Dinding Sekat Sound Absorption

Kayu laminasi simetris terdiri dari bahan dan ketebalan yang sama pada bagian face dan core, sehingga garis atau sumbu netral tepat berada di tengah bagian core dari kayu laminasi. Kayu laminasi asimetris terdiri dari bahan yang berbeda pada ketiga bagian penyusunnya. Perbedaan jenis dan ketebalan bahan menyebabkan garis atau sumbu netral tidak tepat berada di tengah kayu laminasi dapat terjadi pada bagian core atau back, tergantung dari tebal masing-masing bahan dan centroid pada kondisi transformed cross section TCS. Penggunaan transformed cross section akan mengkonversi berbagai nilai E modulus elastisitas, dengan satu nilai E saja. Dalam pengukuran pada kondisi TCS, salah satu bagian dari lamina dijadikan sebagai referensi dalam melakukan konversi pada umumnya bagian atas dari lamina. Adanya TCS menyebabkan pengurangan lebar pada bagian lamina yang memiliki nilai E lebih kecil dari E referensi, dan penambahan lebar pada bagian lamina yang memiliki nilai E lebih besar dari E referensi Bodig dan Jayne 1982.

2.2 Dinding Sekat

Dinding berfungsi untuk memberi perlindungan terhadap cuaca maupun sebagai pembagi bangunan pada ruang atau bilik. Bahan yang digunakan untuk membuat dinding biasanya adalah bata, kayu solid, maupun kayu komposit. Faktor-faktor yang perlu diperhatikan dalam membentuk dinding yaitu kestabilan, kekuatan, ketahanan terhadap cuaca, ketahanan terhadap bahaya kebakaran, serta kemampuannya dalam pengaliran dan penyerapan bunyi. Dinding diperlukan untuk menyerap bunyi, oleh karena itu pemilihan bahan sangat berperan penting. Bahan penyerap bunyi dapat diaplikasikan pada dinding untuk menyerap gelombang bunyi. Kayu banyak digunakan untuk membuat rangka dinding, pelapisan dinding dan dinding sekat Anonim 2008.

2.3 Sifat Mekanis

Brown et al. 1952 menyatakan bahwa sifat mekanis kayu merupakan sifat ketahanan kayu terhadap gaya-gaya luar yang diberikan serta reaksi yang ditimbulkan oleh kayu terhadap adanya gaya-gaya tersebut. Sifat mekanis berhubungan erat dengan tegangan dan perubahan bentuk atau deformasi yang terjadi akibat beban dan faktor-faktor lainnya yang mempengaruhi sifat mekanis. Sifat mekanis yang diamati dalam penelitian ini adalah modulus elastisitas MOE dan kekuatan lenturModulus of Rupture MOR Haygreen et al. 2003

2.3.1 Modulus Elastisitas Modulus of Elasticity, MOE

Tsoumis 1991 menyatakan bahwa elastisitas adalah sifat benda yang mampu kembali ke kondisi semula dalam bentuk dan ukurannya ketika beban yang mengenainya dihilangkan. Nilai MOE hanya valid jika yang diambil adalah nilai batas proporsionalnya saja. MOE tinggi menunjukkan kekakuan bahan yang tinggi untuk dapat menahan tekanan besar yang dikenakan padanya tanpa deformasi yang besar. Nilai modulus elastisitas kayu bervariasi antara 25000- 170000 kgcm 2 . Nilai modulus elastisitas berbeda pada ketiga arah pertumbuhannya. Pada arah transversal, modulus elastisitasnya hanya berkisar 3000-6000 kgcm 2 , sedangkan perbedaan untuk arah radial dan tangensial tidak nyata.

2.3.2 Kekuatan Lentur Modulus of Rupture, MOR

Kekuatan lentur merupakan ukuran kemampuan benda untuk menahan beban lentur maksimum sampai benda tersebut mengalami kerusakan yang permanen Brown et al. 1952. Tsoumis 1991 menyatakan bahwa bila beban terjadi di atas batas proporsi, maka deformasinya akan permanen. Nilai dari MOR bervariasi. Besarnya hasil pengujian kekuatan lentur ini dinyatakan dalam modulus of rupture MOR atau modulus patah. Nilai MOR bervariasi antara 550- 1600 kgcm 2 yang menunjukkan bahwa kekuatan lentur mirip dengan kekuatan tegangan aksial. Oleh sebab itu MOR bisa digunakan sebagai indeks kekuatan tegangan aksial, ketika nilai dari besaran akhir tidak tersedia.

