MOR Kayu Laminasi Sifat Mekanis Kayu Laminasi

Kurva distribusi MOE rata-rata kayu laminasi disajikan pada Gambar 22 A sampai C. Gambar 22 Kurva distribusi MOE rata-rata kayu laminasi A core styrofoam; B core balsa; C core MDF.

4.3.2 MOR Kayu Laminasi

MOR rata-rata kayu laminasi berkisar antara 19-289 kgcm 2 . MOR rata- rata tertinggi terdapat pada kayu laminasi core balsa 1 cm 289 kgcm 2 dan terendah terdapat pada kayu laminasi core styrofoam 4 cm 19 kgcm 2 . Hal ini disebabkan oleh karakteristik dari bahan pembentuknya. Sifat kayu yang lebih kaku dibandingkan styrofoam dan MDF menyebabkan MOR produk akhir kayu laminasi lebih tinggi karena beban terdistribusi ke setiap lamina sebanding 0.0005 0.001 0.0015 0.002 10000 20000 Frekuensi MOE kgcm 2 Core Styrofoam 1 cm Core Styrofoam 2 cm Core Styrofoam 4 cm A 0.0001 0.0002 0.0003 20000 40000 Frekuensi MOE kgcm 2 Core Balsa 1 cm Core Balsa 2 cm Core Balsa 4 cm B 0.0005 0.001 0.0015 0.002 10000 20000 30000 Frekuensi MOE kgcm 2 Core MDF 1 cm Core MDF 2 cm Core MDF 4 cm C dengan MOE bahan baku pembentuknya. MOR rata-rata bahan terboboti memiliki kecenderungan yang sama dengan MOR kayu laminasi, namun nilainya berbeda jauh. Perbedaan ini disebabkan perlemahan-perlemahan yang disebabkan oleh adanya cacat, tekanan kempa yang tidak seragam, teknik perekatan yang kurang maksimal, perlemahan pada sambungan perekat ketika diuji, dan integritas antar material yang lemah sehingga nilai MOR lebih rendah dari nilai terbobotinya. MOR kayu laminasi lebih rendah dibandingkan MOR bahan pembentuknya. Adanya perbedaan akibat faktor-faktor seperti cacat kayu dan perekatan yang kurang sempurna menyebabkan nilai MOR kayu laminasi lebih rendah daripada bahan pembentuknya. Hal ini menunjukkan bahwa pada penelitian ini kekuatan produk komposit seperti kayu laminasi tetap lebih rendah dibandingkan nilai rata-rata bahan pembentuknya. Selain cacat kayu dan sistem perekatan, faktor yang mempengaruhi rendahnya MOR kayu laminasi adalah perbedaan kerapatan kayu. Vick 1999 menyatakan bahwa pada beberapa keadaan, kerapatan yang tinggi akan menimbulkan kesulitan pada proses perekatan. Hal ini disebabkan tebalnya dinding sel dan kecilnya volume rongga yang mengakibatkan perekat tidak dapat melakukan penetrasi dengan mudah, sehingga interlocking hanya terjadi pada kedalaman yang terbatas. Hal inilah yang diduga menjadi salah satu penyebab kinerja perekat tidak dapat optimal karena pada bagian face dan back diisi oleh bahan yang berkerapatan tinggi seperti plywood dan akasia. Kayu akasia selain memiliki kerapatan yang tinggi juga memiliki kadar ekstraktif yang menghalangi penetrasi dan pematangan curing perekat. Penelitian Alamsyah 2005 dalam Herawati 2008 dan Malik et al. 2005 menyatakan bahwa kandungan zat ekstraktif pada kayu akasia tergolong tinggi. Kinerja perekat kurang optimal dapat juga menyebabkan terpisahnya lamina- lamina penyusun kayu laminasi saat pengujian lentur statis. Masing-masing lamina bekerja sendiri-sendiri dalam menahan beban yang diberikan karena lamina hanya terikat pada tebal tertentu yaitu pada daerah yang terkena penetrasi perekat. Bila melihat dari bentuk kerusakannya, rata-rata kayu laminasi dengan core styrofoam dan kayu balsa paling banyak mengalami kerusakan pada bagian back kayu akasia tanpa mengalami kerusakan slip antar lamina. Bagian plywood