yang halus menyebabkan permukaannya mudah di-finishing Haygreen et al. 2003.
2.7.5 Kayu Akasia Acacia mangium Willd
Kayu akasia Acacia mangium Willd adalah tumbuhan asli yang banyak tumbuh di wilayah Papua Nugini, Papua Barat dan Maluku. Tanaman ini pada
mulanya dikembangkan secara eksitu di Malaysia Barat dan selanjutnya di Malaysia Timur, yaitu di Sabah dan Serawak. Kayu akasia menunjukkan
pertumbuhan yang baik, sehingga Filipina telah mengembangkan pula sebagai hutan tanaman Malik et al. 2005. Sejak dicanangkan pembangunan hutan
tanaman industri HTI di Indonesia pada tahun 1984, kayu akasia telah dipilih sebagai salah satu jenis favorit untuk ditanam di aeral HTI. Pada mulanya jenis ini
dikelompokkan ke dalam jenis-jenis kayu HTI untuk memenuhi kebutuhan kayu serat terutama untuk bahan baku industri pulp dan kertas. Dengan adanya
perubahan-perubahan kondisional baik menyangkut kapasitas industri maupun adanya desakan kebutuhan kayu untuk penggunaan lain, tidak tertutup
kemungkinan terjadi perluasan tujuan penggunaan kayu akasia Malik et al. 2005.
Mandang dan Pandit 1997 menyatakan bahwa kayu akasia masuk ke dalam famili Leguminosae. Kayu teras alami berwarna coklat pucat sampai coklat
tua, kadang-kadang coklat zaitun sampai coklat kelabu, sedangkan kayu gubal berwarna kuning pucat sampai kuning jerami. Corak kayu polos atau berjalur-jalur
berwarna gelap dan terang bergantian pada bidang radial. Memiliki tekstur halus sampai agak kasar dan merata dengan arah serat biasanya lurus dan kadang-
kadang berpadu. Kayu akasia memiliki BJ rata-rata 0,61 0,43-0,66 dengan kelas awet III dan kelas kuat II-III. Malik et al. 2005 menyatakan bahwa berdasarkan
sifat mekanisnya, kayu akasia dapat digunakan sebagai bahan konstruksi ringan. Produk yang telah dibuat dari kayu ini adalah kusen jendela, rangka daun jendela,
dan penyekat ruangan lumber sharing.
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan November 2010-Desember 2011 di Laboratorium Biokomposit dan Laboratorium Peningkatan Mutu Kayu
Departemen Hasil Hutan, Fakultas Kehutanan IPB untuk menguji sifat mekanis dan fisis serta Laboratorium Fisika Lanjut dan Biofisika Departemen Fisika,
Fakultas MIPA IPB untuk menguji absorbsi suara.
3.2 Alat dan Bahan Penelitian
Alat yang digunakan dalam penelitian ini antara lain : jangka sorong, moisture meter, oven, timbangan, desikator, klem, alat uji UTM Universal
Testing Machine merk Instron, resonance tube WA-9612 PASCO scientific, microphone, oscilloscope OS-5100RB, dan function generator.
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah plywood dengan tebal 0,4 cm, styrofoam tebal 1, 2, dan 4 cm, kayu balsa tebal 1, 2, dan 4 cm ,
Medium Density FiberboardMDF tebal 1, 2, dan 4 cm, dan kayu akasia dengan tebal 1,6 cm. Perekat yang digunakan adalah perekat PVAc merk FOX dengan
berat labur 175 gm
2
.
3.3 Metode Penelitian 3.3.1 Persiapan Bahan
Proses pembuatan kayu laminasi dimulai dengan mengeringkan udarakan plywood, kayu balsa, MDF, dan akasia hingga mencapai kadar air kurang dari 15
. Styrofoam juga diukur kadar airnya untuk memastikan apakah kadar airnya mencapai kurang dari 15 menggunakan moisturemeter. Semua bahan dipotong
menjadi sortimen berukuran panjang 100 cm dan lebar 10 cm. Selanjutnya sortimen tersebut dipotong kembali dengan ukuran panjang 100 cm dan lebar 5,5
cm, yang nantinya akan dibuat menjadi kayu laminasi. Sisa dari sortimen digunakan untuk menguji sifat mekanis, fisis, dan absorbsi suara dari masing-
masing bahan pembentuk kayu laminasi.