2.3.3 Pengujian Lentur

Ada beberapa metode pengujian lentur yang dapat dilakukan yaitu metode one point loading dan two point loading.

2.3.3.1 Metode One Point Loading

Momen lentur dan gaya geser pada balok dengan beban tunggal di tengah bentang metode one point loading dapat dilihat pada Gambar 1, sedangkan diagram untuk momen lentur dan gaya gesernya dapat dilihat pada Gambar 2. Gambar 1 Skema pengujian lentur dengan metode one point loading. Pada metode one point loading , seluruh bagian mengalami momen lentur dan gaya geser secara bersama-sama seperti terlihat pada Gambar 2, sehingga defleksi yang terjadi merupakan akibat resultan keduanya Mardikanto et al. 2011. Nilai Modulus Elastisitas sebenarnya true MOE tidak dapat diperoleh dengan metode ini, namun metode ini paling banyak digunakan untuk menguji spesimen berukuran kecil contoh uji bebas cacat. Gambar 2 Diagram momen lentur M x dan gaya geser V x sepanjang bentang balok dengan beban tunggal di tengah batang.

2.3.3.2 Metode Two Point Loading

Momen lentur dan gaya geser pada balok dengan beban ganda two point loading dapat dilihat pada Gambar 3. P ½ L ½ L R a L R b P Momen lentur M x Gaya geser V x L ½ L ½ L Gambar 3 Skema pengujian lentur dengan metode two point loading. Diagram momen lentur dan gaya geser pada metode two point loading dapat dilihat pada Gambar 4. Pada metode ini, tidak semua bagian balok lentur mengalami gaya geser. Bagian di antara dua beban tidak mengalami gaya geser, sehingga defleksi pada bagian itu murni disebabkan oleh momen lentur. Oleh karena itu, modulus elastisitas yang sebenarnya dapat ditentukan dengan mengukur defleksi di antara dua beban. Gambar 4 Diagram momen lentur M x dan gaya geser V x pada balok dengan beban ganda two points load. 2.4 Sifat Fisis 2.4.1 Kadar Air Kadar air KA adalah banyaknya air yang terkandung dalam kayu, yang dinyatakan dalam persentase terhadap berat kering tanur Brown et al. 1952. Kadar air mempengaruhi kekuatan kayu. Jika terjadi penurunan kadar air kayu 2P L R R a a Lb 2P M x Momen lentur Gaya geser V x L L b a a tersebut mengering maka kekuatan kayu akan meningkat. Pengaruh penurunan kadar air terhadap sifat kekuatan kayu tampak jelas apabila kadar air berada di bawah titik jenuh serat. Air dalam kayu terdiri atas air bebas dan air terikat dimana keduanya secara bersama-sama menentukan kadar air kayu. Dalam satu jenis pohon kadar air segarnya bervariasi tergantung pada tempat tumbuh dan umur pohon Haygreen et al. 2003.

2.4.2 Kerapatan

Kerapatan didefinisikan sebagai massa atau berat per satuan volume, biasanya dinyatakan dalam kgm 3 , gcm 3 , dan lbft 3 . Faktor-faktor yang mempengaruhi variasi kerapatan kayu dalam spesiesnya antara lain : lokasi dalam satu pohon, lokasi dalam satu spesies, kondisi lingkungan setempat tanah, air, kemiringan, serta faktor genetik Haygreen et al. 2003. Tsoumis 1991 menyatakan bahwa kerapatan mempengaruhi sifat-sifat higroskopisitas, penyusutan dan pengembangan, sifat mekanis, panas, sifat akustik, kelistrikan, dan lainnya yang berhubungan dengan pengerjaan kayu selanjutnya pengolahan dan pengeringan.