mengalami tekan namun ditopang oleh bagian core sehingga tidak sampai patah. Styrofoam mengalami perubahan bentuk dan sedikit meleleh akibat panas yang dihasilkan oleh beban, sedangkan kayu balsa mengalami pengurangan tebal pada bagian yang paling banyak mengalami beban tekan. Jenis kerusakan yang dialami kayu laminasi menurut ASTM D 143 2000 adalah cross-grain tension, yaitu kerusakan yang terjadi akibat adanya gaya tarik yang arahnya miring serat. Kerusakan ini biasa terjadi pada contoh uji yang bercacat miring serat baik yang berupa serat diagonal, serat spiral atau yang lainnya dan terjadinya di permukaan bawah balok contoh uji Mardikanto et al. 2011. Selain cross-grain tension, terdapat pula simple tension. Simple tension adalah kerusakan berupa sobekan di sisi bawah balok akibat beban tarik sejajar serat, yang umum terjadi pada balok berserat lurus yang telah dikeringkan Mardikanto et al. 2011. Untuk kayu laminasi dengan core MDF, selain cross- grain tension dan simple tension, terdapat pula kerusakan pada garis rekat slip. Sulistyawati et al. 2008 menyatakan bahwa kegagalan failure kayu laminasi horizontal sering diawali dengan terjadinya slip pada sambungan antara lapisan diikuti kerusakan pada daerah tarik yaitu pada serat bawah penampang. Gambar kerusakan pada kayu laminasi dapat dilihat pada Lampiran 22, sedangkan MOR rata-rata kayu laminasi dapat dilihat pada Gambar 23. Keterangan : Rata-rata MOR bahan terboboti merupakan ratio antara ΣMOR tiap lapisan x tebal dengan Σ tebal kayu laminasi Gambar 23 Histogram MOR rata-rata kayu laminasi. 224 94 19 289 179 131 193 205 86 100 200 300 400 500 600 700 MOR kgcm 2 Kayu Laminasi MOR Rata-rata MOR Bahan Terboboti Kayu laminasi yang menggunakan core styrofoam 1 cm memiliki keragaman dan MOR yang lebih tinggi dibandingkan dengan kayu laminasi core styrofoam lainnya. Nilai MOR paling seragam dan terkecil terdapat pada kayu laminasi dengan core styrofoam 4 cm. Semakin tebal core pada kayu laminasi styrofoam, nilai MOR lebih kecil namun lebih seragam, yang didukung dengan semakin kecilnya nilai standar deviasi. Pada kayu laminasi dengan core balsa, yang memiliki nilai keragaman MOR paling tinggi adalah kayu laminasi yang menggunakan core dengan tebal 2 cm. Hal ini ditunjukkan dengan bentuk kurvanya yang paling landai. Kayu laminasi dengan core balsa 4 cm menunjukkan nilai MOR yang paling seragam. Selain itu kayu laminasi dengan core balsa 4 cm juga memiliki rata-rata MOR yang paling kecil dibandingkan laminasi core balsa lainnya. Pada kayu laminasi dengan core MDF, laminasi yang menggunakan core berketebalan 1 cm memiliki keragaman MOR yang paling tinggi. Hal ini ditunjukkan dengan kurva distribusinya yang paling landai. Kayu laminasi yang menggunakan core MDF 4 cm memiliki MOR yang lebih seragam dibandingkan dengan laminasi core MDF 2 cm. Selain itu, laminasi core MDF 4 cm memiliki rata-rata nilai MOR yang paling kecil diantara laminasi core MDF lainnya. Kurva distribusi MOR rata-rata kayu laminasi dapat dilihat pada Gambar 24 A sampai C. 0.01 0.02 0.03 0.04 0.05 0.06 200 400 600 Frekuensi MOR kgcm 2 Core Styrofoam 1 cm Core Styrofoam 2 cm Core Styrofoam 4 cm A Gambar 24 Kurva distribusi MOR rata-rata kayu laminasi A core styrofoam; B core balsa; C core MDF.

4.4 Analisis Teoritis Sifat Mekanis Kayu Laminasi Ditinjau dari Bahan Penyusunnya