baik seperti pemilihan bahan yang mengandung sedikit cacat, penyeragaman tekanan kempa pada kayu laminasi serta memperhatikan proses perekatan. Selain
MOE teoritis core dianggap berperan, ada juga nilai MOE teoritis core dianggap tidak berperan. Nilai ini berawal dari kecenderungan nilai MOE core
styrofoam yang kecil namun ketika dijadikan kayu laminasi nilai MOE-nya meningkat, sehingga diasumsikan bahwa core styrofoam tidak memiliki peranan
yang tinggi dalam menahan beban yang diberikan kepadanya. Nilai MOE teoritis core dianggap tidak berperan terbesar terdapat pada kayu laminasi core MDF 1
cm 5754 kgcm
2
dan terkecil terdapat pada kayu laminasi core balsa 4 cm 557 kgcm
2
. Dengan melihat perbandingan besarnya nilai MOE empiris dan MOE
teoritis baik core dianggap berperan maupun yang dianggap tidak berperan, dapat dikatakan bahwa core dari masing-masing kayu laminasi mempunyai
peranan dalam menahan beban yang dikenakan padanya. Pada penelitian ini, core tidak 100 menahan beban sehingga nilai MOE empirisnya rendah. Nilai MOE
empiris yang rendah dapat disebabkan oleh cacat pada bahan yang digunakan serta perekatan yang kurang sempurna. Perekatan kurang sempurna juga dapat
menyebabkan kayu laminasi mengalami gaya geser, sehingga menurunkan nilai MOE empirisnya.
4.4.2 MOR Empiris dan Teoritis
Perhitungan mengenai
MOR teoritis
dapat dilihat dalam Lampiran 18. Dari data-data tersebut diperoleh nilai rata-rata MOR teoritis yang dibandingkan
dengan nilai rata-rata MOR empiris, sebagaimana tersaji dalam Tabel 6. Tabel 6 MOR empiris dan teoritis kayu laminasi
Spesimen MOR Empiris
kgcm
2
MOR Teoritis kgcm
2
MOR Teoritis kgcm
2
core dianggap tidak berperan core dianggap berperan
Core Styrofoam 1 cm 224
30 191
Core Styrofoam 2 cm 94
11 87
Core Styrofoam 4 cm 19
3 44
Core Balsa 1 cm 289
36 378
Core Balsa 2 cm 179
16 242
Core Balsa 4 cm 131
4 198
Core MDF 1 cm 193
38 143
Core MDF 2 cm 205
9 167
Core MDF 4 cm 86
4 130
Keterangan : MOR Empiris diperoleh dari hasil penelitian sedangkan MOR Teoritis dihasilkan dari hasil perhitungan menggunakan rumus
Nilai MOR empiris yang berada dalam range nilai MOR teoritis core dianggap tidak berperan dan nilai MOR teoritis core dianggap berperan hanya
terdapat pada kelompok kayu laminasi core balsa, laminasi core styrofoam 4 cm, dan kayu laminasi core MDF 4 cm. Sedangkan nilai MOR empiris yang tidak
masuk dalam range tersebut terdapat pada kayu laminasi core styrofoam 1 cm, kayu laminasi core styrofoam 2 cm, kayu laminasi core MDF 1 cm, dan kayu
laminasi core MDF 2 cm, dimana keempat kayu laminasi tersebut menggunakan core dengan tebal 1 dan 2 cm. Hal ini dapat disebabkan oleh penetrasi perekat
yang baik pada core dengan tebal 1 dan 2 cm terutama pada core styrofoam dan MDF, sehingga bahan pembentuk laminasi dapat bekerja secara maksimal dan
meningkatkan kekuatan lenturnya. Rendahnya nilai MOE dan MOR empiris pada kayu laminasi disebabkan
perhitungan kekuatan lentur hanya mengandalkan pada lendutan akibat momen lentur saja, sedangkan menurut Sulistyawati 2006, gaya geser yang dipikul oleh
kayu laminasi mempunyai pengaruh terhadap lendutan total sehingga memungkinkan untuk diperhitungkan. Lendutan total sebenarnya yang terjadi
adalah jumlah lendutan akibat momen lentur dan gaya geser. Dengan memperhitungkan lendutan akibat gaya geser, akan memperbesar nilai kekakuan
lentur, sehingga kapasitas dan kemampuan balok dalam menahan lendutan akan makin besar.
4.5 Sound Absorption