sah.
24
Oleh karena itu masalah jumlah atau quantity barang yang diperjanjikan dianggap penting untuk dicermati.
25
Untuk menentukan barang yang menjadi objek perjanjian, dapat dipergunakan berbagai cara seperti
menghitung, menimbang, mengukur atau menakar. Jadi objek tersebut harus tertentu, sekurang-kurang jenisnya dapat ditentukan baik hal itu mengenai
benda yang berwujud ataupun yang tidak berwujud, seperti yang dijumpai dalam persetujuan perburuhan, penjaminan ataupun pemberian kuasa. Objek
itu dapat juga berupa: 1
Barang itu adalah barang yang dapat diperdagangkan Pasal 1332 KUHPerdata: “hanya barang-barang yang dapat
diperdagangkan saja dapat menjadi pokok suatu perjanjian” 2
Barang-barang yang dapat dipergunakan untuk kepentingan umum antara lain: seperti jalan umum, pelabuhan umum, gedung-gedung
umum, dan sebagainya tidaklah dapat dijadikan objek perjanjian.
24
Ray I.G Wijaya, Merancang Suatu Kontrak : Contract Drafting, Kesaint Blanc, Jakarta, 2008, Hal. 49.
25
Suharnoko,Hukum Perjanjian : Teori dan Analisa Kasus, Kencana, Jakarta, 2004, Hal. 17.
25
3 Dapat ditentukan jenisnya.
Pasal 1333 KUHPerdata: “suatu perjanjian harus mempunyai sebagai pokok suatu barang yang paling sedikit ditentukan jenisnya. Tidaklah
menjadi halangan bahwa jumlah barang tidak tentu, asal saja jumlah itu terkemudian dapat ditentukan atau dihitung”.
4 Barang yang akan datang.
Pasal 1334 KUHPerdata:”barang-barang yang baru akan ada dikemudian hari dapat menjadi pokok suatu perjanjian. Tetapi tidaklah
diperkenankan untuk melepaskan suatu warisan yang belum terbuka, ataupun meminta diperjanjikan sesuatu hal mengenai warisan itu,
sekalipun dengan sepakatnya orang yang nantinya akan meninggalkan warisan yang menjadi pokok perjanjian itu”.
d. Adanya suatu sebab yang halal.
Sebab atau kausa yang dimaksudkan disini menunjuk pada adanya hubungan tujuan, yaitu apa yang menjadi tujuan para pihak untuk menutup
kontrak, atau apa yang hendak dicapai para pihak pada saat penutupan kontrak.
26
Suatu perjanjian harus memuat suatu kausa yang diperbolehkan atau legal geoorloofde oorzak. Suatu sebab yang halal atau kausa yang
diperbolehkan ialah isi dan tujuan. Pesetujuan tidak boleh bertentangan dengan undang-undang, kepentingan umum dan kesusilaan.
26
Agus Yudha Harnoko, Hukum Perjanjian Asas Proporsionalitas dalam Kontrak Komersial, Kencana, Jakarta, 2010, Hal. 194.
26
Menurut Pasal 1335 KUHPerdata dikatakan suatu persetujuan tanpa sebab, atau dibuat berdasarkan suatu sebab yang palsu atau yang terlarang,
tidaklah mempunyai kekuatan. Dan suatu sebab adalah terlarang jika sebab itu dilarang oleh undang-undang dan bertentangan dengan ketertiban umum
dan atau kesusilaan Pasal 1337 KUHPerdata. Konsekuensi yuridis apabila syarat sebab yang legal dalam suatu kontrak sebagaimana dimaksudkan
dalam pasal 1320 KUHPerdata tidak dipenuhi, konsekuensi hukumnya adalah bahwa kontrak yang bersangkutan tidak mempunyai kekuatan hukum, dengan
perkataan lain, suatu kontrak tanpa suatu kausa yang legal akan merupakan kontrak yang batal demi hukum.
C. Subjek hukum dalam kontrak