Gambar 24 Kurva distribusi MOR rata-rata kayu laminasi A core styrofoam; B core balsa; C core MDF.
4.4 Analisis Teoritis Sifat Mekanis Kayu Laminasi Ditinjau dari Bahan Penyusunnya
Sifat mekanis yang dibahas dalam penelitian ini adalah MOE dan MOR. Nilai MOE dan MOR kayu laminasi yang didapat berdasarkan hasil uji di
laboratorium adalah nilai empiris. Nilai teoritis diperoleh dari MOE dan MOR masing-masing bahan penyusunnya yaitu face plywood, core styrofoam, balsa,
atau MDF, dan back akasia. Nilai MOE dan MOR teoritis digunakan sebagai kontrol untuk menduga peranan core dalam menyangga kekuatan produk kayu
laminasi. Dalam proses produksi dinding sekat, core memiliki fungsi utama sebagai peredam dan kurang berfungsi kekuatan, namun peranannya dalam
kekuatan perlu dipertimbangkan pula.
4.4.1 MOE Empiris dan Teoritis
Perhitungan teoritis sifat mekanis kayu laminasi berdasarkan bahan baku pembentuknya dilakukan dengan dua cara yaitu : 1 asumsi core hanya sebagai
peredam dan tidak berperan pada kekuatan produk akhir dan 2 asumsi core
0.01 0.02
0.03
200 400
600
Frekuensi
MOR kgcm
2
Core Balsa 1 cm
Core Balsa 2 cm
Core Balsa 4 cm
B
0.01 0.02
0.03
200 400
600
Frekuensi
MOR kgcm
2
Core MDF 1 cm
Core MDF 2 cm
Core MDF 4 cm
C
berperan penuh dalam menopang kekuatan produk akhir. Secara umum MOE dan MOR teoritis dihitung dengan rumus :
MOE =
I
xctcs
I
xc
MOE
tcs
MOR = b
ref
c
I
xctcs
I
xc
min
MOR
i
b
i tcs
y
i
dimana : MOE
= modulus elastisitas kgcm
2
MOE
tcs
= modulus elastisitas pada transformed cross section kgcm
2
I
xc
= momen inersia pada kondisi sebenarnya tanpa pengambilan referensi salah satu bagian lamina cm
4
I
xctcs
= momen inersia pada transformed cross section cm
4
MOR = modulus of rupture kgcm
2
MOR
i
= modulus of rupture tiap lapisan laminakgcm
2
Pada asumsi 1, momen inersia dari core dianggap bernilai nol sehingga face dan back tidak bekerja sama. Oleh karena itu momen inersia pada asumsi 1
dihitung dengan rumus : I
xc
= I
xctcs face
+ I
xctcs back
= b
face
h
3 face
+ b
back
h
3 back
= b
face
h
3 face
+ b
back
h
3 back
Dalam perhitungan MOE pada asumsi 1, setiap I
xctcs
pada ketiga lamina dihitung I
xctcs i
dimana i = face, core, dan back. Momen inersia dari core dianggap nol, sehingga hanya ada dua nilai I
xctcs i
. Akibatnya nilai I
xctcs
akan lebih kecil dibandingkan nilai I
xctcs
yang core-nya diperhitungkan. Dalam perhitungan MOR, karena bagian core dianggap tidak berperan, maka MOR-nya
pun menjadi nol. TCS adalah transformed cross section, yaitu suatu kondisi dimana diambil 1 bagian dari lamina biasanya lapisan paling atas sebagai
referensi baik itu nilai b lebar bahan, momen inersia serta nilai MOEnya. Transformed Cross Section TCS telah dikenal luas sebagai sebuah metode untuk
menghitung nilai Modulus Elastisitas E atau MOE dan Keteguhan Lentur Statis
S
R
atau MOR sistem lapisan termasuk glulam berdasarkan sifat-sifat lamina penyusunnya Bahtiar et al. 2011.