2.4.3 Berat Jenis

Menurut Haygreen et al. 2003, berat jenis kayu adalah suatu sifat fisika kayu yang paling penting. Berat jenis kayu merupakan istilah yang dipakai untuk menunjukkan perbandingan antara kerapatan kayu dengan kerapatan air. Kebanyakan sifat mekanis kayu sangat berhubungan dengan berat jenis dan kerapatan. Kerapatan dan berat jenis digunakan untuk menerangkan massa atau berat per satuan volume. Ciri-ciri ini umumnya digunakan dalam hubungannya dengan semua tipe bahan. Kerapatan didefinisikan sebagai massa atau berat per satuan volume. Sedangkan berat jenis adalah perbandingan kerapatan bahan dengan kerapatan air 1 gcm 3 . Faktor-faktor yang mempengaruhi variasi berat jenis kayu diantaranya adalah kondisi lingkungan setempat, iklim, letak geografi, gangguan selama pertumbuhan, serta jenis spesies. Faktor lingkungan setempat yang dapat mempengaruhi berat jenis diantaranya adalah kelembaban, cahaya matahari, nutrisi, angin, dan suhu. Tobing 1995 yang diacu dalam Sugiarti 2010 menyatakan bahwa berat jenis selain digunakan sebagai penduga kekuatan kayu, juga digunakan sebagai indikator untuk menduga mudah tidaknya suatu kayu dikeringkan. Kayu yang memiliki BJ tinggi pada umumnya sukar dikeringkan dan mengalami cacat yang lebih besar dibandingkan kayu yang memiliki berat jenis BJ rendah.

2.5 Sound Absorption

Tsoumis 1991 menyatakan bahwa kemampuan kayu untuk menyerap suara biasa diukur dengan Coefficient of sound absorption. Besarnya energi suara yang dipantulkan, diserap, atau diteruskan bergantung pada jenis dan sifat dari bahan atau material tersebut. Pada umumnya bahan berpori porous material akan menyerap energi suara yang lebih besar dibandingkan dengan jenis bahan lainnya. Adanya pori-pori menyebabkan gelombang suara dapat masuk ke dalam material tersebut. Energi suara yang diserap oleh bahan akan dikonversikan menjadi bentuk energi lainnya, yang pada umumnya adalah energi kalor. Energi akustik yang mencapai kayu akan memasuki massa kayu, kemudian sebagian akan diserap, dipantulkan dan dibiaskan. Keuntungan kayu dibanding dengan bahan-bahan yang lain yaitu strukturnya yang menyerap namun mempunyai koefisien rendah yaitu kurang dari 10 . Faktor-faktor yang mempengaruhi sound absorption adalah kerapatan kayu, modulus elastisitas, kadar air, temperatur, intensitas dan frekuensi dari suara, serta kondisi pada permukaan kayu. Kayu dengan kerapatan dan modulus elastisitas yang rendah, serta kadar air dan temperatur yang tinggi lebih banyak menyerap suara Tsoumis 1991. Material penyerap secara alami pada umumnya bersifat restitif, berserat fibrous, berpori porous, atau dalam kasus khusus bersifat resonator aktif. Ketika gelombang bunyi menumbuk material penyerap, maka energi bunyi sebagian akan diserap dan diubah menjadi panas. Besarnya penyerapan bunyi pada material penyerap dinyatakan dengan koefisien serapan α. Koefisien serapan dinyatakan dalam bilangan antara 0 dan 1. Nilai koefisien serapan 0 menandakan tidak ada energi bunyi yang diserap dan nilai koefisien serapan 1 menandakan serapan yang sempurna Mediastika 2009. Rusmawati 2007 menyatakan bahwa α adalah salah satu parameter penting dalam penentuan sejauh mana suatu bahan dapat menyerap atau mereduksi bunyi. Koefisien absorbsi suara antara satu bahan dengan bahan yang lain berbeda. Salah satu metode untuk mengukur penyerapan suara adalah metode standing wave. Metode tersebut banyak digunakan karena metode tersebut sederhana dan menunjukkan hasil yang akurat. Metode ini memerlukan pengoperasian suatu frekuensi suara dari mikrofon yang bergerak di dalam tabung impedansi untuk memperkirakan tekanan akustik dan mengetahui dimana terjadinya tekanan akustik minimum dan maksimum Kang et al. 2006.

2.6 Perekat Poly Vinil Acetat PVAc