Sedangkan pada asumsi 2, dimana core membantu face dan back sehingga bekerja sama menahan beban, maka momen inersia dihitung sebagai
jumlah inersia seluruh komponen ditambah dengan akibat perpindahannya. Dalam hal ini berlaku teorema garis sejajar, sehingga I dihitung dengan rumus :
I
xctcs
= Σ I
xc
+ Σ A
i
y
i 2
Perhitungan mengenai MOE teoritis dapat dilihat dalam Lampiran 17. Dari data-data tersebut diperoleh nilai rata-rata MOE teoritis dan MOE empiris,
sebagaimana tersaji dalam Tabel 5. Tabel 5 MOE empiris dan teoritis kayu laminasi
Spesimen MOE Empiris
kgcm
2
MOE Teoritis kgcm
2
MOE Teoritis kgcm
2
core dianggap tidak berperan core dianggap berperan
Core Styrofoam 1 cm 8747
4447 28467
Core Styrofoam 2 cm 3656
1956 15744
Core Styrofoam 4 cm 807
599 8913
Core Balsa 1 cm 19922
4391 53185
Core Balsa 2 cm 16314
1731 42271
Core Balsa 4 cm 13112
557 35061
Core MDF 1 cm 14450
5754 42119
Core MDF 2 cm 14486
1851 32575
Core MDF 4 cm 11284
591 24587
Keterangan : MOE Empiris diperoleh dari hasil penelitian sedangkan MOE Teoritis dihasilkan dari hasil perhitungan menggunakan rumus
Tabel 5 memperlihatkan nilai MOE empiris yang berada dalam range nilai MOE teoritis core dianggap tidak berperan dan nilai MOE teoritis core
dianggap berperan. Nilai MOE teoritis core dianggap berperan terbesar dimiliki oleh kayu laminasi core balsa 1 cm 53185 kgcm
2
dan terkecil dimiliki oleh kayu laminasi core styrofoam 4 cm 8913 kgcm
2
. Nilai MOE empiris lebih kecil dibandingkan dengan nilai MOE teoritis core dianggap berperan. Hal ini
dikarenakan nilai MOE teoritis tidak memperhatikan faktor-faktor yang mempengaruhi nilai MOE seperti cacat kayu, kualitas bahan, kualitas pengempaan
dan tekanan kempa. Nilai MOE teoritis core dianggap berperan dapat dijadikan acuan bahwa
sebenarnya kayu laminasi dapat memiliki nilai MOE yang tinggi apabila dalam proses pembuatannya memenuhi kriteria dalam pembuatan kayu laminasi yang
baik seperti pemilihan bahan yang mengandung sedikit cacat, penyeragaman tekanan kempa pada kayu laminasi serta memperhatikan proses perekatan. Selain
MOE teoritis core dianggap berperan, ada juga nilai MOE teoritis core dianggap tidak berperan. Nilai ini berawal dari kecenderungan nilai MOE core
styrofoam yang kecil namun ketika dijadikan kayu laminasi nilai MOE-nya meningkat, sehingga diasumsikan bahwa core styrofoam tidak memiliki peranan
yang tinggi dalam menahan beban yang diberikan kepadanya. Nilai MOE teoritis core dianggap tidak berperan terbesar terdapat pada kayu laminasi core MDF 1
cm 5754 kgcm
2
dan terkecil terdapat pada kayu laminasi core balsa 4 cm 557 kgcm
2
. Dengan melihat perbandingan besarnya nilai MOE empiris dan MOE
teoritis baik core dianggap berperan maupun yang dianggap tidak berperan, dapat dikatakan bahwa core dari masing-masing kayu laminasi mempunyai
peranan dalam menahan beban yang dikenakan padanya. Pada penelitian ini, core tidak 100 menahan beban sehingga nilai MOE empirisnya rendah. Nilai MOE
empiris yang rendah dapat disebabkan oleh cacat pada bahan yang digunakan serta perekatan yang kurang sempurna. Perekatan kurang sempurna juga dapat
menyebabkan kayu laminasi mengalami gaya geser, sehingga menurunkan nilai MOE empirisnya.
4.4.2 MOR Empiris dan Teoritis